AYAH
KOES PLUS
Ayah ...
Betapa kuagungkan
Betapa kuharapkan
Ayah ...
Betapa kau berpesan
Betapa kau doa kan
Ayah
Betapa pengalaman
Dahulu dan sekarang
Ayah
Rambutmu t'lah memutih
Cermin suka dan sedih
Ayah ...
Ceritakan kembali
Riwayat yang indah waktu dahulu
Ayah ...
Ku takkan bosan mendengar
Riwayat waktu kau muda perkasa
Ayah ...
Kau dapat merindukan
Kau dapat mengenangkan
Ayah ...
Waktu terus berlalu
Sampai ke anak cucu
KOES PLUS
Ayah ...
Betapa kuagungkan
Betapa kuharapkan
Ayah ...
Betapa kau berpesan
Betapa kau doa kan
Ayah
Betapa pengalaman
Dahulu dan sekarang
Ayah
Rambutmu t'lah memutih
Cermin suka dan sedih
Ayah ...
Ceritakan kembali
Riwayat yang indah waktu dahulu
Ayah ...
Ku takkan bosan mendengar
Riwayat waktu kau muda perkasa
Ayah ...
Kau dapat merindukan
Kau dapat mengenangkan
Ayah ...
Waktu terus berlalu
Sampai ke anak cucu
Gagal Maning
Wekerku bunyi tepat pukul 11.55 WIB. Artinya aku harus siap-siap untuk berdoa tepat jam 12 siang. Doanya sangat pendek. Nggak makan waktu banyak, hampir tiga menit.
Aku memang sedang mendoakan sesuatu. Ada beberapa orang yang mendukung aku dalam doa ini. Jadi ingat waktu itu, aku dan beberapa orang yang selalu mendukungku dalam doa tertawa mendengar kata-kata Mama Ezra--sebut saja begitu--dari ujung telepon. Aku diminta berdoa tiap jam 12 siang. Aturannya aku berdoa 9 x 3 atau 27 hari.
Wah! Jam 12 siang. Plis deh. Mana bisa. Itu kan jam tayang Liputan 6 Siang. Aku nggak bisa menolak. "Kalau jam 12 malam nanti kamu ketiduran lagi," kata Mama Ezra. Uhhhhhhhhh.
Minggu pertama benar terbata-bata. Susah banget ternyata berdoa di jam begitu. Belum sampai tiga hari aku sudah lupa dong. Weker berbunyi. Aku bingung. "Siapa yang nyalain weker," kataku. Begitu terus sampai hampir dua bulan sekarang.
Pekan ini aku coba lagi. Senin sukses. Manis banget.
Hari ini. Weker bunyi. Aku siap-siap. Hmmm masih ada beberapa menit lagi. Ada tiga tulisan. Dan, kejadian terulang. Gagal maning, gagal maning.
Kok bisa ya. Adikku bilang aku gagal lagi dan lagi karena nggak serius, sama persis dengan omongan Mama Ezra. Uhhhhhh, aku seriusssssss. Mau seriusssss. Sedang berusaha seriussssss. Eh, kok kelihatan nggak serius ya. Duuuuh.
Sebenarnya apa yang aku doakan sudah mulai tersingkap. Aku memang tetap berdoa namun tidak pada waktu yang sama. Saat ini aku sedang menunggu ending dari doaku.
Tapi, aku sedih. Doa dua menit di jam 12 siang ternyata jadi perkara besar bagiku. Aku nggak setia, hiks. Dan, Tuhan tetap menjawab aku...
Wekerku bunyi tepat pukul 11.55 WIB. Artinya aku harus siap-siap untuk berdoa tepat jam 12 siang. Doanya sangat pendek. Nggak makan waktu banyak, hampir tiga menit.
Aku memang sedang mendoakan sesuatu. Ada beberapa orang yang mendukung aku dalam doa ini. Jadi ingat waktu itu, aku dan beberapa orang yang selalu mendukungku dalam doa tertawa mendengar kata-kata Mama Ezra--sebut saja begitu--dari ujung telepon. Aku diminta berdoa tiap jam 12 siang. Aturannya aku berdoa 9 x 3 atau 27 hari.
Wah! Jam 12 siang. Plis deh. Mana bisa. Itu kan jam tayang Liputan 6 Siang. Aku nggak bisa menolak. "Kalau jam 12 malam nanti kamu ketiduran lagi," kata Mama Ezra. Uhhhhhhhhh.
Minggu pertama benar terbata-bata. Susah banget ternyata berdoa di jam begitu. Belum sampai tiga hari aku sudah lupa dong. Weker berbunyi. Aku bingung. "Siapa yang nyalain weker," kataku. Begitu terus sampai hampir dua bulan sekarang.
Pekan ini aku coba lagi. Senin sukses. Manis banget.
Hari ini. Weker bunyi. Aku siap-siap. Hmmm masih ada beberapa menit lagi. Ada tiga tulisan. Dan, kejadian terulang. Gagal maning, gagal maning.
Kok bisa ya. Adikku bilang aku gagal lagi dan lagi karena nggak serius, sama persis dengan omongan Mama Ezra. Uhhhhhh, aku seriusssssss. Mau seriusssss. Sedang berusaha seriussssss. Eh, kok kelihatan nggak serius ya. Duuuuh.
Sebenarnya apa yang aku doakan sudah mulai tersingkap. Aku memang tetap berdoa namun tidak pada waktu yang sama. Saat ini aku sedang menunggu ending dari doaku.
Tapi, aku sedih. Doa dua menit di jam 12 siang ternyata jadi perkara besar bagiku. Aku nggak setia, hiks. Dan, Tuhan tetap menjawab aku...
Malesbanget.com
Seseorang mengritikku. Cowok yang sering aku sapa Cakep itu bilang aku terlalu sibuk dengan diri sendiri. Sebenarnya bukan cuma dia saja yang bicara begitu. Hiks. Masak sih.
Memang aku tidak mau ambil pusing dengan masalah lain. Aku lebih tertarik mengurusi kegitan-kegiatan di luar sana. Asal pekerjaan di kantor beres, ya urusanku selesai. Selepas itu jangan coba-coba menelepon karena aku tidak mau meladeni. Maafkan say.
Aku sedih juga dibilang nggak peduli. Tapi, nggak apa-apa deh. Silakan bicara apa saja jika itu melegakan. Aku nggak mau pura-pura ada padahal pikiranku plesir ke tempat lain. Lagian siape gue geto lo. Aku nggak masalah jika ada yang sebal padaku. Maafkan say. Aku nggak marah, apalagi sakit hati. Sungguh.
Aku memang dalam kondisi malesbanget.com soal urusan itu. Aku percaya semuanya akan baik-baik saja. Terima kasih karena dalam situasi begini aku merasa happy always. Aku tetap bisa ketawa, menyanyi, bertanduk, bahkan tak berhenti mengerjai orang. Aku menikmati saat-saat ini. Sekali lagi, maafkan say.
Seseorang mengritikku. Cowok yang sering aku sapa Cakep itu bilang aku terlalu sibuk dengan diri sendiri. Sebenarnya bukan cuma dia saja yang bicara begitu. Hiks. Masak sih.
Memang aku tidak mau ambil pusing dengan masalah lain. Aku lebih tertarik mengurusi kegitan-kegiatan di luar sana. Asal pekerjaan di kantor beres, ya urusanku selesai. Selepas itu jangan coba-coba menelepon karena aku tidak mau meladeni. Maafkan say.
Aku sedih juga dibilang nggak peduli. Tapi, nggak apa-apa deh. Silakan bicara apa saja jika itu melegakan. Aku nggak mau pura-pura ada padahal pikiranku plesir ke tempat lain. Lagian siape gue geto lo. Aku nggak masalah jika ada yang sebal padaku. Maafkan say. Aku nggak marah, apalagi sakit hati. Sungguh.
Aku memang dalam kondisi malesbanget.com soal urusan itu. Aku percaya semuanya akan baik-baik saja. Terima kasih karena dalam situasi begini aku merasa happy always. Aku tetap bisa ketawa, menyanyi, bertanduk, bahkan tak berhenti mengerjai orang. Aku menikmati saat-saat ini. Sekali lagi, maafkan say.
Dokter Kompuku
Kamis ini genap tiga hari aku bekerja di komputer tetangga. Komputer yang sudah lama jadi temanku sakit. Gawatnya kondisi komputer itu makin parah justru setelah dokter mengutak-atiknya. Menyebalkan.
Pekerjaan memang tidak tergangggu. Semua aktivitas berjalan seperti biasa. Tapi, ada yang kurang. Tetap saja nggak enak kalau nggak berhadapan dengan monitor yang selalu menemaniku ini.
Bisa jadi gara-gara di tempat orang lain aku nggak merasakan gempa kemarin. Padahal, teman-teman di ruangan ribut. Aku malah kaget melihat monitor yang sekarang ini bergetar. Ternyata, Yana Julio sedang mengerjaiku.
Sudah jam begini dokter belum juga datang. Padahal, hari ini aku akan lebih lama di kantor. Yeeeeeeeeeeeeee. Jadi pengen nyanyi dokteeeeeer cintakuuuuu, eh maksudnya dokteeeeer kompukuuuu teret teret.
Kamis ini genap tiga hari aku bekerja di komputer tetangga. Komputer yang sudah lama jadi temanku sakit. Gawatnya kondisi komputer itu makin parah justru setelah dokter mengutak-atiknya. Menyebalkan.
Pekerjaan memang tidak tergangggu. Semua aktivitas berjalan seperti biasa. Tapi, ada yang kurang. Tetap saja nggak enak kalau nggak berhadapan dengan monitor yang selalu menemaniku ini.
Bisa jadi gara-gara di tempat orang lain aku nggak merasakan gempa kemarin. Padahal, teman-teman di ruangan ribut. Aku malah kaget melihat monitor yang sekarang ini bergetar. Ternyata, Yana Julio sedang mengerjaiku.
Sudah jam begini dokter belum juga datang. Padahal, hari ini aku akan lebih lama di kantor. Yeeeeeeeeeeeeee. Jadi pengen nyanyi dokteeeeeer cintakuuuuu, eh maksudnya dokteeeeer kompukuuuu teret teret.
"Insight, escape, information, knowledge, inspiration, power. All that
and more can come through a good book." (Oprah Winfrey)
and more can come through a good book." (Oprah Winfrey)
Astronot dalam Hitungan Menit
Siap-siap dengan pakaian astronot. Memegang erat ujung kursi. Meluncur. Suuuuzzzz.
Roket menuju Matahari, si bintang sejati. Presiden republik Galaksi Bima Sakti ini dikeliling sembilan bola raksasa yang disebut planet. Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars yang berada paling dekat dengan bintang terang itu.
Wajah Merkurius bopeng-bopeng dan gelap. Permukaannya penuh kawah bekas hantaman meteor ukuran raksasa. Terus ke Venus. Dewi dalam mitologi Yunani ini penuh gas. Tidak ada kehidupan. Buruan pergi dari planet yang mengelilingi Matahari hanya dalam tempo 224,7 hari ini.
Sekarang giliran Bumi. Asyik. Bumi butuh waktu kitar 365,24 hari. Ternyata 70 persen wilayah Bumi tempat manusia berteduh ini penuh air. Bumi dan dua temannya tadi punya selimut ajaib bernama atmosfer. Meski tipis, lapisan yang membungkus Bumi ini mampu menangkal hantaman meteor dan asteroid yang kurang kerjaan.
Komet dan asteroid yang berseliweran dalam sistem tata surya kita dapat menghantam dan memusnahkan kehidupan di Bumi. Tapi, untunglah, Bumi punya teman yang baik hati, Jupiter. Gaya gravitasi planet raksasa ini begitu gede hingga selalu menarik komet dan asteroid yang berseliweran itu. Komet dan asteroid yang mengebut ini hancur berkeping-keping akibat gaya tarik Jupiter. Jadi, pecahan dua banda angkasa ini tidak lagi berbahaya bagi Planet Bumi. Tapi, ada juga meteor giant yang pernah lolos dan mendarat di bumi. Jika kena kepala manusia, wah-wah, bayangkan saja sendiri.
Eh, jangan ke Jupiter dulu, harus berkunjung ke Mars baru ke Jupiter. Mars si gendut ini penuh dengan karbondioksida sehingga perlu alat bantu pernapasan jika manusia ingin tinggal di sini. Dari Jupiter berlanjut ke Saturnus, planet bercincin yang penuh gas amoniak dan metana. Kemudian meluncur ke Uranus, Neptunus, dan terakhir Pluto. Si kecil Pluto adalah planet yang terjauh dari Matahari jadi paling dingin, brrrrrr. Akhirnya roket kembali ke bumi. Suuuuzzzzz.
"Asyik ya, jadi astronot," kata Moses selesai menyaksikan pertunjukan "Galaksi Kita Bima Sakti" di Planetarium Jakarta. Iya, memang keren. Kalau ada waktu lagi, aku dan Moses akan menjadi astronot lagi dalam gedung dengan empat kubah di Taman Izmail Marzuki, Jakarta Pusat.
Juli ini pertunjukan bertema "Galaksi Kita Bumi Sakti". Ada 320 kursi. Harga tiket masuk untuk perorangan Rp 3.500 buat anak-anak dan Rp 7.000 untuk orang dewasa. Selasa-Jumat pertunjukan dimulai pukul 16.30 WIB. Sedangkan Minggu dan hari libur nasional ada empat kali pertunjukan masing-masing pukul 10.00 WIB, 11.30 WIB, 13.00 WIB, dan 14.30 WIB. Ada juga pertunjukan Multi Media Citra Garda. Tema bulan ini Tata Surya.
Kemarin, aku dan Moses berangkat dari rumah jam 13.00 WIB lebih. Panassss. Kami tiba sekitar 40 menit kemudian. Planetarium adem. Loket baru dibuka jam 17.30 WIB atau satu jam sebelum pertunjukan. Aduhhhhhh.
Jujur saja, saat mengantar Moses ke Planetarium aku sudah menyusun rencana indah. Ya, apalagi kalau bukan tidur dalam ruang pertunjukan. Tapi, ternyata, aku malah tidur-tidur ayam saat menunggu loket dibuka.
Kami sempat makan di kantin di TIM. Tanpa disangka-sangka bertemu Karin, teman lamaku. "Ini Moses yang diblog lo ya," kata dia ketika aku memperkenalkan Moses. Seperti biasa Moses menunjukkan mimik heran.
Dengan gembira aku memperkenalkan Karin pada Moses. "Ini Tante Karin yang sudah ke Pulau Kirin yang ada di Lima Sekawan itu lo." Mata Moses berbinar-binar. Dia memang suka baca Lima Sekawan. Aku juga sudah pernah bercerita tentang Karin yang sudah berkelana ke lokasi yang dipakai Enid Blyton.
Hari yang seru. Kurang tidur nggak apa-apa. Melihat miliaran bintang dan mengetahui secuil tentang Galaksi Bumi Sakti sangat menyenangkan. Kami bahkan sempat setengah jam melihat pameran lukisan tunggal di gedung sebelah.
Ditambah lagi aku bertemu Karin. Aku pernah janji menemuinya setelah dia keluar rumah sakit, tapi nggak pernah ditepati, hiks. Sorry Karince. Tenang, aku pasti akan datang dan mengajak, membujuk, kalau perlu memaksa teman-teman lain untuk reuni, dua pekan lagi, atau dipercepat, ya. Horeeeee!
Siap-siap dengan pakaian astronot. Memegang erat ujung kursi. Meluncur. Suuuuzzzz.
Roket menuju Matahari, si bintang sejati. Presiden republik Galaksi Bima Sakti ini dikeliling sembilan bola raksasa yang disebut planet. Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars yang berada paling dekat dengan bintang terang itu.
Wajah Merkurius bopeng-bopeng dan gelap. Permukaannya penuh kawah bekas hantaman meteor ukuran raksasa. Terus ke Venus. Dewi dalam mitologi Yunani ini penuh gas. Tidak ada kehidupan. Buruan pergi dari planet yang mengelilingi Matahari hanya dalam tempo 224,7 hari ini.
Sekarang giliran Bumi. Asyik. Bumi butuh waktu kitar 365,24 hari. Ternyata 70 persen wilayah Bumi tempat manusia berteduh ini penuh air. Bumi dan dua temannya tadi punya selimut ajaib bernama atmosfer. Meski tipis, lapisan yang membungkus Bumi ini mampu menangkal hantaman meteor dan asteroid yang kurang kerjaan.
Komet dan asteroid yang berseliweran dalam sistem tata surya kita dapat menghantam dan memusnahkan kehidupan di Bumi. Tapi, untunglah, Bumi punya teman yang baik hati, Jupiter. Gaya gravitasi planet raksasa ini begitu gede hingga selalu menarik komet dan asteroid yang berseliweran itu. Komet dan asteroid yang mengebut ini hancur berkeping-keping akibat gaya tarik Jupiter. Jadi, pecahan dua banda angkasa ini tidak lagi berbahaya bagi Planet Bumi. Tapi, ada juga meteor giant yang pernah lolos dan mendarat di bumi. Jika kena kepala manusia, wah-wah, bayangkan saja sendiri.
Eh, jangan ke Jupiter dulu, harus berkunjung ke Mars baru ke Jupiter. Mars si gendut ini penuh dengan karbondioksida sehingga perlu alat bantu pernapasan jika manusia ingin tinggal di sini. Dari Jupiter berlanjut ke Saturnus, planet bercincin yang penuh gas amoniak dan metana. Kemudian meluncur ke Uranus, Neptunus, dan terakhir Pluto. Si kecil Pluto adalah planet yang terjauh dari Matahari jadi paling dingin, brrrrrr. Akhirnya roket kembali ke bumi. Suuuuzzzzz.
"Asyik ya, jadi astronot," kata Moses selesai menyaksikan pertunjukan "Galaksi Kita Bima Sakti" di Planetarium Jakarta. Iya, memang keren. Kalau ada waktu lagi, aku dan Moses akan menjadi astronot lagi dalam gedung dengan empat kubah di Taman Izmail Marzuki, Jakarta Pusat.
Juli ini pertunjukan bertema "Galaksi Kita Bumi Sakti". Ada 320 kursi. Harga tiket masuk untuk perorangan Rp 3.500 buat anak-anak dan Rp 7.000 untuk orang dewasa. Selasa-Jumat pertunjukan dimulai pukul 16.30 WIB. Sedangkan Minggu dan hari libur nasional ada empat kali pertunjukan masing-masing pukul 10.00 WIB, 11.30 WIB, 13.00 WIB, dan 14.30 WIB. Ada juga pertunjukan Multi Media Citra Garda. Tema bulan ini Tata Surya.
Kemarin, aku dan Moses berangkat dari rumah jam 13.00 WIB lebih. Panassss. Kami tiba sekitar 40 menit kemudian. Planetarium adem. Loket baru dibuka jam 17.30 WIB atau satu jam sebelum pertunjukan. Aduhhhhhh.
Jujur saja, saat mengantar Moses ke Planetarium aku sudah menyusun rencana indah. Ya, apalagi kalau bukan tidur dalam ruang pertunjukan. Tapi, ternyata, aku malah tidur-tidur ayam saat menunggu loket dibuka.
Kami sempat makan di kantin di TIM. Tanpa disangka-sangka bertemu Karin, teman lamaku. "Ini Moses yang diblog lo ya," kata dia ketika aku memperkenalkan Moses. Seperti biasa Moses menunjukkan mimik heran.
Dengan gembira aku memperkenalkan Karin pada Moses. "Ini Tante Karin yang sudah ke Pulau Kirin yang ada di Lima Sekawan itu lo." Mata Moses berbinar-binar. Dia memang suka baca Lima Sekawan. Aku juga sudah pernah bercerita tentang Karin yang sudah berkelana ke lokasi yang dipakai Enid Blyton.
Hari yang seru. Kurang tidur nggak apa-apa. Melihat miliaran bintang dan mengetahui secuil tentang Galaksi Bumi Sakti sangat menyenangkan. Kami bahkan sempat setengah jam melihat pameran lukisan tunggal di gedung sebelah.
Ditambah lagi aku bertemu Karin. Aku pernah janji menemuinya setelah dia keluar rumah sakit, tapi nggak pernah ditepati, hiks. Sorry Karince. Tenang, aku pasti akan datang dan mengajak, membujuk, kalau perlu memaksa teman-teman lain untuk reuni, dua pekan lagi, atau dipercepat, ya. Horeeeee!
Una Noche
Sejak masuk malam, aku selalu mendengar lagu yang sama di waktu pagi. DJ Ado memutar lagu ini lebih dari sekali tiap hari. Ini di luar permintaan khusus. Rancak bana. Tidak membosankan. Judulnya Una Noche.
Iya, benar, ini lagu One Night dari The Corrs. Tapi, lagu versi Spanyol di album The Best of The Corrs ini lebih empuk dan lezat. Ada bumbu musik Latin dan suara serak Alejandro Sanz. Aduuuuh jadi lapar :)
Kayaknya lagu ini pas buat Ley deh, he he he. Atau buat kamu, iya, kamuuuu, yang lagi ehem ehemmm. Nggak percaya? Coba dengerin sendiri deh...
Sejak masuk malam, aku selalu mendengar lagu yang sama di waktu pagi. DJ Ado memutar lagu ini lebih dari sekali tiap hari. Ini di luar permintaan khusus. Rancak bana. Tidak membosankan. Judulnya Una Noche.
Iya, benar, ini lagu One Night dari The Corrs. Tapi, lagu versi Spanyol di album The Best of The Corrs ini lebih empuk dan lezat. Ada bumbu musik Latin dan suara serak Alejandro Sanz. Aduuuuh jadi lapar :)
Kayaknya lagu ini pas buat Ley deh, he he he. Atau buat kamu, iya, kamuuuu, yang lagi ehem ehemmm. Nggak percaya? Coba dengerin sendiri deh...
Jeng, Jeng
Lucu saja kalau ada yang memanggilku jeng. Mendengar itu, teong teong, aku langsung membayangkan perempuan dengan rambut disasak gede dengan lampu kelap-kelip. Pletak pletok. Karena lumayan sering disapa jeng--terutama sama Yana Julio o o--, akhirnya aku juga ikut-ikutan memanggil pere-pere lain jeng juga.
Bicara tentang jengs, Senin kemarin, aku, Mar, Lia, dan Ken berencana nonton hemat di PH. Lia dan Mar dulu sama-sama di www.liputan6.com, tapi terbang ke perusahaan lain. Lia sekarang humas di salah satu perusahaan pertambangan dan mar jadi penulis. Lia yang punya ide menyatukan jengs dengan nonton bareng pukul 21.15 WIB. Kami janjian ketemu di kantor.
Lia sudah stand by jam setengah sembilan, kemudian Mar menyusul. Aku sampai kantor jam 21.05. Soalnya harus menunggu adikku pulang dulu. Nanti Moses sendirian di rumah.
Aku ketemu Mar dan Lia di Hokben, tujuh menit kemudian. Ken datang belakangan. Gadis berseragam ini baru mendonorkan darah buat orang sakit. Jadilah acara nomat gagal total.
Sebenarnya nomat nggak penting. Kami memang pengen ketemu untuk membahas, hmmm, sesuatu yang berhubungan dengan bersenang-senang. Ternyata semua haus hiburan. Aku nggak mau cerita dulu rencana kita itu. Nanti saja kalau sudah jalan.
Pertemuan itu membuat kami bersemangat. Besoknya masing-masing mulai sibuk browsing sana-sini. Mencari informasi, banyak bertanya, dan saling mengirim email. Kami makin sering menyapa, "Jeng, jeng..." Ibu-ibu arisan banget deh :)
Lucu saja kalau ada yang memanggilku jeng. Mendengar itu, teong teong, aku langsung membayangkan perempuan dengan rambut disasak gede dengan lampu kelap-kelip. Pletak pletok. Karena lumayan sering disapa jeng--terutama sama Yana Julio o o--, akhirnya aku juga ikut-ikutan memanggil pere-pere lain jeng juga.
Bicara tentang jengs, Senin kemarin, aku, Mar, Lia, dan Ken berencana nonton hemat di PH. Lia dan Mar dulu sama-sama di www.liputan6.com, tapi terbang ke perusahaan lain. Lia sekarang humas di salah satu perusahaan pertambangan dan mar jadi penulis. Lia yang punya ide menyatukan jengs dengan nonton bareng pukul 21.15 WIB. Kami janjian ketemu di kantor.
Lia sudah stand by jam setengah sembilan, kemudian Mar menyusul. Aku sampai kantor jam 21.05. Soalnya harus menunggu adikku pulang dulu. Nanti Moses sendirian di rumah.
Aku ketemu Mar dan Lia di Hokben, tujuh menit kemudian. Ken datang belakangan. Gadis berseragam ini baru mendonorkan darah buat orang sakit. Jadilah acara nomat gagal total.
Sebenarnya nomat nggak penting. Kami memang pengen ketemu untuk membahas, hmmm, sesuatu yang berhubungan dengan bersenang-senang. Ternyata semua haus hiburan. Aku nggak mau cerita dulu rencana kita itu. Nanti saja kalau sudah jalan.
Pertemuan itu membuat kami bersemangat. Besoknya masing-masing mulai sibuk browsing sana-sini. Mencari informasi, banyak bertanya, dan saling mengirim email. Kami makin sering menyapa, "Jeng, jeng..." Ibu-ibu arisan banget deh :)
Penghiburan
Begitu tiba di Jakarta, Lisa yang pertama menemuiku. Bakat oma-oma galaknya keluar mendapati aku sedang beres-beres rumah. Padahal, debu di lantai begitu tebal. Daun bambu keberuntunganku juga banyak yang menguning. Daun sirih merah juga kekeringan. "Kamu harus istirahat dan banyak makan. Kamu masih perlu waktu untuk penghiburan." Hmmm pantas dia bawa makanan dan buah.
Meibi datang tak lama kemudian. Mereka meminta aku bercerita rinci tentang Bapa. Aku jadi ingat Angela, sepupuku. Ketika bersama dia beberapa hari setelah Papanya meninggal, cewek berambut keriwil ini mengaku khawatir bertemu teman-teman SD-nya. "Nanti teman-teman pada nanyain Papa, nanti aku nangis," kata dia. Waktu itu aku bilang, "Menangis saja, nggak apa-apa."
Jadilah kami bercerita. Meibi sempat menangis melihat foto-foto yang aku bawa. Waktu pertama kali mendengar kabar Bapa tidak sadarkan diri Me, Lisa, dan Kak Ida yang aku kontak.
Kak Ida menelepon setelah berdoa untukku dan benar-benar menguatkan aku. Malam sebelum aku pergi, Lisa meneleponku lama. Dia pesan macam-macam. ""Hmmm puasa Non, aku juga puasa di sini," kata Lisa beberapa saat sebelum menutup telepon. Mebi sempat ke rumah sebelum aku pulang. Mereka benar-benar memberiku penghiburan.
Tak terhitung orang yang memberi kami penghiburan. Terima kasih, ya. Bahkan Yana yang sedang teler karena hamil muda juga meneleponku di rumah. Juga Pak Khun :) Banyak yang belum sempat aku kabari. Aku hanya memberitahu mereka yang namanya tersimpan di HP saja. Maafkan ya. Karena itu sampai sekarang aku masih menerima pesan tanda dukacita.
Sabtu kemarin Wulan, Moses, dan Nera menginap di tempatku. Begitu bertemu, Hani, istri Abangku, langsung menciumku. "Ada apa?" kataku. Maafkan. Reaksiku menghadapi kematian sering error. Aku bahkan lebih senang tertawa, diam, atau mengurusi masalah lain, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Kematian membuat kami semakin dekat dengan banyak orang. Membuat hubungan yang jauh atau bahkan terputus kembali erat. Aku menemukan "Bapa-Bapa" baru. Kehadiran, pelukan, ciuman, kata-kata, belaian, dan usapan yang datang dari berbagai arah menghibur dan menguatkan kami. Kami tidak sendirian.
Wulan, Moses yang sedang liburan, dan Nera berjanji akan menginap selama aku masuk malam. Kemarin, Wulan dan Nera memutuskan untuk pulang ke Bogor. Moses? Dia memelukku erat-erat dan mengatakan mau liburan di tempatku.
Aku baru sadar, beberapa pekan sebelum Bapa meninggal aku kerap meminta penghiburan dari Tuhan. Dalam sehari bisa sampai tiga kali aku memohon. "Tuhan tolong dong, hibur aku, aku butuh penghiburan." Aku terlalu cengeng dan ingin terus-terusan dihibur. Ada apa-apa bawaannya menangis terus minta penghiburan.
Sekarang aku malah tidak sempat merengek-rengek minta penghiburan dari Tuhan. Karena penghiburan mengepung kami dari berbagai penjuru. Terima kasih banyak, Tuhan.
Begitu tiba di Jakarta, Lisa yang pertama menemuiku. Bakat oma-oma galaknya keluar mendapati aku sedang beres-beres rumah. Padahal, debu di lantai begitu tebal. Daun bambu keberuntunganku juga banyak yang menguning. Daun sirih merah juga kekeringan. "Kamu harus istirahat dan banyak makan. Kamu masih perlu waktu untuk penghiburan." Hmmm pantas dia bawa makanan dan buah.
Meibi datang tak lama kemudian. Mereka meminta aku bercerita rinci tentang Bapa. Aku jadi ingat Angela, sepupuku. Ketika bersama dia beberapa hari setelah Papanya meninggal, cewek berambut keriwil ini mengaku khawatir bertemu teman-teman SD-nya. "Nanti teman-teman pada nanyain Papa, nanti aku nangis," kata dia. Waktu itu aku bilang, "Menangis saja, nggak apa-apa."
Jadilah kami bercerita. Meibi sempat menangis melihat foto-foto yang aku bawa. Waktu pertama kali mendengar kabar Bapa tidak sadarkan diri Me, Lisa, dan Kak Ida yang aku kontak.
Kak Ida menelepon setelah berdoa untukku dan benar-benar menguatkan aku. Malam sebelum aku pergi, Lisa meneleponku lama. Dia pesan macam-macam. ""Hmmm puasa Non, aku juga puasa di sini," kata Lisa beberapa saat sebelum menutup telepon. Mebi sempat ke rumah sebelum aku pulang. Mereka benar-benar memberiku penghiburan.
Tak terhitung orang yang memberi kami penghiburan. Terima kasih, ya. Bahkan Yana yang sedang teler karena hamil muda juga meneleponku di rumah. Juga Pak Khun :) Banyak yang belum sempat aku kabari. Aku hanya memberitahu mereka yang namanya tersimpan di HP saja. Maafkan ya. Karena itu sampai sekarang aku masih menerima pesan tanda dukacita.
Sabtu kemarin Wulan, Moses, dan Nera menginap di tempatku. Begitu bertemu, Hani, istri Abangku, langsung menciumku. "Ada apa?" kataku. Maafkan. Reaksiku menghadapi kematian sering error. Aku bahkan lebih senang tertawa, diam, atau mengurusi masalah lain, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Kematian membuat kami semakin dekat dengan banyak orang. Membuat hubungan yang jauh atau bahkan terputus kembali erat. Aku menemukan "Bapa-Bapa" baru. Kehadiran, pelukan, ciuman, kata-kata, belaian, dan usapan yang datang dari berbagai arah menghibur dan menguatkan kami. Kami tidak sendirian.
Wulan, Moses yang sedang liburan, dan Nera berjanji akan menginap selama aku masuk malam. Kemarin, Wulan dan Nera memutuskan untuk pulang ke Bogor. Moses? Dia memelukku erat-erat dan mengatakan mau liburan di tempatku.
Aku baru sadar, beberapa pekan sebelum Bapa meninggal aku kerap meminta penghiburan dari Tuhan. Dalam sehari bisa sampai tiga kali aku memohon. "Tuhan tolong dong, hibur aku, aku butuh penghiburan." Aku terlalu cengeng dan ingin terus-terusan dihibur. Ada apa-apa bawaannya menangis terus minta penghiburan.
Sekarang aku malah tidak sempat merengek-rengek minta penghiburan dari Tuhan. Karena penghiburan mengepung kami dari berbagai penjuru. Terima kasih banyak, Tuhan.