<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d6496619\x26blogName\x3d-::+L+O+V+E+will+S+E+T+you+F+R+E+E::\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://tinneke.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://tinneke.blogspot.com/\x26vt\x3d-6149671454343776068', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
Wednesday, September 27, 2006
Wulan Tua

Sejak pagi aku dan Neni, adikku, janjian misa bareng jam 17.30 WIB. Ketika siang Ronny, adikku, memastikan akan ikut. Aku lagi nggak enak bodi dan seharian di rumah bersama Moses kecilku.

Ketika dalam perjalanan ke gereja, Ronny mengirim SMS. Dia tidak bisa ikut dan mau misa di gereja terdekat. Aku dan Moses ke gereja lebih awal. Di dalam gereja, Moses jalan ke sana ke mari. Dia selalu senang duduk di tempat berlutut dan sebentar-sebentar tiarap dan bergumam nggak jelas. Biarkan saja.

Aku seperti mencium harum minyak rambut yang biasa Bapa pakai. Aku benar-benar kangen. "Ne kenapa?" Moses sudah ada di sampingku dan memegang tanganku. "Sssstttt Ne, lagi berdoa," kataku. Moses juga ikut menutup mata.

Sampai misa selesai Neni nggak muncul juga. Padahal, aku ingin kami misa bareng hari ini. Di saat-saat seperti begini, aku selalu ingin ditemani. Dan, seperti biasa, Moses kecilku yang ada di sampingku.

Neni pulang ketika aku sedang makan. Asyik, aku bisa membagi nasiku. Tapi, dia bilang sudah makan. "Baguskan kakakku sayang, kamu perlu makan yang banyak," kata Neni. Wah dia memancing-mancing nih.

"Katanya mau misa bareng. Ini kan 100 hari Bapa," kataku.

"Iya, gue juga tahu, gue udah berdoa tadi pagi. Gue nggak ikut misa karena lagi di Kelapa Gading." Naga-naganya dia marah tuh. Aku kenapa sih. Neni kan punya urusan sendiri. Tanpa sadar mataku menatap foto Bung Romeo Charlie. Dia tersenyum. Uhhhh.

Aku sedang membaca ketika bunyi pintu depan sedang dibuka. Ronny pulang. Akhirnya, setelah hampir seminggu lupa rumah. Aku cepat-cepat ke kamar dan memberi kode agar semuanya pura-pura tidur. Moses yang lagi asyik di depan komputer segera bersembunyi di samping lemari pakaian. Neni yang juga sedang membaca pura-pura tidur.

Ronny masuk kamar. "Wah semuanya tidur," kata dia dan berlalu.

Setelah Ronny pergi kami bangun dan berkali-kali memberi kode agar Moses tidak bicara. Tapi si kecil itu memang tidak bisa bicara pelan. Ronny masuk. "Aku sudah tahu kalian pura-pura tidur. Apalagi dengan suara anak kecil bilang sana, sana. Itu pasti Moses."

Ronny mendekatiku dan mengatakan dia misa di gereja dekat PMKRI. Hmmmm. Ronny jauh-jauh datang untuk itu. "Ne baik-baik kan?" kata dia. Dia pergi lagi dan janji mau kembali Minggu.

Aku egois banget. Kasihan adik-adikku. Masak harus bilang padaku bahwa mereka sudah misa dan mendoakan Bapaku. Please deh. Seolah-olah Bapa itu milikku seorang. Mereka juga kehilangan seperti aku. Tapi, aku masih saja perlu dihibur. Grow up Non. Pantas Ronny kadang-kadang memanggilku Wulan tua. Tapi, aku memang sedihhhhhhh.

Sunday, September 24, 2006
Charger Kasih


Kemarin rombongan Bogor menginap di tempatku. Aku sedang bertemu teman ketika mereka datang. Padahal, aku menunggu mereka sampai lupa jam dan agak telat bertemu temanku. Begitu mereka sampai, Neni sms dengan pesan: "Buruan!!!!"

Dalam perjalanan pulang, teleponku berdering. "Ne sudah di mana? Kenapa lama? Itu suara apa yang berisik? Kami menunggumu. Jangan lupa es krim." Moses dan Wulan bergantian bicara. Ternyata busku mengambil jalan pintas jadi aku musti turun cukup jauh dari tempat perhentian.

Jangan marah, Non. Senyum. Semangat. Seperti serdadu yang gembira namanya nggak ada dalam daftar pengiriman pasukan, aku berjalan kaki ke rumah. Singgah sebentar beli soda dan es krim.

Di ujung jalan ketemu Tasya, Eby, dan Tia. Sekalian aku mengajak mereka pesta es krim. Ternyata mereka sudah ketemu Wulan, Moses, dan Nera.

Nera dan Wulan panik membuka pintu. Bruk. Wulan memelukku. Makin gendut dia. Nera memelukku sambil bicara dengan suara kecilnya. "Nera sayang Ne." Gedebuk dari lantai atas. Moses buru-buru menuruni tangga. "Neeeeeeeeeeeeeeee." Rusuh. Tia, Eby, dan Tasya nggak berhenti tertawa. Neni pergi ke rumah temannya.

Pesta es krim selesai. Waktu untuk menyanyi. Aku, Hani, Wulan, Moses, dan Nera menyanyi di ruang tamu. Kami menyanyi lagu kesayangan Opa. Sisa hiduku ini kuserahkan buat Tuhaaaannnn.

Kemudian lomba menyanyi dengan hadiah duit Rp 5.000. Lagu wajib Bapa Yang Kekal. Moses yang pertama menyanyi. Dia harus dua kali mengulang karena Ne masih kagok pindah kunci.

Tetangga baru kami, yang juga saudara, mengetuk pintu. Ikut bernyanyi. Dia juga sudah lama tidak bertemu dengan tiga ponakanku itu. Suasana rada berubah. Wulan malu. Moses naik ke atas. Nera menyanyi pelan Domba Kecil. Setelah tetanggaku pergi, kami kembali bernyanyi.

Aku dan Hani bercerita dan pindah ke atas. Cerita berhenti ketika Abangku datang. Hani dan kekasihnya itu keluar beli makan. Akhirnya saat-saat yang ditunggu tiba. Aku bisa bersama-sama tiga kucingku yang sangat lucu.

Waktu bermain kuiz Alkitab. Seperti biasa Moses mengumpulkan nilai tertinggi. Pertanyaan berhenti, Nera akan menghibur kami dengan lagu Domba Kecil (lagi).

"Nera kok nggak ikut, Nera bisa bahasa Inggris binatang."

"Oke, kita berikan pertanyaan pada Nerataga. Kucing bahasa Inggrisnya?"

Nera tersenyum lebar. Matanya berbinar-binar. Percaya diri. Nera menjawab kencang: "Dooooooooooog!"

Teleponku berdering. "Ne bisa pindah ke tempat yang lebih tenang, suara anak-anak masuk," kata Marta. Aku ke kamar. Berapa lama kemudian, Moses sudah ada di tempat tidur. Senyum-senyum. Wulan juga. Nera juga. Mereka bertiga mewarnai di kamar.

Aku masih bicara di telepon. Moses ke tempat tidur lagi. Berusaha ikut mendengarkan pembicaraan. Nera juga, duduk di sisi kiriku. Nera bahkan sempat bicara dengan Tante Marta. Telepon beberapa kali putus karena koneksi buruk. Ketika telepon kembali mati, Moses mengambil HP-ku. Telepon berdering lagi dan kami kembali bicara. "Tantenya cerewet banget, nggak berhenti telepon," kata Moses. Akhirnya kami berhenti bicara, karena koneksinya buruk dan please gue lagi sama tiga kucingkuuuuu.

Kami makan. Setelah kenyang dan kelihatan capek, satu per satu kucing aku giring ke kamar mandi. Sikat gigi, bersih-bersih, ganti baju tidur, bedakan. Moses sisiran sampai kacanya mau muntah (kali). Nera manis sekali. Dia mau berhenti mewarnai, ketika aku minta dia berdoa. Aku tahu sebentar lagi dia akan tidur. "Ne, Nera ngomong apaan sih," kata Wulan yang memperhatikan bibir mungil Nera komat-kamit dengan sepuluh jari bertautan erat.

Tak lama kemudian, Wulan dan Moses perang. Nggak jelas kenapa. Wulan menyembunyikan wajahnya di balik bantal di karpet. Moses menangis keras masuk kamar. Aku tetap memperhatikan Nera menggambar. Hani ke kamar menghibur Moses. Tidak berapa lama aku masuk kamar. Mata Moses terpejam. Aku tahu dia belum tidur. "Buka matanya Ne, Moses belum tidur tuh," kata Wulan. Benar Moses belum tidur. Dia bangun dan berdoa. Kemudian memegang tanganku dan tidur. Wulan tidur di samping kiriku memegang tanganku yang lain. Wulan tidur nggak berdoa. Aduhhhhh aku malas ke kantoorrrrrrr.

Aku belum bilang, kuiz tadi juga ada hadiah. Moses mengumpulkan nilai 36, Wulan 21, dan Nera 15 angka. Nera cuma menjawab tiga pertanyaan dan aku memberi dia nilai lima untuk setiap jawaban yang benar. Mau tahu hadiahnya? Cium Ne sebanyak angka yang dikumpulkan :) Sangat menyenangkan.

Terima kasih Tuhan untuk hari ini.
Terima kasih Tuhan untuk keponakan-keponakan kesayanganku.
Aku mengasihi mereka sangat, tapi aku tahu semua itu tak ada apa-apanya dengan kasih-Mu pada mereka.
Terima kasih Tuhan untuk charger-charger cintaku. Bantu aku menjadi charger kasih bagi mereka juga bagi siapa saja.
Terima kasih Tuhan untuk Sabtu yang penuh cinta ini, amin.

"I didn't get my first show until I was 45. If I could tell you
anything, I would tell you that you have time."
Agnes Martin

Thursday, September 21, 2006
Blog

"Kok saya belum pernah ditulis di blog?" kata salah satu teman. Yeeeee.

Rupanya dia baik padaku karena ada motif. Nggak duga. Kalau ketemu dia baik banget. Bilang selamat pagi, siang, sore, malam atau Tina dengan nada rendah. Sering menawarkan kopi atau teh. Terakhir aku bersemangat menyambut tawarannya saat ingin sarapan. Yaaaaaa, kok gorengaaaaan. Aku menolak dong. "Gimana kalo roti O`Lala," kataku mengedipkan mata.

Nggak. Nggak. Temanku itu baik kok. Dia tinggi gede dan cakep. Pokoknya segalanya deh. (Puasssss?) Iya, aku sengaja nggak menulis namanya. Nanti yang lain minta juga hahahahha. (Marah?)

Belakangan aku sering diledek soal blog. Jika sedang seru cerita atau tertawa bareng sering ada yang menyeletuk: "Ntar masuk blog tuh." Kenapa emang? Sirik banget sih lo pade.

Nggak. Nggak. Teman-temanku baik hati dan tidak sombong semua. Mereka memang senang bercanda. Memang harus begitu. Bayangkan kalau kerja serius terus. Kusut.

Ya, mau bagaimana lagi. Terima aja olokan. Aku juga suka mengusili mereka. Sering malah. Kalau tidak iseng sehari saja, rasanya ada yang kurang.

Tapi memang tidak semua hal mau aku ceritain di blog. Aku punya dua diari di rumah. Yang buku pinky baru dua hari silam aku tulis. Pinky yang satu lagi nggak jelas keluyuran ke mana. Di tasku ada buku catatan kecil yang selalu jadi teman.

Jadi blog bukan satu-satunya tempatku bercerita. Yang pasti blog adalah sobat belajar menulis yang paling te o pe. Aku menulis sembarang tema. Tapi, aku ogah menulis tentang berita yang jadi makananku sehari-hari. Jika idenya dari cerita orang lain, aku pasti minta izin dahulu dan meramu dengan caraku. Aku juga nggak bisa menulis atas pesanan atau permintaan khusus. Maaf-maaf saja. Begitu sekarang, nggak tahu besok. Kedip-kedip mata.

Sunday, September 17, 2006
Nasihat Kasur

Aku dan Neni baru saja mendengar cerita sedih tentang masalah pernikahan salah satu teman dari Bu Sop yang biasa datang sekali sepekan untuk menyetrika pakaian. Saya tidak akan berbagi tentang masalah itu. Biar itu menjadi cerita kami saja.

Tapi, masalah dalam perkawinan pasangan muda ini mengingatkan aku pada cerita Mamaku tentang nasihat dari salah satu tantenya, sebut saja, Mami. Mamaku cerita salah satu resep awet pernikahan Mami dan suaminya. Pasangan ini sudah menikah mungkin hampir memasuki tahun yang ke-40.

Saat pertama kali menikah, Mami menderita karena ternyata suaminya hanya bisa tidur di atas kasur yang keras. Sedangkan Mami sudah terbiasa tidur di kasur yang empuk alias tidak ful kapuk.

Sambil mendengar Mamaku cerita, aku berpikir sendiri. Hmmm pasti Mami perlahan berubah dan mulai terbiasa tidur di kasur yang keras. Tapi, dugaanku salah besar.

Waktu itu pasangan ini masih sama-sama berstatus mahasiswa di Jogja. Jadi pikiran untuk membeli kasur tambahan tidak mungkin. Boro-boro belanja kasur, mereka harus hemat agar bisa bertahan hidup.

Mami menemukan cara lain agar bisa tidur tanpa mengganggu kebiasaan suaminya. Dia mengeluarkan kapuk sedikit demi sedikit kemudian menutup kembali tambalan kasur. Ini dilakukan nyaris setiap hari. Butuh waktu tahunan.

Cukup lama juga buat Mami yang tampak tomboi ini untuk rebah di atas kasur "keras". Namun, itu bukan masalah besar. Apalagi, suaminya sama sekali tidak sadar bahwa perlahan-lahan dia hidup dalam kebiasaan baru: tidur di kasur empuk sampai sekarang.

Neni sampai ternganga mendengar ceritaku. Rupanya, Mama belum menceritakan nasihat kasur ini pada dia. Dan, aku berbagi lagi banyak cerita yang aku dengar dari Mama.

Mama memang sering menceritakan banyak hal padaku. Termasuk kesedihan dan kebenciannya. Juga tentang masalah suami istri. Dahulu aku sering prote pada Mama. "Mama aku ini anak-anak," kataku suatu kali. "Mama harus cerita ke siapa lagi," kata Mama.

Tapi setelah bertambah umur aku makin terbuka. Banyak cerita Mama yang menjadi peganganku untuk menghadapi dan menilai suatu persoalan. Dari cerita Mama tentang nasihat kasur ini misalnya, aku belajar tentang cinta, usaha, dan kesabaran untuk mengubah kebiasaan seseorang tanpa paksaan. Saking lembutnya, orang yang bersangkutan tidak sadar bahwa dia sudah hidup dalam kebiasaan baru. Benar-benar nasihat yang memberkati.

Wednesday, September 13, 2006
Sembilan ke Lima

Ini hari pertama aku kerja dengan jadwal "normal". Masuk pagi jam sembilan dan balik pukul lima sore teng. Ternyata tidak seindah yang aku bayangkan.

Pekan ini aku mulai bekerja dengan jadwal tiga sif. Aku masih bingung sih. Kemarin aku pikir kerja pagi dari jam 02.00 WIB sampai 09.00 WIB. Seperti biasa aku ke kantor jam sepuluh malam lebih. Dan, sampai di kantor baru sadar, aku salah. Padahal, sudah telanjur absen. Duh.

Mulai deh melihat-lihat hal positif. Aku bisa membalas dan mem-forward e-mail. Kalau balik jalanan lengang. Aku bisa makan pecel ayam di warung di pinggir jalan di dekat rumah. Aku bisa nonton film lagi dan lagi. Apalagi ya...

Ketika balik, mas-mas pecel ayam sudah berbenah, jualan mereka laris rupanya. Baguslah. Aku juga nggak lapar-lapar amat. Tidur deh.

Sekarang aku menunggu jam pulang. Bukannya minta yang sulit-sulit, tapi kok hari ini seperti nggak ada tantangan, ya. Hiks.

Tuesday, September 05, 2006
"Could we change our attitude, we should not only see life differently,
but life itself would come to be different." --Katherine Mansfield

Saturday, September 02, 2006
Sayang-Sayang

Dalam perjalanan pulang setelah bertemu Judith, Selasa silam, aku ingat dua adikku, Neni dan Ronny. Aku nggak pernah jalan bareng, bahkan untuk sekadar makan di mal. Sekali dua kali mereka pernah protes. "Kalau sama Moses, Wulan, Nera saja, ke mana juga mau, sama kita pelit," kata mereka. Yeeeee, apaan sih.

Memang aku jarang jalan bareng dengan mereka. Lebih sering pergi dengan Neni, tapi memang aku lebih sering bersama tiga kucingku itu. Kalau jalan bertiga, aku, Ronny, dan Neni hampir jarang. Apa tidak pernah ya? Lupa tuh.

Sebenarnya kita sudah sering janjian untuk jalan bersama. Tapi, pas hari H buyar. Entah karena aku nggak bisa, atau Neni, atau Ronny. Begitu terus. Jadilah kita jarang punya waktu untuk bersama-sama.

Sekali-kali aku mengajak mereka tanpa rencana. Tapi, tetap saja, hanya salah satu dari adikku yang datang. Ronny selalu punya alasan. Dia memang sibuk dengan PMKRI. Sebagai pemandu sorak utama dia berorganisasi, aku harus siap dong menerima risiko.

Tapi setelah aku pikir kembali, aku baru sadar bahwa kita beberapa kali jalan bareng. Bukan untuk belanja atau makan-makan sih. Hmmm, ternyata, kami pergi sama-sama hanya untuk kegiatan yang tak jauh-jauh dari doa :) Mamaku yang senang.

Pernah sekali waktu selesai berdoa di Jagakarsa, Jaksel, aku dan Neni bercerita. Kak Ida, sepupuku, rupanya tertarik melihat kita. Kata Kak Ida, kita seperti teman lama. "Kayak nggak pernah ketemu," kata Kak Ida.

Memang. Meski tidur satu kasur, kita kayaknya nggak pernah puas berbagi cerita. Beberapa kali aku dan Neni juga aku dan Rony bercerita sampai pagi. Saat masuk malam, godaan untuk tidak masuk kerja besar banget. Berkali-kali aku terlambat karena nggak mau beranjak dari mereka. Tak jarang mereka menyetel muka memelas. "Tak usah ke kantor ajaaa, kayaknya loe pucat deh," begitu salah satu rayuan maut mereka. Sebaliknya mereka lebih tegas, mau meninggalkan aku saat harus pergi. Curaaaaang.

Kemarin kami jalan bareng lagi. Rony mengajak salah satu temannya. Lagi-lagi kita pergi untuk doa bersama. Setelah itu, Rony dan temannya ke Blok M, Neni ke rumah, dan aku ke kantor. Pasti sebentar di rumah, kita akan bercerita panjang lagi.

Kami memang selalu terbuka, mendukung, dan tak sungkan mengkritik. Kalau Neni sebal pada Rony aku yang jadi penengah. Kalau Ronny nggak senang cara Neni, aku yang jadi juru bicara. Kalau aku yang kesal sama Rony, Neni yang sering jadi penyambung lidahku. Kalau aku sebal pada Neni, langsung dong melabrak dia.

Kita sering bertengkar dan marahan. Soalnya, aku sering banget jadi nenek sihir. Kalau melihat rumah berantakan, ting ting, taringku muncul sendiri. Kadang-kadang kami beradu mulut. Tapi, sering mereka mengalah padaku. Mungkin mereka ingat pesan Mamaku, bahwa aku kakak. Enaknya jadi kakak hehehe. Meski begitu aku tahu kami saling menyayangi. Buktinya sederhana: satu per satu selalu bilang kangen bila tidak berjumpa satu sama lain.

Beberapa kali kami pernah bertengkar di depan Wulan, Moses, dan Nera. Namun, kami sering cepat sadar--di depan mereka saja--dan saling memberi kode untuk pura-pura berkelahi. Dan, akhirnya malah jadi adegan komedi. Moses pasti akan mendukungku, ikut-ikut meninju Neni atau Ronny. Sedangkan Wulan lebih banyak tertawa. Nera lain lagi. Dia bergantian memukuli aku atau Neni atau Ronny. Dan, berkali-kali dia menghardik dengan mata melotot. "Heiiiiii, adik kakak itu harus sayang-sayang tau!"

home

my book
It's my first book!
messages
Name :
Web URL :
Message :


archives
February 2004
March 2004
April 2004
May 2004
June 2004
July 2004
August 2004
September 2004
October 2004
November 2004
December 2004
January 2005
February 2005
March 2005
April 2005
May 2005
June 2005
July 2005
August 2005
September 2005
October 2005
November 2005
December 2005
January 2006
February 2006
March 2006
April 2006
May 2006
June 2006
July 2006
August 2006
September 2006
October 2006
November 2006
December 2006
January 2007
February 2007
March 2007
April 2007
May 2007
June 2007
July 2007
December 2007
January 2008
February 2008
May 2008
July 2008
August 2008
November 2008
January 2009
February 2009
March 2009
August 2009
October 2009
April 2011
June 2011
July 2011
November 2011
December 2011
April 2012
June 2012
November 2013
December 2014

links
Detik
Desa-Pelangi
Tempo
Kompas
Liputan6
Journey
Christian Women

resources
Tagboard
Blogger
Google
SXC
HTML
Haloscan
Gettyimages

hit counter
Free Web Counter

BlogFam Community