<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d6496619\x26blogName\x3d-::+L+O+V+E+will+S+E+T+you+F+R+E+E::\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://tinneke.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://tinneke.blogspot.com/\x26vt\x3d-6149671454343776068', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
Wednesday, February 23, 2005
Ratu Kwartet


Ratu Kwartet. Begitu kami menjuluki Wulan, yang baru berumur 7 tahun 17 Februari silam. Yang ada di pikirannya memang cuma main kwartet atau kartu bergambar. Pulang sekolah main kwartet. Sebelum buat pekerjaan rumah main kwartet. Sebelum makan, mau mandi, bahkan sebelum tidur. Bermain kwartet bisa berjam-jam. "Daripada Wulan main di luar," begitu kata dia ketika ditegur terlalu banyak menghabiskan waktu dengan bermain kwartet. Benar juga dia.

Kami punya tiga seri kwartet. Ada kwartet Pedang Roh, Perjanjian Lama, dan campuran Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama. Kwartet campuran Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama yang dipakai sekarang itu adalah kwartet kedua. Yang pertama sudah rusak berat. Wulan sengaja menandai beberapa kartu dengan spidol, krayon, pensil, dan ada yang sengaja disobek. Dengan begitu dia bisa leluasa meminta kartu ke lawannya.

Ratu Kwartet biasa bermain dengan Moses, Pangeran Kwartet. Ketika bermain, banyak istilah lucu berseliweran. Jika tidak ada kartu mereka mengatakan oh no, my baby--kata-kata ini ditiru dari film Baby Genius--,ora ono, atau banyak sekali bunyi-bunyian dari mulut yang tidak jelas.

Permainan ini memang menyenangkan, sangat menyenangkan malah. Mereka jadi belajar membaca benar. Sebab, salah baca berarti kesempatan untuk meminta kartu pada lawan lewat. Permainan ini juga sekaligus untuk memperkenalkan mereka pada tokoh-tokoh Alkitab, peristiwa-peristiwa dalam Kitab Suci, serta sejumlah ayat. Khusus dalam seri Pedang Roh misalnya, kami belajar Firman soal melawan kebohongan, melawan iri hati, melawan omongan kotor, dan masih banyak lagi.

Bermain kwartet juga harus pakai strategi. Tak jarang kami sengaja meminta kartu yang ada di tangan untuk mengecoh lawan. Belum lagi dengan lirak-lirik kartu yang kerap bikin ada yang menangis. Ada kubu-kubuan. Tak jarang di antara kami berkongsi saling memberi kode untuk memberitahu kartu masing-masing.

Gambar kwartet lucu-lucu. Daud misalnya berambut keriting, begitu juga dengan Ester. Matanya tokoh-tokoh Alkitab ini bermata segede Dora the Explorer. Warnanya juga cerah sehingga menarik. Moses sering tertawa sendiri melihat gambar-gambarnya dan senang melihat gambar Rut--dalam salah seri Tokoh Wanita.

Waktu kecil aku punya beragam koleksi kwartet. Mulai dari tokoh dongeng Walt Disney hingga artis pop. Tapi, kegembiraan bermain dengan Ratu dan Pangeran Kwartet beda. Bisa jadi karena itu, aku jarang menolak diajak bermain. Bahkan, selalu mengajak mereka bermain. Sebab, ajakan itu pasti dijawab dengan senyum lebar tertahan dan mata berbinar-binar.

Kwartet lebih seru kalau dimainkan empat orang. Kadang-kadang Ratu dan Pangeran bermain dengan mama dan bapaknya. Tapi, kebanyakan permainan ini dimainkan berdua saja. Yang pasti tokoh utamanya ya, Ratu dan Pangeran Kwartet.

Sebenarnya bermain berdua lebih lama. Sudah begitu, tangan kecil Ratu dan Pangeran terlihat keberatan dengan tumpukan kartu. Maklum satu permainan ada 12 seri yang masing-masing terdiri dari empat kartu. Tak jarang, mereka masih tetap meminta meski sudah mengumpulkan empat kartu. Kesalahan kecil inilah yang selalu meramaikan permainan.

Hari Minggu kemarin kami ke Bogor, Jawa Barat, melihat rumah baru Ratu dan Pangeran Kwartet. Dalam perjalanan pulang naik bus, kami bermain kwartet. Jangan ditanya deh soal berisiknya. Moses yang duduk di bangku depan harus berdiri menghadap aku, Wulan, dan Jenny, adikku, yang duduk di kursi belakangnya. Permainan ini membuat Wulan lupa pada penyakit mualnya saat naik bus. Perjalanan terasa begitu cepat.


Wulan memang Ratu Kwartet. Dia hampir menghafal semua seri. Kadang-kadang kami memang sengaja menghafal masing-masing kartu. Seri 5 + 2 = 5000 misalnya, terdiri dari a. Yesus mengajar; b. lima roti dan dua ikan; c. Yesus memberkati; d. sisa 12 bakul. Saking kesengsemnya, permainan kartu bergambar ini sampai terbawa mimpi. Suatu kali dia mengigau, "Wulan minta Yusuf: di penjara, dimasukkan sumur, dan berjubah baruuuu."


Friday, February 18, 2005
One Fine Day
By Bisi ADeleye-Fayemi



One fine day I shall walk with my head held high
My back ever so straight
My strides long and purposeful

One fine day
As I take my walk
My hips will swing form left to right
With absolutely no thought of cellulite
MY breast will have a dose of sanity
And disobey the laws of gravity
I will carry a huge bag full of everything I need
For work, for play and for looking good
Everything, that is,
Except money
But who cares?

For on this fine day
I will not be alone
I will be walking with those of us who do not care
About being a size four, fourteen or forty
About being eighteen, eighty or eighty-nine,
With those who are not bothered
About the difference between Somalia and Somaliland
Nor the distance between Cape Verde and Cape Town

Yet they know about dreams and visions
They know about hopes and aspirations
They know that if you work hard enough
Think big enough
Dream large enough
And live long enough
Dreams do come true
And visions do come to life
And that we don't have to die
Before we go to heaven

On this fine day I will walk,
Hips swinging
Bag full of this and that
My body responding to the warm caress of the sun
And even if it is cold
The joy I will feel inside will keep me warm
I will walk free of all the symbols and signifiers that tell me
I am less than who I am

Those I am walking with will know how I feel
We are walking a road we have all paved together
And it is finally taking us to the places we want to go
Together

Oh, how I will enjoy my walk
On this fine day
With all my sisters
And the brothers who would like to join us


Friday, February 11, 2005
Hari Berkenan

Apa yang menyenangkan dari puasa? Makan berat sehari sekali. Begitu menurut aku. Sebab, pada saat Ramadan, aku bisa leluasa makan sehari sekali dengan teman-teman kantor. Di hari-hari biasa aku melakukan ini sendirian. Bukan karena aku puasa. Tapi, sudah sekitar tujuh tahun belakangan aku terbiasa makan sehari sekali. Meski tidak rutin aku memang terbiasa makan berat sehari sekali.

Bisa jadi karena inilah teman-teman mengira aku diet ketat. Ada teman yang mengatakan aku si usus kucing karena makannya sedikit. Bahkan ada yang mengatakan aku kurang gizi. Apapun deh penilain mereka, ada benarnya juga :)

Bagaimana ya, aku memang tidak terlalu perlu repot-repot memikirkan makanan dan minuman. Tidak makan nasi pun tak apa-apa, asal ada susu cokelat atau teh manis dengan biskuit atau cokelat, beres. Jika di kantor, makan semangkok bakwan malang si abang di bawah jembatan sudah cukup untuk sehari. Setelah puasa 12 jam, kadang-kadang aku cuma buka dengan teh hangat manis dan Bengbeng :)

Empat puluh hari menjelang Paskah atau tepatnya Rabu Abu, aku biasa berpuasa dan berpantang. Ini yang repot. Aku jarang berpuasa karena itu tadi aku memang makan sekali sehari. Tapi aku lebih memfokuskan diri pada berpantang. Misalnya pantang marah, bicara kasar, membalas kemarahan orang, ya seperti begitulah. Ini memang sulit banget. Kadang-kadang aku sendiri nggak sadar lagi marah atau meski dengan nada halus, perkataanku menusuk perasaan orang lain. Jadi ukurannya memang rada nggak jelas. Subyektif banget.

Tadi pagi, saat bersaat teduh, aku membaca tentang puasa yang dikehendaki Allah.



Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri! Yesaya 58: 6-7.

Aku jadi teringat pernah menerima pesan singkat dari salah satu sepupuku. Intinya dia bilang bahwa puasa itu tidak sekadar menahan lapar dan haus, tapi memberikan jatah makan dan minum itu kepada orang lain. Hmmmm, kepada siapa aku akan membagikan rotiku hari ini?

Waktu ke kantor, aku naik bus. Semua tempat terisi. Aku berdiri di depan salah satu kursi. Beruntung banget cewek yang duduk di depanku bersiap-siap turun. Dengan sigap aku berusaha menempati kursinya. Tapi, ada kaki yang berusaha menghalangiku. Tapi, posisiku lebih mantap sehingga aku yang duduk. Sepintas aku sempat melihat pemilik kaki itu. Dia perempuan. Memakai blus lengan panjang putih senada dengan warna jilbabnya.

Aku memang merasa bersalah. Dudukku tidak tegap lagi. Tapi, aku juga tidak mau memberi dia tempat duduk. Aku kan hanya numpang bus ini sepanjang tol. Cuma sekitar 10 menit. Begitu keluar tol, dia bisa duduk.

Pintu tol sudah dekat. Aku pun bersiap-siap turun. Aku memberi tanda pada ibu muda itu agar duduk. Tentu saja dengan senyum. Dia sedang merapikan blusnya. Kemudian dia mempersilakan cowok yang berdiri di depanku untuk duduk. Tiba-tiba aku teringat, Sungguh-sungguh itukah yang kausebutkan berpuasa, mengadakan hari yang berkenan pada TUHAN? Yesaya 58: 5a.


Wednesday, February 09, 2005
Hanya Debulah Aku

Masa pra-Paskah datang lagi
Menerima abu lagi
Ajakan berdamai dengan Allah datang lagi

Berapa karung detik yang percuma?
Berapa kolam pikiran cemar?
Berapa truk iri hati?
Berapa bak kemalasan?
Berapa gentong kata kotor?
Berapa... hmm?

Mengingat dosa sendiri saja tak sanggup
Terlalu sibuk mengoyak pakaian

Betapa keras hati
Betapa tegar tengkuk
Betapa tuli telinga
Betapa buta mata
Betapa bisu mulut
Betapa mati rasa

Hanya debulah aku


Tuesday, February 08, 2005
Getting Personal
Kallistos Ware

The whole person is on the one side open to God, and on the other side open to other people. The isolated individual is not a real person, for a real person lives in and for others. This idea...could be summed up under the word love. We become truly personal by loving God and by loving other humans. By love, I don`t mean merely an emotional feeling, but a fundamental attitude. In its deepest sense, love is the life, the energy, of the Creator in us. We are not truly human as long as we are turned in on ourselves. We become whole only insofar as we face others, and relate to them.


Monday, February 07, 2005
Nera Hilang

Taksi yang membawaku melaju lancar. Jalanan lengang di Minggu yang agak mendung itu. Jam baru menunjukkan pukul 08.15 WIB. Masih ada waktu sekitar setengah jam sebelum misa dimulai. Aku bisa singgah sebentar di rumah abangku untuk menengok tiga keponakanku yang pasti sedang siap-siap Sekolah Minggu (SM).

Pintu rumah abangku terkunci. Bonty, anjing peliharaan mereka, juga tampak tenang. Duduk manis di tempatnya, di ujung tembok, tertutup beberapa pot bunga. Lehernya dirantai. Tumben tidak ada suara anak-anak. Ternyata abangku sedang ikut kebaktian pagi. Istrinya, Hani, sedang siap-siap ke tempat SM.

"Wulan dan Moses?" tanyaku.

"Sekolah Minggu," kata Hani.

"Nera?"

"Ke gereja."

"Ha?"

"Maksudnya ke Sekolah Minggu ding," kata Hani bersiap-siap menyusul Nera. Jarak antara rumah abangku dan gereja Pentakosta tempat SM sekitar 200 meter.

Nera memang masih harus ditunggui. Sebab, si kecil ini masih belum bisa diatur. Jika mau keluar, dia akan keluar. Belum lagi tiba-tiba ingat jajan dan Nera pergi begitu saja. Sebaliknya dia juga bisa tenang selama satu jam lebih di dalam kelas Antiokioa Kecil. Tergantung suasana hatinya, suka-suka.

Aku dan Hani keluar bareng. Aku belok kiri dan jalan kaki sekitar tujuh menit. Lumayan, buang-buang kalori:)

Ternyata gereja penuh Minggu itu. Seperti biasa aku mencari tempat duduk di kapel, di sisi kiri dalam gereja. Persis di sebelah kanan altar. Tapi, tidak ada tempat. Aku terpaksa keluar dan melirik-lirik tempat kosong. Nihil.

Keluar dari kapel aku mancari tempat berdiri yang nyaman. Harus dekat pintu dan banyak angin. Nggak boleh terlalu banyak orang. Aku butuh oksigen yang lebih banyak. Aku memilih duduk di bangku ke lima dari belakang. Ujung bangku persis di depan pintu.

Tiba-tiba aku merasa ada tangan kecil memegang rokku. Aku jalan terus. Tangan kecil itu mencengkeram rokku lebih kencang. Aku berhenti. Mencari tahu siapa yang berulah. Nera!

Nera, 3 tahun, duduk di ujung bangku. Dia duduk nyaman cuma sekitar dua jari orang dewasa di pinggir bangku dengan kaki menggantung. Di sampingnya duduk seorang bapak bertubuh rada gemuk yang sedang menggendong bayi bersama istrinya. Nera kelihatan kecil sekali. Dia memakai sepatu sport dengan baju tanpa lengan berwarna oranye. Rambutnya masih basah.

"Mama mana?" kata Nera.

"Kamu nggak ke Sekolah Minggu," kataku.

"Aku mau gereja," kata dia.

"Mama ke Sekolah Minggu," kataku menjawab pertanyaannya.

Matanya berkaca. Nera memang lengket sama mamanya. Dia selalu ke mana-mana dengan mamanya. Pasti ada yang salah sampai Nera belok kiri ke Gereja Antonius dan mamanya menyusul ke arah kanan ke tempat SM.

"Kamu sama Ne aja, ya," kataku sambil mengambil tempat tak jauh dari bangkunya.

"Iya," kata dia masih dengan mata berkaca.

Sebenarnya aku mau keluar untuk menelepon mamanya. Tapi, mamanya nggak bawa telepon genggam. Kalau aku keluar Nera pasti mau ikut. Tempatnya tak mungkin diserobot orang, tapi posisi nyaman berdiriku pasti akan ditemapati orang lain. Jadi aku memilih konsentrasi untuk misa.



Hari itu Nera manis sekali. Memang dia rada pendiam. Tapi matanya yang lebar--beda tipis sama Dora the Explorer--bergerak lincah. Mulutnya juga komat-kamit seperti sedang berbicara dengan teman imajinasinya. Beberapa kali dia membenahi rambutnya yang keriwil-keriwil. Sesekali dia turun dari bangku melihat anak kecil di sampingnya. Suaranya yang cempreng dan sopran banget sama sekali tidak muncul.

Ketika sedang bersalaman diiringi lagu Salam Damai, aku mengenali bayangan berbaju kuning. Wulan, kakak Nera, sedang berusaha menerobos umat yang berjubel di dekat pintu. "Ne lihat Nera nggak?" Belum sempat dijawab Wulan langsung mendekati Nera. Sementara Nera kecil sedang bersalaman dengan bapak, si bayi, dan ibu yang duduk di sampingnya. Dia juga memberi tangannya pada Wulan.

"Ini anak bandel banget, dicariin Mama tahu," kata Wulan, kesal.

Aku buru-buru berjabat damai dengan mereka sebelum perang dimulai. Aku meminta Wulan kembali ke SM dan menemui mamanya. Kata Wulan, mamanya juga sedang mencari Nera di belahan gereja yang lain. Ternyata, Hani ada di dekat pintu belakang. Matanya sembab. Kita saling melemparkan kode bahwa Nera ada, nggak hilang. Wulan juga nggak mau kembali ke SM.

Hari itu Nera bikin heboh semua tetangganya. Salah satu om tetangga bahkan mengantar Hani keliling mencari Nera. Sebab, tak ada satu pun yang melihat Nera. Beberapa tetangga memastikan tidak mungkin Nera pergi sama aku, sebab mereka melihat aku jalan sendirian. Dugaan yang seram-seram pun muncul, jangan-jangan Nera diculik. "Aku menangis di jalan," kata Hani.

Nera yang bikin banyak orang dag dig dug tenang-tenang saja. Sampai sekarang kita juga tidak tahu kenapa dia ke gereja sendirian, tanpa mamanya. Nera tidak pernah menjawab setiap ditanya. Namun, cerita "Nera Hilang" menyebar cepat. "Oh ini Nera yang hilang itu," begitu antara lain sapaan orang yang sudah mendengar cerita itu. Seperti yang sudah-sudah, Nera diam seolah tak peduli.

Tadi pagi Nera dan mamanya datang ke rumahku. Nera memakai baju ruffle yang memamerkan lingkar bahu berwarna merah hati dan celana jin. Ada anting-anting gantung biru berbentuk jantung di kedua telinganya. Rambutnya dikepang dengan sebagian poni terurai. Kaca mata hitam berbingkai biru membandoi kepalanya. Centil.

"Nera bonita tebes (cantik sekali)," kataku.

"Nggak! Nera bidadari," kata dia.

"Kadonya baju bidadari aja, yang pakai sayap, biar Nera cantik."
Hari gini minta baju bidadari yang ada sayapnya, please deh....

Selamat ulang tahun yang ke-empat Neraku sayang, my Mexican baby!


Friday, February 04, 2005
"Aku Setia, Kan!"

Aduh! Aku harus bangun lebih pagi. Moses berangkat sekolah dari tempatku. Biasanya dia selalu menangis setengah jam dulu baru mandi. Waktu cengeng ini bisa lebih lama kalau dia dibiarkan menonton televisi.

Moses sudah bangun lima belas menit lalu. Tapi, aku masih malas-malasan.

"Argggggghhhh!" Itu suara Moses. Wah! Lebih baik aku bangun daripada dia benar-benar menangis. Moses sedang mengucak-ucak mata di depan pintu kamar tidur. Aku buru-buru mengambilkan air putih buat Moses kecilku.

"Belum berdoa?"

Moses diam saja sambil memandangku dengan wajah separuh mengantuk.

"Mau mandi sekarang?"

Diam lagi.

"Mau digendong?"

Yang diajak omong malah berpaling, minum setengah gelas air putih, dan langsung ke kamar mandi. Aku cuma perlu membawa handuk, karena seperti biasa Moses selalu lupa membawa handuk.

Beberapa menit kemudian dia keluar kamar mandi dengan wajah yang lebih segar. Dia berlari ke kamar tamu. "Kirain di tv ada lagu Give Thanks," kata dia. Memang aku sedang memutar VCD instrumental dan saat itu lagu Give Thanks.

Moses juga berganti pakaian dengan manis. Rengekan manjanya cuma keluar saat minta uang jajan, meski sudah dikasih uang bekal. Menurut dia uang bekal itu beda dengan uang jajan, meski bekal dan jajan sama-sama dibeli di sekolah.

Setelah pakaian seragam TK-nya rapi, kita berdoa. Moses tersenyum lebar saat mataku terbuka setelah kita berdua mengatakan amin. "Aku setia, kan?" kata Moses.

Setia. Itulah kata yang kami pakai untuk menunjukkan semua kebaikan. Pada PAA dua Sabtu kemarin, kita belajar tentang setia. Bahwa Allah itu setia. Allah memberikan udara, matahari, hujan, panas, bulan, bintang, pagi, siang, dan malam pada semua orang. Entah dia baik, jahat, kaya, miskin, cengeng, suka bantu teman, suka usil..., pokoknya pada semua orang.

Jadi, kalau melihat bulan atau bintang atau merasakan siang dan malam, kita harus ingat bahwa Allah setia. Sekarang, kita mau nggak setia pada Allah yang baik banget itu. Allah yang sayang sama kita tanpa melihat baik buruknya kita. Kita mau setia nggak belajar bagaimana bisa menjadi anak Tuhan.

Kemudian pada Sabtu berikutnya, masing-masing anak menancapkan bunga di pot kesetiaan--yang idenya aku contek PEPAK, situs pelayanan anak. Bunga itu sudah mereka buat pada Sabtu sebelumnya. Jumlah bunga itu antara lain akan menunjukkan kadar kesetiaan aku dan sahabat-sahabat kecilku untuk mau belajar menjadi anak-anak Allah.

Sejak itu kita punya tiga kata kunci untuk mengatasi berbagai masalah dan menunjukkan kebaikan. Kalau ada yang usil, tinggal bilang, "Mau setia nggak?" dan selalu dijawab, "Mau," meski dengan mimik, intonasi, dan nada suara yang berbeda.

"Aku setia kan, Ne?" kata Moses lagi.


Wednesday, February 02, 2005
Joy in Life
Sophie Scholl

I pity people who can`t find laughter or at least some bit of amusement in the little doings of the day. I believe I could find something ridiculous even in the saddest moment, if necessary. It has nothing to do with being superficial. It`s a matter of joy in life.



Tuesday, February 01, 2005
Serenade

Ada pesta di dekat rumahku. Ada beberapa kursi panjang yang diletakkan di sisi kiri dan kanan jalan yang lebarnya kira-kira tiga rentangan tanganku. Kelihatannya sih ada beberapa botol minuman dan belasan gelas. Sinar lampu yang begitu terang membuatku tidak bisa melihat jelas para tamu dan mungkin yang empunya pesta yang berkumpul di depan semacam pos ronda.

Ini adalah pesta kedua selama aku menetap di rumah kontrakanku ini. Pesta di lingkungan baruku ini identik dengan ketawa, cerita lucu, dan berkaraoke. Entah kebetulan atau tidak, nyaris tidak ada suara perempuan yang bernyanyi. Kata adikku, mungkin para ibu kecapekan masak.

Musiknya kencang banget. Kaca jendelaku ikut bergetar. Telingaku juga ikut berdengung. Bahkan, jantungku berdetak seirama dentuman bas. Wah!

Sepertinya ini sudah menjadi kebiasaan. Jadi, aku harus membiasakan diri dengan musik kencang di tengah malam. Mula-mula sih agak nggak enak juga. Aku baru pulang kantor, butuh istirahat, musti bangun pagi lagi. Tapi, mau apa lagi. Pasrah bongkok saja.

Lama-lama ketawa-ketawa dan celetukan-celetukan di luar terdengar menyenangkan juga. Suara para penyanyi karaoke juga lumayan, bisa dikatakan tiga atau dua tingkat di bawah Om Broery Pesolima. Lagu-lagunya juga menarik. Lagu-lagu Broery dan lagu-lagu lama seperti yang dinyanyikan Bee Gees, John Denver, Kenny Rogers, Barry Manilow, Engelbert Humperdinck, Cliff Richard, ABBA, Carpenter.... Mirip acara Tembang Kenangan di stasiun Indosiar. Bedanya, tidak ada dansa.

Daripada memikirkan musik dengan volume yang mungkin disetel pul, lebih baik aku berdansa. Dan aku pun berdansa. Putar sana putar sini. Meliukkan tangan dan badan dengan kaki telanjang yang dijinjit, bernyanyi diselilngi na na na mengikuti lagu. Aku berhenti menari setelah berkeringat.

Aku jadi ingat suasana rumah orang tuaku. Begitu ada lagu lama, pasti ada yang berdansa dan bernyanyi. Karena itu kita sering menonton Dansa oh Dansa dan Tembang Kenangan. Kita juga menari mengikuti irama.

Adikku tak bereaksi. Padahal, biasanya dia juga suka ikut-kutan berdansa. Dia memilih menikmati musikny, bahkan ikut bernyanyi. Dia duduk di ruang tengah menikmati lagu-lagu dari tempat pesta sambil menunggu jam 12 malam, waktu untuk kita berdoa bareng.

Kita membuka doa masih dalam alunan lagu dengan volume dahsyat. Apa ya, lagu yang mengalun pas kita menutup doa? Nggak ingat atau jangan-jangan memang nggak ada.

Adikku kembali duduk di ruang depan. Menikmati lagu. Sedangkan aku memilih tidur. Volume lagu di depan menurun. Kali ini, suara Nat King Cole. Dalam benakku Nat King Cole sedang memakai baju khas Spanyol dan bernyanyi untukku. Bukan untuk merayu atau menyatakan cinta, serenade, tapi untuk mengantarkanku tidur. Hmmmm, indah benar hidup ini....


home

my book
It's my first book!
messages
Name :
Web URL :
Message :


archives
February 2004
March 2004
April 2004
May 2004
June 2004
July 2004
August 2004
September 2004
October 2004
November 2004
December 2004
January 2005
February 2005
March 2005
April 2005
May 2005
June 2005
July 2005
August 2005
September 2005
October 2005
November 2005
December 2005
January 2006
February 2006
March 2006
April 2006
May 2006
June 2006
July 2006
August 2006
September 2006
October 2006
November 2006
December 2006
January 2007
February 2007
March 2007
April 2007
May 2007
June 2007
July 2007
December 2007
January 2008
February 2008
May 2008
July 2008
August 2008
November 2008
January 2009
February 2009
March 2009
August 2009
October 2009
April 2011
June 2011
July 2011
November 2011
December 2011
April 2012
June 2012
November 2013
December 2014

links
Detik
Desa-Pelangi
Tempo
Kompas
Liputan6
Journey
Christian Women

resources
Tagboard
Blogger
Google
SXC
HTML
Haloscan
Gettyimages

hit counter
Free Web Counter

BlogFam Community