Bahasa Pangan
Sejak Rabu Abu silam sampai Paskah, saya dan teman saya membuka "warung" di meja di samping tempat saya bisa menulis. Ini inisiatif teman saya yang ingin "membagi roti" ketika umat Katolik sedang berada dalam masa pra-Paskah, 40 hari melakukan puasa dan pantang untuk memasuki Paskah mulia.
Saya juga mendapatkan istilah "buka warung" ini dari salah seorang teman yang menyelutukkan kata itu ketika saya sedang ke dapur untuk mencuci panci untuk menanak nasi.
Jadi, biasanya, sekitar jam 5 sore atau mendekati jam enam, saya masak nasi di meja itu. Kemudian kami makan bersama setelah aroma nasi pandan sudah tercium di ruangan. Nanti sekitar jam 8 malam lewat, saya mencuci panci itu, memasukkan dalam plastik khusus dan mengelap meja agar cakep seperti sedia kala. Begitulah.
Jadi, biasanya, sekitar jam 5 sore atau mendekati jam enam, saya masak nasi di meja itu. Kemudian kami makan bersama setelah aroma nasi pandan sudah tercium di ruangan. Nanti sekitar jam 8 malam lewat, saya mencuci panci itu, memasukkan dalam plastik khusus dan mengelap meja agar cakep seperti sedia kala. Begitulah.
Beberapa hari silam, saya dan teman yang jadi motor "rumah roti" itu membahas tentang "gandum terbaik" dalam Mazmur 147 ayat 14. Saya tidak mencantumkan ayatnya di sini, biar kalian baca sendiri, ya, hehehe.
Saya bilang kepada teman saya itu bahwa ketika misa pagi, Romo yang memimpin misa bicara tentang bahasa pangan.
Rupanya setelah kebangkitan, Yesus berjalan bersama dua murid-Nya dari Yerusalem ke Emaus. Mereka menempuh perjalanan yang cukup jauh--sebuah tafsiran mengatakan jaraknya sekitar 12 kilometer--dan pasti lama, secara jalan kaki. Tapi, kedua murid ini tidak tahu bahwa orang yang bicaranya membuat hati mereka berkobar-kobar itu adalah Yesus. Oh iya, lupa, bacaan tadi ada di Lukas 24:35-48. Dibaca sendiri, ya :-)
Nah, dua murid ini, baru mengenali Yesus setelah sudah tiba di Emaus, tepatnya "ketika Yesus memecah-mecahkan roti."
Setelah menggunakan bahasa pangan, yaitu memecah-mecahkan roti, barulah dua murid itu mengenali Yesus.
Teman saya langsung menaruh jarinya ke mulutnya yang menganga. "Jadi, selama kita buka rumah roti, Yesus hadir. Selama ini, saya tanya-tanya terus kenapa Tuhan suruh saya sediakan makanan. Ternyata ini jawabannya," kata dia, geleng-geleng kepala kemudian tertawa lepas.
Roh Doa
Beberapa bulan belakangan ini saya ada dalam lingkaran doa yang berbeda dari biasanya. Minimal tiga hari dalam sepekan saya bersama seorang teman berdoa bersama di salah satu ruangan di tempat kami bekerja. Ini belum pernah saya alami sepanjang saya mulai bekerja--dibayar setiap bulan--sejak sekitar 17 tahun lampau.
Firman yang kami dapatkan saat berdoa juga selalu pas dengan apa yang terjadi atau akan terjadi pada kehidupan kami. Dan, saya yang kebagian membuka Alkitab untuk mendengarkan apa yang ingin Tuhan bilang pada kami.
Kemarin, kami membaca tentang Daniel 3. Semua aspek kami bahas. Sampai juga tentang Nebudkadnezar yang marah besar karena Sadrakh, Mesakh, dan Abednego menolak menyembah patung sembahan dia.
Raja Babel itu lantas memerintahkan beberapa prajuritnya yang sangat kuat untuk mengikat Sadrakh, Mesakh, dan Abednego, kemudian mencampakkan mereka ke dalam perapian yang menyala-nyala--yang tujuh kali lebih panas dari biasanya.
Kami berdua bertanya-tanya sekuat apa ikatan dari prajurit yang paling kuat di Babel sana????
Kami kemudian melanjutkan ke ayat-ayat berikut. Rupanya saking panasnya, prajurit perkasa yang mengikat dan mendorong tiga sekawan kesayangan Allah itu ke dalam perapian, sampai terpanggang hidup-hidup dan tewas. Sementara tiga sekawan yang mengatakan,
"Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu."
justru aman-aman saja, baik saat dimasukkan ke perapian, di dalam tungku yang menyala-nyala, sampai keluar dari perapian.
Hari ini, saya seperti merasakan ada "prajurit-prajurit terkuat" yang mengikat kencang saya. Tapi, hari ini, juga saya juga saya baru tahu saya diikat. Saya tahu persis bahwa yang mengikat saya tidak tahu bahwa dia sedang berada di bawah titah Nebudkadnezar si Raja Pendusta itu.
Dan, saya akan mendoakan prajurit-prajurit itu selalu, seperti biasanya. Cuma bedanya, sekarang saya meminta BAPA-ku yang BAIK untuk mencurahkan roh doa buat mereka. Roh doa yang tujuh kali lebih berkobar dalam hati mereka, amin.
Luar biasa memang Firman Tuhan. Baru kemarin dibaca, hari ini saya memahami, mengalami, dan menjadikan kata-kata suci itu sebagai doa.
BAPA, buatlah roh doaku tujuh kali lebih panas dari biasanya, amin!
Labels: Doa