Cinta yang Banyak
Hari aku berurusan dengan kemeja yang dikenakan Presiden Amerika Serikat Barrack Obama dalam jamuan makan malam di hari kedua KTT ASEAN di Bali. Tunik hijau yang Obama pakai itu menjadi menarik karena motifnya itu akrab sekali. Seperti motif tenunan Nusatenggara Timur (NTT).
Sebagai orang NTT aku bangga melihat Daily Mail menulis Obama tampak gagah dengan warna yang berani. Meski awalnya sempat “meringis” begitu kata Daily Mail, Obama memang ganteng kok dengan busana yang kata Menteri Mari E. Pangestu “batik” itu.
Selama ini, penampilan Obama yang aku lihat tak jauh-jauh dari warna hitam atau gelap, putih, dan pastel. Entah di Afrika sana, Obama juga memakai busana tradisional Afrika yang berani tabrak warna dan corak.
Tunik Obama ini membuat janjiku dengan Rony, adikku, molor hingga dua jam. Aku menemui dia dalam kondisi kelaparan. Kami langsung saja makan seperti “singa yang nggak makan tiga hari” –pinjam kata-kata Nera.
Aku bertemu dengan adikku ini karena sudah beberapa kali membatalkan janji bertemu dengannya. Aku kan sudah bilang sebelumnya, aku sekarang orang yang menepati janji
Tapi, lebih dari itu, aku ingin menemui dia karena doa-doanya padaku. Kemarin dia mengirimkan doanya lewat sms. Aku sudah menghapus dan lupa persis kata-katanya. Tapi, tetap saja bertemu dengannya membuat sesuatu dalam diriku ingin menari bebas.
Kata-kata dia dalam doanya itu persis seperti ‘roti hidup’ yang aku santap setiap pagi dan malam. Kata-kata tentang janji, berkat ,dan kasih karunia. Empat kata ini memang punya kuasa yang luar biasa dalam jam-jam yang membungkus hari-hariku.
Bertemu dengan adikku ini mengingatkan aku tentang betapa beruntungnya aku punya saudara, punya keluarga. Meski jauh dari sempurna, setiap lika dan liku saudaraku, entah lekuk yang bergerigi atau halus, entah permukaan yang bopeng atau mulus, masing-masing dari kakak dan adikku membawa sesuatu yang indah buat hidupku.
Sesuatu yang indah yang memang sedang Tuhan rancang dalam hidupku, hidup kami masing-masing sebagai keluarga. Membuat aku tidak pernah berhenti dan lelah untuk mendoakan keluargaku dan keluarga-keluarga lain agar benar-benar menjadi keluarga yang hidup dalam penyertaan Tuhan, kini dan selamanya.
Bagiku keluarga adalah sekolah untuk mencinta. Mencinta meski kadang sulit, menjengkelkan, dan kadang lewat begitu saja tanpa ada “rasa” cinta sama sekali. Mencinta karena kita memang harus mencintai satu sama lain
Terima kasih Tuhan untuk semua kakak dan adikku, semua anggota keluargaku, yang aku tahu mencintaiku dengan sangat. Dan, mereka juga tahu bahwa cintaku buat mereka masing-masing juga banyak sekali