Apek Pol
Seorang teman menulis begini: "senyummu apek pol". Waktu pertama kali aku membacanya aku ketawa sampai perutku sakit. Dan setiap ingat kata-katanya aku masih bisa tertawa. Jadi, kalau suasana hatiku agak tidak keruan, aku pasti mengingat kata-kata yang mengundang tawaku itu.
Sebenarnya banyak juga yang bilang kenapa sih aku kelewat banyak senyum. Tapi, aku juga tidak tahu kenapa. Pokoknya, aku senang tersenyum. Titik.
Aku tersenyum pada siapa saja. Wulan, Moses, Nera dan saudara-saudaraku sudah biasa melihat aku tersenyum pada orang yang tidak kami kenal. Meski kadang-kadang mereka juga bertanya kenapa.
Tapi, Nera punya pandangan yang berbeda tentang senyumku ini. Sepertinya di mata dia, orang lain yang lebih dahulu tersenyum dan aku adalah pihak yang membalas. Mungkin karena itu, Nera kerap melihat wajahku dan wajah orang yang berpapasan dengan kita.
Dia melakukan itu untuk memastikan bahwa aku tersenyum pada orang yang tersenyum padaku. Dia sering berkata begini, "Ne tadi senyum nggak sama Om (Tante, Pak, Ibu atau orang) itu."
Ya, pastilah aku tersenyum pada orang yang senyum padaku. Tapi, mungkin Nera ada benarnya juga. Jangan-jangan aku memang tersenyum karena orang yang lebih dahulu tersenyum padaku. Ya, bisa jadi, aku sering bertemu dengan orang yang memang senang tersenyum juga seperti diriku.
Aku memang gemar tersenyum. Aku tak perlu mencari alasan untuk tersenyum. Aku tersenyum saat menulis. Aku tersenyum saat menyanyi, bahkan lagu-lagu sedih sekalipun :-) Aku tersenyum saat minum air putih, saat makan, saat minum kopi, saat membaca... Aku tersenyum hampir pada setiap saat. Aku tersenyum karena aku mau tersenyum.
Kadang-kadang aku lebih senang tersenyum daripada bicara. Apalagi, menghadapi orang-orang yang bicaranya seperti hujan deras yang lama. Aku juga lebih senang tersenyum mendengar cerita orang daripada berbicara tentang kisahku pada orang lain. Aku juga lebih senang tersenyum ketika memasuki dunia yang baru.
Aku selalu tersenyum saat berada dalam kondisi menuju ke alam kantuk pada malam hari. Aku juga tersenyum dalam kantuk saat terbangun di pagi hari. Mungkin aku juga tersenyum dalam tidurku :-)
Tapi, aku paling sering tersenyum pada anak-anak. Setiap anak yang aku temui pasti aku beri senyum.
Aku jadi ingat beberapa minggu silam aku melihat seorang ayah yang mendorong gerobak barang bekas. Anaknya duduk di atas tumpukan kertas-kertas sambil memegang mainan kereta-keretaan. Refleks aku tersenyum padanya dan melambaikan tangan secara sembunyi-sembunyi agar tidak kelihatan ayahnya.
Aneh bin ajaib, anak kecil itu tidak membalas senyumku. Dia malah memandangku dengan marah. Dia bahkan mengarahkan mainannya ke arahku. Dor dor dor dor dor! Karena nggak biasa mendapat reaksi itu aku terdiam beberapa detik. Tapi, mataku tetap mengikuti gerobak yang berjalan menjauhiku.
Kemudian si anak laki-laki itu kembali berbalik menatapku. Aku langsung tersenyum padanya. Dia memandangku masih dengan marah. Kemudian dia menjulurkan lidahnya padaku. Aku tertawa.
Sepertinya tadi aku adalah "alien" yang sedang mengusik dunia khayalannya. Makanya senyum apek pol-ku dibalas dengan tembakan.