SATU bulan bertandang ke Sorowako, pasti menarik. Begitu pertama kali aku merespons tawaran seorang teman. Setelah teken kontrak untuk ke kecamatan terkaya di Sulawesi Selatan (begitu kata seorang warga yang aku temui di Pasar Magani), aku langsung bersiap-siap. Pakaian-pakaian sudah masuk koper. Tapi, tunggu punya tunggu, kok kepastian berangkat tak kunjung datang. Satu per satu isi koper keluar lagi :)
Saat menunggu itu, aku menerima tawaran untuk ke Kupang. Iya dong, masa aku menolak ke Kupang. Aku kan bisa ngelayap malam-malam dari hotel dan tidur dengan Mama di rumah kuning. Tiga hari lagi. Lumayan. Aku dan Kak Ida—yang baik hati menyodorkan tawaran lezat ini-- bahkan sudah membahas agar setelah dari Kupang aku langsung menginap di Jakarta untuk sebuah acara. Sebab, puncak acaranya bertepatan dengan ulang tahunku. Siapa tahu aku dapat hadiah dari Pak Ketum, begitu katanya.
Tapi semua rencana buyar. Pada 12 November, tanggal yang sama dengan booking tiket ke Kupang—aku harus ke Sorowako. Dengan permohonan maaf segede gentong, akhirnya aku batal ke Kupang. Mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk pulang kampung gratis :)
Pasti pada penasaran tentang Sorowako kan. Sorowako adalah kota nikel di salah satu kecamatan di Kabupaten Luwu Timur, Sulsel. Kota ini berjarak 600 kilometer dari Kota Makassar, ibu kota Sulsel. Butuh waktu 12 jam untuk perjalanan darat dan memakan waktu satu jam untuk terbang dari Bandar Udara Hasanuddin yang modern dan keren itu ke kota yang berada di pinggir Danau Motano. Aku ke sini dalam urusan penulisan buku.
Ini adalah perjalanan keduaku ke Makassar dan pertama ke Sorowako. Pesawat Garuda yang membawa aku dan Pak Fotografer ini akan terus ke Manado setelah melambaikan tangan pada penumpang yang turun di Ujungpandang. Aku sempat miris melihat para penumpang yang akan melanjutkan perjalanan ke ibu kota Sulawesi Utara itu. Dalam hati aku bilang, “Papa di surga, kapan ya, aku ke Manado? Jadi kangen makan pisang goreng manado di Ambassador Mall deh. (Loe juga kan Neniiiiii)
Dan, akhirnya sampai juga aku ke Sorowako. Pemandangannya benar-benar bikin aku tersenyum sampai mengantuk, tertidur, bangun, dan tersenyum lagi. Memang indah dan bahkan lebih indah dari foto pemandangan yang aku lihat sebelumnya. Jauh lebih cantik dari yang aku bayangkan. Ajaib benar karya tangan Sang Pencipta.
Beberapa jam setelah istirahat kami dibawa ke Pantai Ide. Karena lokasinya masih dalam perbaikan, kami harus melewati plang “dilarang masuk.” Ada beberapa anak perempuan sedang bermain-main di dermaga dan bernyanyi. Rasanya aku ingin menjadi salah satu dari mereka supaya bisa nyebur. Dalam kipasan angin sore yang lembut dan menyegarkan, aku melihat bulan di antara awan. Seperti hosti besar yang dijaga dua malaikat kecil. Wajah malaikat-malaikat kecilku (Moses, Wulan, dan Nera) langsung menari-nari di awan.
Bicara soal pantai, aku juga ingin mencicipi seasin apakah air Pantai Ide ini. Untung saja aku nggak jadi mencoba. Sebab, aku nggak bakalan mencecap rasa asin. Secara, namanya saja pantai, sebenarnya ini adalah bagian dari Danau Motano yang berwarna hijau toska. Padahal, aku sempat bertanya-tanya, kok bisa, pantai dan danau menyatu. Apa kata dunia? Mungkin mereka menamakan pantai karena merindukan pada pantai. Tapi mana pasirnya???
Hari pertama di Sorowako sangat menyenangkan. Semua ketegangan akibat goncangan hebat dalam badan pesawat di angkasa Makassar lenyap. Seperti yang aku bilang tadi, aku senyum-senyum sendiri dan berkali-kali bilang “Makasih Pa (di Surga)” sampai mengantuk, tidur, dan bangun dengan senyum.
1 Comments :
Here you are ...
Aih .. ketemu lagi deh dengan mbak Tina. Aku mampir di friendster temanku, dan coba buka-buka daftar koneksi frens-nya. Gak sengaja aku buka profil "Tina" yang kukira mantan bosku di sebuah penerbitan di Jogja. Eh, ternyata itu dirimu Mbak.
Kira-kira kamu kenal sama aku gak ya? Yang jelas kita pernah ngobrol--barang se-jam--di sebuah kota kecil yang pernah kamu kunjungi itu. Engkau menanyakan tentang beberapa nama wilayah, yang dalam bahasa daerahku punya makna tertentu. Dengan pengetahuan seadanya, aku mencoba menjelaskannya padamu. Obrolan yang menarik, di sela perasan keringatku mengolah seabrek naskah untuk terbitan perusahaanku. Di akhir obrolan dikau menyemangatiku untuk lebih banyak menulis tentang budaya, kesenian dan sejarah daerahku. "Pasti bakal menarik," pungkasmu.
Semoga dikau masih ingat ya ....
# by 8:11 AM
-------------------- , at