Sejiwa
Mamaku sakit. Beberapa pekan ini aku jadi perawat yang manis manja grup deh. Kasihan Mamaku, lagi liburan, sakit, masak ditinggal sendirian. Jadi aku memilih di rumah ketimbang keluar, termasuk absen untuk pertama kalinya dalam acara doa bersama.
Selama sakit aku jadi lebih mengenal Mamaku. Aku jadi merasa lebih dekat dengan Mamaku. Selama ini terus terang aku lebih sering memperhatikan Bapaku. Dalam pikiranku, Mama masih punya lima anak lain dan mereka bisa memberi perhatian pada Mama. Jahat ya, hehehe.
Aku nggak pernah dapat kesempatan untuk melayani Bapaku selama sakit. Sekarang malah aku punya begitu banyak waktu dan kesempatan untuk merawat Mamaku.
Aku nggak pernah menyangka Mamaku justru sakit saat liburan. Tapi, aku juga bersyukur untuk semua pengalaman yang kami alami selama Mama dalam kondisi sakit. Asal tahu saja, aku punya kebiasaan baru: tersenyum dan tertawa tanpa alasan. Nggak gokil kok, hanya bawaannya happy terus.
Ya, aku kadang-kadang aku nggak sabaran dan bahkan putus asa menghadapi Mamaku yang sering bandel banget, hehehe. Mama selalu memuntahkan makanan yang nggak pas dengan seleranya. Please deh, sakit geto lo. Masak mau makan yang enak-enak. Benar-benar deh. Lagian aku kan nggak pintar masak. Pertama kali masak bubur hangus, hahaha.
Agar acara makan berjalan lancar, Abangku sampai-sampai datang dari Bogor untuk menyuapi Mama. Jadi kalau Mama mulai ogah-ogahan makan, aku mengancam menelepon Abangku agar datang. "Jangan, dia suka paksa-paksa," kata Mamaku.
Dalam kondisi sakit, Mama berkali-kali menyatakan penyesalan karena penyakitnya membuat aku nggak bisa ke mana-mana. Sampai-sampai aku menerima telepon jauh-jauh agar Mama tidak mendengar obrolanku dengan orang yang menelepon. Padahal, Mama lebih penting dari semua itu. Aku sekarang hanya punya satu Mama :)
Kadang-kadang kata-kata Mama sering membuat mataku berair. Mama selalu mengucapkan terima kasih untuk apa yang aku buat. Kata-kata ini juga diucapkan Bapaku pada Mama yang merawat dia selama sakit. Aku juga sering meminta maaf kalau-kalau kelakuanku menyakiti Mama. Mama juga sering mengatakan hal yang sama selama merawat Bapaku.
Dan, aku jadi tahu siapa pacar pertama Mamaku. Rahasia ini terbongkar setelah aku mengatakan pacar pertama Bapaku. "Hmmm pantas, Bapa kelihatan panik waktu ... (menyebut nama) sakit," kata Mamaku, terpancing.
Aku menikmati betul sinar dan binar yang muncul dari wajah seseorang saat menceritakan kisah cintanya. Coba deh, tanya-tanya tentang pacar pertama Mama atau Papamu. Lihat wajah mereka. Kalau marah karena malu dan dianggap kurang ajar, ya, nggak apa-apa, coba lagi.com deh. Nggak semua orang mau terbuka pada kali pertama. Tapi, sepanjang pengalamanku mengorek-korek kisah cinta pertama seseorang--kebanyakan oma dan opa dan orang-orang yang lebih tua--cerita cinta selalu membuat seseorang tersenyum dan bersemangat. Perasaan itu juga menular padaku.
Yang mengherankan Mamaku ternyata punya kebiasaan yang persis seperti mendiang Bapaku. Nggak jelas siapa mengikuti siapa. Gaya dan perilaku Mama berkali-kali membuat aku seperti melihat Bapaku dalam diri istrinya ini. Benar-benar deh. Aku jadi bertanya-tanya inikah yang disebut-sebut orang sejiwa.
Mungkinkah kalau sudah menikah, orang jadi bertukar kebiasaan. Sifat istri pindah ke suami dan sebaliknya. Ada yang bisa menjawab? Aku nggak ada ide. Aku belum menikah dan nggak berencana melakukan itu dalam waktu beberapa pekan ini hehehe.
Mamaku sakit. Beberapa pekan ini aku jadi perawat yang manis manja grup deh. Kasihan Mamaku, lagi liburan, sakit, masak ditinggal sendirian. Jadi aku memilih di rumah ketimbang keluar, termasuk absen untuk pertama kalinya dalam acara doa bersama.
Selama sakit aku jadi lebih mengenal Mamaku. Aku jadi merasa lebih dekat dengan Mamaku. Selama ini terus terang aku lebih sering memperhatikan Bapaku. Dalam pikiranku, Mama masih punya lima anak lain dan mereka bisa memberi perhatian pada Mama. Jahat ya, hehehe.
Aku nggak pernah dapat kesempatan untuk melayani Bapaku selama sakit. Sekarang malah aku punya begitu banyak waktu dan kesempatan untuk merawat Mamaku.
Aku nggak pernah menyangka Mamaku justru sakit saat liburan. Tapi, aku juga bersyukur untuk semua pengalaman yang kami alami selama Mama dalam kondisi sakit. Asal tahu saja, aku punya kebiasaan baru: tersenyum dan tertawa tanpa alasan. Nggak gokil kok, hanya bawaannya happy terus.
Ya, aku kadang-kadang aku nggak sabaran dan bahkan putus asa menghadapi Mamaku yang sering bandel banget, hehehe. Mama selalu memuntahkan makanan yang nggak pas dengan seleranya. Please deh, sakit geto lo. Masak mau makan yang enak-enak. Benar-benar deh. Lagian aku kan nggak pintar masak. Pertama kali masak bubur hangus, hahaha.
Agar acara makan berjalan lancar, Abangku sampai-sampai datang dari Bogor untuk menyuapi Mama. Jadi kalau Mama mulai ogah-ogahan makan, aku mengancam menelepon Abangku agar datang. "Jangan, dia suka paksa-paksa," kata Mamaku.
Dalam kondisi sakit, Mama berkali-kali menyatakan penyesalan karena penyakitnya membuat aku nggak bisa ke mana-mana. Sampai-sampai aku menerima telepon jauh-jauh agar Mama tidak mendengar obrolanku dengan orang yang menelepon. Padahal, Mama lebih penting dari semua itu. Aku sekarang hanya punya satu Mama :)
Kadang-kadang kata-kata Mama sering membuat mataku berair. Mama selalu mengucapkan terima kasih untuk apa yang aku buat. Kata-kata ini juga diucapkan Bapaku pada Mama yang merawat dia selama sakit. Aku juga sering meminta maaf kalau-kalau kelakuanku menyakiti Mama. Mama juga sering mengatakan hal yang sama selama merawat Bapaku.
Dan, aku jadi tahu siapa pacar pertama Mamaku. Rahasia ini terbongkar setelah aku mengatakan pacar pertama Bapaku. "Hmmm pantas, Bapa kelihatan panik waktu ... (menyebut nama) sakit," kata Mamaku, terpancing.
Aku menikmati betul sinar dan binar yang muncul dari wajah seseorang saat menceritakan kisah cintanya. Coba deh, tanya-tanya tentang pacar pertama Mama atau Papamu. Lihat wajah mereka. Kalau marah karena malu dan dianggap kurang ajar, ya, nggak apa-apa, coba lagi.com deh. Nggak semua orang mau terbuka pada kali pertama. Tapi, sepanjang pengalamanku mengorek-korek kisah cinta pertama seseorang--kebanyakan oma dan opa dan orang-orang yang lebih tua--cerita cinta selalu membuat seseorang tersenyum dan bersemangat. Perasaan itu juga menular padaku.
Yang mengherankan Mamaku ternyata punya kebiasaan yang persis seperti mendiang Bapaku. Nggak jelas siapa mengikuti siapa. Gaya dan perilaku Mama berkali-kali membuat aku seperti melihat Bapaku dalam diri istrinya ini. Benar-benar deh. Aku jadi bertanya-tanya inikah yang disebut-sebut orang sejiwa.
Mungkinkah kalau sudah menikah, orang jadi bertukar kebiasaan. Sifat istri pindah ke suami dan sebaliknya. Ada yang bisa menjawab? Aku nggak ada ide. Aku belum menikah dan nggak berencana melakukan itu dalam waktu beberapa pekan ini hehehe.