Siang Terus
Akhirnyaaaaaaa! Setelah cukup lama bekerja dengan jam kerja yang "aneh bin ajaib" aku bisa juga masuk dalam jadwal kantor standar. Sekarang aku masuh siang terus. Yesssssss!
Dalam pekan pertama, aku harus bekerja tujuh hari penuh untuk libur Sabtu dan Minggu. No problemo. Pekerjaan di siang hari lebih padat merayap. Aku bahkan sering tidak sempat makan siang. Ini juga nggak masalah karena aku terbiasa makan di atas jam lima sore. Tekanan kerja di jam kantoran biasa juga lebih tinggi. Ah, itu bukan persoalan gede, sepanjang aku bisa bercanda, tertawa dan bernyanyi, ya, mangga, pisang, jambu batu deh.
Aku menceritakan hal ini pada Kak Ida dan semua anggota kelompok doaku. Mereka semua tertawa. Sebab, aku sering absen karena jadwalku yang kacau. Kadang-kadang Kak Ida harus menanyakan jadwal kerjaku dulu sebelum mengatur jam doa. Hiks.
Sudah dua kali kami berdoa setiap Sabtu pagi. Selama itu aku harus buru-buru meninggalkan kantor setelah kerja malam dan sepanjang jalan berdoa agar tidak terlambat. Jarak kantor dan tempat doaku sekitar satu jam lebih. Tapi, yang namanya macet kan nggak pernah bisa diraba.
"Setelah kamu libur Sabtu-Minggu, kita doanya Rabu, gimana," Kak Ida bertanya dengan senyum lebar. Semua terdiam menatapku dengan menahan senyum. Aku kelu. "Hmmmm aku pasti akan tukar libur sama teman," kataku beberapa saat kemudian. Semuanya kembali tertawa.
Dengan masuk siang terus akan kehilangan beberapa hal menyenangkan. Termasuk agak sulit menulis di blog. Ayolah Non, ada harga yang harus dibayar, kan. Hmmm mungkin aku hanya perlu waktu untuk adatasi.
Jadi, maaf ya, say, kalau aku tidak cepat-cepat me-reply saat chatting. Jika aku bilang sibuk, itu benar aku sibuk. Suit-suit sibuk nih hehehe.
Tapi, yang paling penting, aku percaya, sangat percaya, banyak kebaikan yang menungguku dengan jadwal baruku. Yeah!
Akhirnyaaaaaaa! Setelah cukup lama bekerja dengan jam kerja yang "aneh bin ajaib" aku bisa juga masuk dalam jadwal kantor standar. Sekarang aku masuh siang terus. Yesssssss!
Dalam pekan pertama, aku harus bekerja tujuh hari penuh untuk libur Sabtu dan Minggu. No problemo. Pekerjaan di siang hari lebih padat merayap. Aku bahkan sering tidak sempat makan siang. Ini juga nggak masalah karena aku terbiasa makan di atas jam lima sore. Tekanan kerja di jam kantoran biasa juga lebih tinggi. Ah, itu bukan persoalan gede, sepanjang aku bisa bercanda, tertawa dan bernyanyi, ya, mangga, pisang, jambu batu deh.
Aku menceritakan hal ini pada Kak Ida dan semua anggota kelompok doaku. Mereka semua tertawa. Sebab, aku sering absen karena jadwalku yang kacau. Kadang-kadang Kak Ida harus menanyakan jadwal kerjaku dulu sebelum mengatur jam doa. Hiks.
Sudah dua kali kami berdoa setiap Sabtu pagi. Selama itu aku harus buru-buru meninggalkan kantor setelah kerja malam dan sepanjang jalan berdoa agar tidak terlambat. Jarak kantor dan tempat doaku sekitar satu jam lebih. Tapi, yang namanya macet kan nggak pernah bisa diraba.
"Setelah kamu libur Sabtu-Minggu, kita doanya Rabu, gimana," Kak Ida bertanya dengan senyum lebar. Semua terdiam menatapku dengan menahan senyum. Aku kelu. "Hmmmm aku pasti akan tukar libur sama teman," kataku beberapa saat kemudian. Semuanya kembali tertawa.
Dengan masuk siang terus akan kehilangan beberapa hal menyenangkan. Termasuk agak sulit menulis di blog. Ayolah Non, ada harga yang harus dibayar, kan. Hmmm mungkin aku hanya perlu waktu untuk adatasi.
Jadi, maaf ya, say, kalau aku tidak cepat-cepat me-reply saat chatting. Jika aku bilang sibuk, itu benar aku sibuk. Suit-suit sibuk nih hehehe.
Tapi, yang paling penting, aku percaya, sangat percaya, banyak kebaikan yang menungguku dengan jadwal baruku. Yeah!