Damai
Beberapa tahun terakhir Natal bagiku adalah pulang kampung. Terutama bertemu Bapaku tersayang. Tapi, kali ini aku nggak ke Kupang. Sudah nggak ada alasan untuk balik. Eh, becanda ding. Kalau dibaca orang-orang rumah, mereka bisa mengamuk nih. Meski memang itu ada benarnya. Ssssst, jangan bilang-bilang, ya, hehehe.
Natal ini aku berdua dengan Ronny, adikku. Akhirnya dia mau juga meluangkan waktu dengan kakaknya yang bawel ini hehehe. Tanggal 23, kami belanja hadiah Natal buat dia sampai toko nyaris tutup. Kami memang keluar rumah sudah cukup malam karena keasyikan cerita.
Pagi hari aku menelepon gereja untuk memastikan jam misa. Karena telepon gereja sibuk, aku menelepon Tante De, temanku. Tapi nggak ada jawaban. Aku menelepon gereja sekali lagi dan dijawab. Kami memutuskan misa pertama jam setengah enam sore supaya bisa bermalam Natal di rumah Tante Juni di Cileduk.
Sekitar jam empat sore, Tante De meneleponku dan mengajak misa bareng. Aneh nih. Ternyata dia ke gereja untuk misa biasa. "Emang sekarang misa malam Natal?" dia bertanya. Waduuuuuuh!
Beberapa saat kemudian, Tante De mengirim pesan singkat. "Aku dan Christine sudah siapkan satu tempat di bangku ketiga dari depan. Buruan." Aku membalas sms dengan kata pembukaan "maap" dan meminta mereka memberi satu tempat lagi buat adikku. Mereka menjawab: oke deh. Horeeeee. Aku nggak perlu mencari-cari tempat bahkan bisa duduk di depan.
Bangku di luar gereja nyaris penuh ketika kami datang. Salah seorang panitia mengingatkan aku tidak ada bangku kosong di dalam gereja. Dengan senyum manis aku mengatakan temanku sudah menyiapkan tempat bagiku di dalam. Kami pun masuk dengan sukacita penuh.
Mbak Christine begitu manis dengan blus putih dan rok hitam. Sepatunya mengkilap dan kelihatan baru. Tante De yang duduk di samping Mbak Christine mengomeliku karena terlalu lama. "Tadi ada orang tua yang mau duduk tau," kata dia. "Iya, iyaaa, maap, maaap, aku kan musti dandan, ini hari spesial," kataku tersenyum paling manis. Aku nggak berani bilang bahwa saat Tante De menelepon aku masih di salon hehehe.
Dalam kotbah, Romo bilang bahwa gua dalam tradisi Yahudi adalah tempat umum, persinggahan bagi gembala dan orang-orang yang mendapati tempat penginapan penuh. Di tempat umum kita bisa bertemu orang baru, membagi sukacita, menjalin hubungan dengan siapa saja dan reuni dengan orang-orang dekat.
Aku, Ronny, Mbak Christine, dan Tante De saling melempar senyum. Ya, di malam Natal ini, kami bersama gembala, domba, dan para malaikat datang di "gua" yang bernama gereja untuk merayakan kemuliaan Allah dalam kelahiran bayi Yesus.
Selesai misa aku mengajak mereka ke rumah. Ya, memang tidak ada makanan sih. Tapi, aku punya tart yang masih dalam kotak yang bentuknya juga belum sempat kuintip. Mereka bisa membawa kue itu. Lagipula kami sudah lama nggak pernah ketemu bareng. Pertemuan harus bubar karena aku dan Ronny harus ke Cileduk.
Kami berangkat dari rumah sekitar jam 10 malam karena harus makan dulu di jalan. Sampai di Cileduk jam sekitar 11 malam. Menyenangkan sekali bisa bertemu dan berdoa bareng di malam Natal bersama Tante Juni, Tante Yana, dan adik-adikku tersayang di sana. Dalam doa aku mengucap syukur pada Tuhan dan mengulang kata-kata Yesus "Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu."
Kami bercerita dengan Tante Juni sampai jam dua pagi dan aku masih mengobrol lagi di kamar dengan Inge dan Angela sekitar satu jam lagi. Rasanya nggak ingin tidur. Padahal, jam sembilan pagi kami akan pergi ke makam Om Pius dan terus ke rumah sakit di Kedoya, menengok Omku yang sakit.
Di pemakaman ramai. Pak Lar--sopir Omku--dan keluarganya tidak ikut nyekar. Ini kedua kali aku ke makam Om Pius dan menaburkan kembang bersama Tante Juni, Ronny, Inge, Tante Yana. Kami bergerak ke rumah sakit.
Wajah Omku pucat. Kami berdoa dan menaikkan pujian memohon kesembuhan Omku. Senang melihat Omku tertawa mendengar cerita-cerita kami. Aku sepakat dengan Ronny, dalam beberapa hal, Omku mirip dengan Bapaku :)
Kami tidak bisa berlama-lama karena aku dan Ronny harus ke rumah Kak Ida di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Gerimis sepanjang perjalanan. Lumayan bisa tidur.
Di rumah Kak Ida, ada Lilis dan keluarganya juga saudara-saudara dalam komunitas doa kami. Bercerita, ketawa, dan makan-makan. Kemudian aku dan Lilis cs kami ke rumah Wid dan Ade. Ronny langsung kembali ke marga.
Di rumah Wid, kami cerita-cerita, ketawa, dan makan-makan lagi. Berlanjut ke rumah Mbak Yan, cerita-cerita, ketawa-ketawa, dan untung cuma minum. Benar-benar menyenangkan. Kami sepakat untuk mencari waktu buat jalan-jalan bareng, tanpa orang-orang tua. Kami juga ingin bikin kontes joget Inul segala hahahaha.
Aku sampai di rumah sekitar jam sembilan malam. Ingin sekali melihat lampu natalku kelap-kelip di pohon terang miniku dengan nuansa ungu. Tapi nggak sempat. Mengantuk berat.
Aku tidak sanggup berdoa panjang, cuma bersyukur. Bagiku Natal adalah damai. Aku bersyukur untuk damai sejahtera yang melingkupi aku dan terus meminta rahmat Allah agar aku bisa membagikan damai ini pada siapa saja. Merry Christmas!
Beberapa tahun terakhir Natal bagiku adalah pulang kampung. Terutama bertemu Bapaku tersayang. Tapi, kali ini aku nggak ke Kupang. Sudah nggak ada alasan untuk balik. Eh, becanda ding. Kalau dibaca orang-orang rumah, mereka bisa mengamuk nih. Meski memang itu ada benarnya. Ssssst, jangan bilang-bilang, ya, hehehe.
Natal ini aku berdua dengan Ronny, adikku. Akhirnya dia mau juga meluangkan waktu dengan kakaknya yang bawel ini hehehe. Tanggal 23, kami belanja hadiah Natal buat dia sampai toko nyaris tutup. Kami memang keluar rumah sudah cukup malam karena keasyikan cerita.
Pagi hari aku menelepon gereja untuk memastikan jam misa. Karena telepon gereja sibuk, aku menelepon Tante De, temanku. Tapi nggak ada jawaban. Aku menelepon gereja sekali lagi dan dijawab. Kami memutuskan misa pertama jam setengah enam sore supaya bisa bermalam Natal di rumah Tante Juni di Cileduk.
Sekitar jam empat sore, Tante De meneleponku dan mengajak misa bareng. Aneh nih. Ternyata dia ke gereja untuk misa biasa. "Emang sekarang misa malam Natal?" dia bertanya. Waduuuuuuh!
Beberapa saat kemudian, Tante De mengirim pesan singkat. "Aku dan Christine sudah siapkan satu tempat di bangku ketiga dari depan. Buruan." Aku membalas sms dengan kata pembukaan "maap" dan meminta mereka memberi satu tempat lagi buat adikku. Mereka menjawab: oke deh. Horeeeee. Aku nggak perlu mencari-cari tempat bahkan bisa duduk di depan.
Bangku di luar gereja nyaris penuh ketika kami datang. Salah seorang panitia mengingatkan aku tidak ada bangku kosong di dalam gereja. Dengan senyum manis aku mengatakan temanku sudah menyiapkan tempat bagiku di dalam. Kami pun masuk dengan sukacita penuh.
Mbak Christine begitu manis dengan blus putih dan rok hitam. Sepatunya mengkilap dan kelihatan baru. Tante De yang duduk di samping Mbak Christine mengomeliku karena terlalu lama. "Tadi ada orang tua yang mau duduk tau," kata dia. "Iya, iyaaa, maap, maaap, aku kan musti dandan, ini hari spesial," kataku tersenyum paling manis. Aku nggak berani bilang bahwa saat Tante De menelepon aku masih di salon hehehe.
Dalam kotbah, Romo bilang bahwa gua dalam tradisi Yahudi adalah tempat umum, persinggahan bagi gembala dan orang-orang yang mendapati tempat penginapan penuh. Di tempat umum kita bisa bertemu orang baru, membagi sukacita, menjalin hubungan dengan siapa saja dan reuni dengan orang-orang dekat.
Aku, Ronny, Mbak Christine, dan Tante De saling melempar senyum. Ya, di malam Natal ini, kami bersama gembala, domba, dan para malaikat datang di "gua" yang bernama gereja untuk merayakan kemuliaan Allah dalam kelahiran bayi Yesus.
Selesai misa aku mengajak mereka ke rumah. Ya, memang tidak ada makanan sih. Tapi, aku punya tart yang masih dalam kotak yang bentuknya juga belum sempat kuintip. Mereka bisa membawa kue itu. Lagipula kami sudah lama nggak pernah ketemu bareng. Pertemuan harus bubar karena aku dan Ronny harus ke Cileduk.
Kami berangkat dari rumah sekitar jam 10 malam karena harus makan dulu di jalan. Sampai di Cileduk jam sekitar 11 malam. Menyenangkan sekali bisa bertemu dan berdoa bareng di malam Natal bersama Tante Juni, Tante Yana, dan adik-adikku tersayang di sana. Dalam doa aku mengucap syukur pada Tuhan dan mengulang kata-kata Yesus "Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu."
Kami bercerita dengan Tante Juni sampai jam dua pagi dan aku masih mengobrol lagi di kamar dengan Inge dan Angela sekitar satu jam lagi. Rasanya nggak ingin tidur. Padahal, jam sembilan pagi kami akan pergi ke makam Om Pius dan terus ke rumah sakit di Kedoya, menengok Omku yang sakit.
Di pemakaman ramai. Pak Lar--sopir Omku--dan keluarganya tidak ikut nyekar. Ini kedua kali aku ke makam Om Pius dan menaburkan kembang bersama Tante Juni, Ronny, Inge, Tante Yana. Kami bergerak ke rumah sakit.
Wajah Omku pucat. Kami berdoa dan menaikkan pujian memohon kesembuhan Omku. Senang melihat Omku tertawa mendengar cerita-cerita kami. Aku sepakat dengan Ronny, dalam beberapa hal, Omku mirip dengan Bapaku :)
Kami tidak bisa berlama-lama karena aku dan Ronny harus ke rumah Kak Ida di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Gerimis sepanjang perjalanan. Lumayan bisa tidur.
Di rumah Kak Ida, ada Lilis dan keluarganya juga saudara-saudara dalam komunitas doa kami. Bercerita, ketawa, dan makan-makan. Kemudian aku dan Lilis cs kami ke rumah Wid dan Ade. Ronny langsung kembali ke marga.
Di rumah Wid, kami cerita-cerita, ketawa, dan makan-makan lagi. Berlanjut ke rumah Mbak Yan, cerita-cerita, ketawa-ketawa, dan untung cuma minum. Benar-benar menyenangkan. Kami sepakat untuk mencari waktu buat jalan-jalan bareng, tanpa orang-orang tua. Kami juga ingin bikin kontes joget Inul segala hahahaha.
Aku sampai di rumah sekitar jam sembilan malam. Ingin sekali melihat lampu natalku kelap-kelip di pohon terang miniku dengan nuansa ungu. Tapi nggak sempat. Mengantuk berat.
Aku tidak sanggup berdoa panjang, cuma bersyukur. Bagiku Natal adalah damai. Aku bersyukur untuk damai sejahtera yang melingkupi aku dan terus meminta rahmat Allah agar aku bisa membagikan damai ini pada siapa saja. Merry Christmas!