Deeper in Love
Belum lama ini aku ketemu teman lama. Kami tidak bertemu sekitar dua tahun. Begitu dua hari kembali ke Indonesia, dia meneleponku setelah mengontak Mer, sahabatku. Setelah bicara tidak jelas, asal bisa ketawa, kami janjian ketemu.
Kami ketemu Jumat pekan silam, sekitar jam tujuh malam lebih. "Kalau tujuh menit lagi kamu belum datang, saya tinggal," kata dia saat kami masih dalam perjalanan. Pikiran aku dan Mer sama: "Kok marah? Kenapa harus marah?" Jakarta kan selalu macet. Lagian teman-temannya kan sering telat.
Akhirnya kami ketemu. Dari jauh aku melihat ada yang aneh dengan tangan kirinya. Hmmmm. Malu-malu. Ternyata dia mengenakan cincin. Suit suit. "Saya sudah menikah. Kami menikah di gereja," kata dia memandangku. "Senang?" dia masih menatapku, tersenyum. Yeeeee.
Setelah dia pergi dari Indonesia kami sempat beberapa kali bertukar e-mail. Rasa-rasanya--bisa salah nih--dia tidak pernah merespons setelah aku menyemangati dia untuk mengajak ibu anaknya itu untuk menikah. Sebagai teman yang baik, cerewet, dan galak, ting ting taringnya keluar, aku menyemangati dan mendoakan dia agar menikah, bukan di catatan sipil, tapi di gereja. "Tidak mungkin," kata dia waktu itu. Aku juga tidak berhenti mengirimi dia mail, meski miskin respons.
Iya, jelas aku senang. Tapi, dia kan yang mesti lebih senang. Menikah resmi geto lo. Kok di balik-balik sih. Please deh Bapak--dia tidak suka dipanggil begini. Garing tau.
"Saya juga selalu ke gereja, meski tidak sering," kata dia. Iiiih, kok seperti pengakuan dosa. Tutup kuping.
Senang banget bisa ketemu teman lamaku ini. Meski berjauhan kami tetap bisa ketemu dan berbicara sesuka hati tanpa melihat status. Tapi, yang paling menyenangkan adalah mendengar dia tertawa. Aku selalu membayangkan dia dengan muka batu, pelit senyum, apalagi tertawa. Uhhhh, ribet banget hidup.
Trus, kenapa Deeper in Love? Ley berbaik hati mengirimkan lagu Don Moen ini padaku, thanks ya Non :) Aku mengirimkan lagu ini buat seorang teman. Dia mengaku sudah bertahun-tahun tidak mendengarkan lagu-lagu seperti ini.
There is a longing
only You can fill
A raging tempest
only You can still
My soul is thirsty Lord
to know You as I'm known
Drink from the river
that flows before Your throne
Seperti teman lamaku itu, aku juga sedang menyemangati temanku itu agar menikah tahun depan. Dia juga tidak yakin. "Bilang amin," kataku. "Amin," dia berkata.
Take me deeper
Deeper in love with You
Jesus hold me close in Your embrace
Take me deeper
Deeper than I've ever been before
I just want to love You more and more
How I long to be deeper in love
Sunrise to sunrise
I will seek Your face
Drawn by the Spirit
to the promise of Your grace
My heart has found in You
a hope that will abide
Here in Your presence
forever satisfied
Belum lama ini aku ketemu teman lama. Kami tidak bertemu sekitar dua tahun. Begitu dua hari kembali ke Indonesia, dia meneleponku setelah mengontak Mer, sahabatku. Setelah bicara tidak jelas, asal bisa ketawa, kami janjian ketemu.
Kami ketemu Jumat pekan silam, sekitar jam tujuh malam lebih. "Kalau tujuh menit lagi kamu belum datang, saya tinggal," kata dia saat kami masih dalam perjalanan. Pikiran aku dan Mer sama: "Kok marah? Kenapa harus marah?" Jakarta kan selalu macet. Lagian teman-temannya kan sering telat.
Akhirnya kami ketemu. Dari jauh aku melihat ada yang aneh dengan tangan kirinya. Hmmmm. Malu-malu. Ternyata dia mengenakan cincin. Suit suit. "Saya sudah menikah. Kami menikah di gereja," kata dia memandangku. "Senang?" dia masih menatapku, tersenyum. Yeeeee.
Setelah dia pergi dari Indonesia kami sempat beberapa kali bertukar e-mail. Rasa-rasanya--bisa salah nih--dia tidak pernah merespons setelah aku menyemangati dia untuk mengajak ibu anaknya itu untuk menikah. Sebagai teman yang baik, cerewet, dan galak, ting ting taringnya keluar, aku menyemangati dan mendoakan dia agar menikah, bukan di catatan sipil, tapi di gereja. "Tidak mungkin," kata dia waktu itu. Aku juga tidak berhenti mengirimi dia mail, meski miskin respons.
Iya, jelas aku senang. Tapi, dia kan yang mesti lebih senang. Menikah resmi geto lo. Kok di balik-balik sih. Please deh Bapak--dia tidak suka dipanggil begini. Garing tau.
"Saya juga selalu ke gereja, meski tidak sering," kata dia. Iiiih, kok seperti pengakuan dosa. Tutup kuping.
Senang banget bisa ketemu teman lamaku ini. Meski berjauhan kami tetap bisa ketemu dan berbicara sesuka hati tanpa melihat status. Tapi, yang paling menyenangkan adalah mendengar dia tertawa. Aku selalu membayangkan dia dengan muka batu, pelit senyum, apalagi tertawa. Uhhhh, ribet banget hidup.
Trus, kenapa Deeper in Love? Ley berbaik hati mengirimkan lagu Don Moen ini padaku, thanks ya Non :) Aku mengirimkan lagu ini buat seorang teman. Dia mengaku sudah bertahun-tahun tidak mendengarkan lagu-lagu seperti ini.
There is a longing
only You can fill
A raging tempest
only You can still
My soul is thirsty Lord
to know You as I'm known
Drink from the river
that flows before Your throne
Seperti teman lamaku itu, aku juga sedang menyemangati temanku itu agar menikah tahun depan. Dia juga tidak yakin. "Bilang amin," kataku. "Amin," dia berkata.
Take me deeper
Deeper in love with You
Jesus hold me close in Your embrace
Take me deeper
Deeper than I've ever been before
I just want to love You more and more
How I long to be deeper in love
Sunrise to sunrise
I will seek Your face
Drawn by the Spirit
to the promise of Your grace
My heart has found in You
a hope that will abide
Here in Your presence
forever satisfied