Kitari Menggendong Bonty
Senin kemarin aku ke rumah sahabat lamaku, May. Kami teman di asrama sejak ingusan dan berlanjut ke SD di Kupang. Kami sempat setahun lebih satu SMP kemudian dia pindah ikut ayahnya tugas di Flores.
Sebenarnya aku nggak ada rencana ke rumahnya. Tapi, aku mau saja begitu tahu anak keduanya ulang tahun. Kami sudah tiga kali ketemu dan selama ini belum juga ke rumahnya padahal sudah janji, hiks. Anaknya tiga, Putri, Adi, dan Oming. Semuanya sehat, cantik dan cakep, serta lincah. Putri yang matanya cantik banget ternyata suka menggambar dan menunjukkan hasil gambarnya. Mereka juga menunjukkan fotonya dalam pakaian adat Bali. Ayah mereka dari Bali.
Lucu juga. Dahulu kami sering main masak-masakan dan sekarang aku ada di rumah benerannya. Dia berkali-kali bilang anak-anaknya nggak bisa diam dan haus pujian. No problemo. Aku dan dia kecil juga bukan anak-anak yang manis.
Sebagian cerita kenakalan kami keluar satu per satu. Yang pasti kami pernah naik pohon kersen di rumah Om Rein sepulang sekolah. Waktu itu aku masih SD. Karena keasyikan kami nggak sadar ayahku sudah menunggu di bawah pohon dengan kayu kecil. May ketakutan, karena dia yang mengajak. Aku malah nggak bisa turun karena kelewat takut.
May menghilang begitu cepat. Dia enak, nggak dimarahi karena naik pohon. Kalau aku memang nggak boleh naik pohon. Dan, Bung Romeo Charlie sedang menungguku di bawah pohon. Dalam kondisi begitu aku selalu mengeluarkan senjata ampuh: menangis. Ayahku nggak tahan melihat air mataku dan pergi. Kemudian salah satu saudaraku datang dan menurunkan aku dari pohon. Seperti yang aku bilang tadi, aku lupa dong bagaimana harus turun.
Kemarin aku nggak bisa tidur. Nggak tahu kenapa. Mungkin karena hari pertama masuk malam. Akhirnya aku begadang sampai pagi. Khawatir lemas, aku berniat membatalkan janji dengan Judith. Tapi, nggaklah, daripada menunda lagi dan lagi, hiks. Kita ketemuan sekitar jam 12.00 WIB dan cerita-cerita sekitar tiga jam. Aku merasa seperti bertemu teman lama yang sudah belasan tahun menghilang. Maunya lebih lama lagi, soalnya obrolannya seru, ya Jeng ya, hehhehe. Tapi, aku harus pulang, istirahat dulu.
Gantungan kunci gadis Jepang dengan anjing putihnya sudah jadi pengikat kunci rumahku lo, he he he. Aku sebut Kitari menggendong Bonty :) Bukunya juga sudah selesai aku baca. Thanks ya, Judith. Kita pasti ketemu lagi dan aku berdoa biar Jeng bisa doa bareng dengan teman-temanku yang lain, amin. Semoga seperti aku dan May, pertemanan kita awet, selamanya.
Senin kemarin aku ke rumah sahabat lamaku, May. Kami teman di asrama sejak ingusan dan berlanjut ke SD di Kupang. Kami sempat setahun lebih satu SMP kemudian dia pindah ikut ayahnya tugas di Flores.
Sebenarnya aku nggak ada rencana ke rumahnya. Tapi, aku mau saja begitu tahu anak keduanya ulang tahun. Kami sudah tiga kali ketemu dan selama ini belum juga ke rumahnya padahal sudah janji, hiks. Anaknya tiga, Putri, Adi, dan Oming. Semuanya sehat, cantik dan cakep, serta lincah. Putri yang matanya cantik banget ternyata suka menggambar dan menunjukkan hasil gambarnya. Mereka juga menunjukkan fotonya dalam pakaian adat Bali. Ayah mereka dari Bali.
Lucu juga. Dahulu kami sering main masak-masakan dan sekarang aku ada di rumah benerannya. Dia berkali-kali bilang anak-anaknya nggak bisa diam dan haus pujian. No problemo. Aku dan dia kecil juga bukan anak-anak yang manis.
Sebagian cerita kenakalan kami keluar satu per satu. Yang pasti kami pernah naik pohon kersen di rumah Om Rein sepulang sekolah. Waktu itu aku masih SD. Karena keasyikan kami nggak sadar ayahku sudah menunggu di bawah pohon dengan kayu kecil. May ketakutan, karena dia yang mengajak. Aku malah nggak bisa turun karena kelewat takut.
May menghilang begitu cepat. Dia enak, nggak dimarahi karena naik pohon. Kalau aku memang nggak boleh naik pohon. Dan, Bung Romeo Charlie sedang menungguku di bawah pohon. Dalam kondisi begitu aku selalu mengeluarkan senjata ampuh: menangis. Ayahku nggak tahan melihat air mataku dan pergi. Kemudian salah satu saudaraku datang dan menurunkan aku dari pohon. Seperti yang aku bilang tadi, aku lupa dong bagaimana harus turun.
Kemarin aku nggak bisa tidur. Nggak tahu kenapa. Mungkin karena hari pertama masuk malam. Akhirnya aku begadang sampai pagi. Khawatir lemas, aku berniat membatalkan janji dengan Judith. Tapi, nggaklah, daripada menunda lagi dan lagi, hiks. Kita ketemuan sekitar jam 12.00 WIB dan cerita-cerita sekitar tiga jam. Aku merasa seperti bertemu teman lama yang sudah belasan tahun menghilang. Maunya lebih lama lagi, soalnya obrolannya seru, ya Jeng ya, hehhehe. Tapi, aku harus pulang, istirahat dulu.
Gantungan kunci gadis Jepang dengan anjing putihnya sudah jadi pengikat kunci rumahku lo, he he he. Aku sebut Kitari menggendong Bonty :) Bukunya juga sudah selesai aku baca. Thanks ya, Judith. Kita pasti ketemu lagi dan aku berdoa biar Jeng bisa doa bareng dengan teman-temanku yang lain, amin. Semoga seperti aku dan May, pertemanan kita awet, selamanya.
2 Comments :
Jeng....aku senang sekali gantungannya sudah bernama...aku terharu,bener.Btw,buku2nya dashyat sekali,aku sampai merinding membacanya.Akupun berdoa agar kita bisa memujiNYA bersama2 dgn teman2mu ya.Terima kasih..terima kasih tak terhingga untuk persahabatan ini...
# by 4:36 PM
-------------------- , atDahsyat ya, Judith? Aku baca buku itu sambil lalu hehehhe. Itu buku yang direkomendasikan harus dibaca. Terima kasih untuk semuanya :) Saling mendoakan ya Jeng, lam sayang buat Lexy :)
--------------------