Selebar Daun Kelor
Horeee ke bandar udara lagi. Aku suka berada dalam hiruk-pikuk bandara. Ada yang datang, ada yang pergi. Ada yang mendarat ada yang mengangkasa. Ada yang mengantar, ada yang menjemput. Ada yang bertemu, ada yang berpisah.
Bandara selalu ramai. Ada orang yang datang lebih awal. Ada yang terburu-buru. Ada yang terlambat. Ada yang sedih. Ada yang senang. Ada yang tanpa ekspresi. Ada yang stres karena belum mendapat tiket atau sedang bermasalah dengan perjalanan. Ada yang berat berpisah. Ada yang datang sendirian, ada pula yang membawa rombongan sekelurahan. Ssstt, di sana, ada yang berkeliaran mencari mangsa.
Aku suka suasana bandara di pagi buta. Dingin. Lampu-lampu menyala. Tidak terlalu ramai. Duduk di bangku tunggu, tempat makan, atau ruang tunggu sebelum berangkat. Selalu ada pembicaraan. Entah aku ikut omong atau cuma mencuri dengar.
Bandara di waktu malam juga tidak kalah menarik. Ada banyak lampu. Udara sejuk (kalau hujan ya dinginnnnn). Orang mondar-mandir. Tapi tidak terlalu ramai. Satu per satu pegawai bandara mulai pulang.
Melihat suasana di bandara sama dengan melihat diriku dalam wajah dan ekspresi orang lain. Kadang aku terburu-buru (ini mah klasik), bermasalah, sedih, gembira, ditemani banyak orang, sendirian. Kadang-kadang aku merasa terlalu tinggi sehingga melihat sesuatu seperti titik-titik saja, namun akhirnya akan menginjak bumi juga. Selalu ada yang baru, ada kejutan di sana-sini, dan tidak pernah sama. Semuanya berlalu dengan waktu.
Jika ada waktu dan bodi memungkinkan aku dengan senang hati mengantar atau menjemput seseorang agar bisa merasakan suasana bandara. Siapa tahu bisa bertemu teman lama atau malah mendapat teman baru.
Aku belum bilang ya, aku kemarin ke bandara untuk bertemu Hein, temanku dari Belanda. Kami berkenalan lewat friendster dan berlanjut ke YM. Dia sedang liburan ke Indonesia dan baru pulang dari Semarang dan akan berangkat lagi ke Denpasar.
Bandara kemarin panas sekali. Aku tiba jam 13.00 WIB lebih dikit. Akhirnya kami bertemu juga. Sebenarnya dia sudah dua hari di Jakarta baru ke Semarang. Selama di Jakarta kita nggak bertemu, cuma sms, please deh. Aneh banget kan. Makanya, aku bela-belain ketemu dia. Kami berbicara di antara jam-jam sebelum dia terbang ke Pulau Dewata.
Seperti yang aku bilang tadi, bandara mengajarkanku tentang waktu. Segala sesuatu ada waktunya. Kemarin aku bukan cuma bertemu Hein sebagai teman, tapi juga sebagai saudara. Kami akrab karena dia ini anak teman ayahku. Dahulu ayahnya dan ayahku sama-sama polisi. Kemudian papanya bedol rumah ke Belanda. Jadi, pada waktunya, ternyata bandara juga menunjukkan padaku bahwa dunia begitu kecil, selebar daun kelor :)
Horeee ke bandar udara lagi. Aku suka berada dalam hiruk-pikuk bandara. Ada yang datang, ada yang pergi. Ada yang mendarat ada yang mengangkasa. Ada yang mengantar, ada yang menjemput. Ada yang bertemu, ada yang berpisah.
Bandara selalu ramai. Ada orang yang datang lebih awal. Ada yang terburu-buru. Ada yang terlambat. Ada yang sedih. Ada yang senang. Ada yang tanpa ekspresi. Ada yang stres karena belum mendapat tiket atau sedang bermasalah dengan perjalanan. Ada yang berat berpisah. Ada yang datang sendirian, ada pula yang membawa rombongan sekelurahan. Ssstt, di sana, ada yang berkeliaran mencari mangsa.
Aku suka suasana bandara di pagi buta. Dingin. Lampu-lampu menyala. Tidak terlalu ramai. Duduk di bangku tunggu, tempat makan, atau ruang tunggu sebelum berangkat. Selalu ada pembicaraan. Entah aku ikut omong atau cuma mencuri dengar.
Bandara di waktu malam juga tidak kalah menarik. Ada banyak lampu. Udara sejuk (kalau hujan ya dinginnnnn). Orang mondar-mandir. Tapi tidak terlalu ramai. Satu per satu pegawai bandara mulai pulang.
Melihat suasana di bandara sama dengan melihat diriku dalam wajah dan ekspresi orang lain. Kadang aku terburu-buru (ini mah klasik), bermasalah, sedih, gembira, ditemani banyak orang, sendirian. Kadang-kadang aku merasa terlalu tinggi sehingga melihat sesuatu seperti titik-titik saja, namun akhirnya akan menginjak bumi juga. Selalu ada yang baru, ada kejutan di sana-sini, dan tidak pernah sama. Semuanya berlalu dengan waktu.
Jika ada waktu dan bodi memungkinkan aku dengan senang hati mengantar atau menjemput seseorang agar bisa merasakan suasana bandara. Siapa tahu bisa bertemu teman lama atau malah mendapat teman baru.
Aku belum bilang ya, aku kemarin ke bandara untuk bertemu Hein, temanku dari Belanda. Kami berkenalan lewat friendster dan berlanjut ke YM. Dia sedang liburan ke Indonesia dan baru pulang dari Semarang dan akan berangkat lagi ke Denpasar.
Bandara kemarin panas sekali. Aku tiba jam 13.00 WIB lebih dikit. Akhirnya kami bertemu juga. Sebenarnya dia sudah dua hari di Jakarta baru ke Semarang. Selama di Jakarta kita nggak bertemu, cuma sms, please deh. Aneh banget kan. Makanya, aku bela-belain ketemu dia. Kami berbicara di antara jam-jam sebelum dia terbang ke Pulau Dewata.
Seperti yang aku bilang tadi, bandara mengajarkanku tentang waktu. Segala sesuatu ada waktunya. Kemarin aku bukan cuma bertemu Hein sebagai teman, tapi juga sebagai saudara. Kami akrab karena dia ini anak teman ayahku. Dahulu ayahnya dan ayahku sama-sama polisi. Kemudian papanya bedol rumah ke Belanda. Jadi, pada waktunya, ternyata bandara juga menunjukkan padaku bahwa dunia begitu kecil, selebar daun kelor :)
3 Comments :
Jadi kita punya kesamaan bcoz I love Bandara 2 very much....hehe...
# by 1:52 PM
-------------------- , atha? beneran? horeee, akhirnya ada teman
--------------------
Eeee, baru sempat baca sampe sini..
Kalo sonde salah orang2 bilang katong "anak kolong". Jadi, Bapa Ani dari beta dan Bapa Ani dari kakak juga Bapa Polisi.
Lain kali mungkin jalan lagi di Jkt, kalo ada alasan.
# by 4:06 AM
-------------------- , at