<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://draft.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d6496619\x26blogName\x3d-::+L+O+V+E+will+S+E+T+you+F+R+E+E::\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://tinneke.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://tinneke.blogspot.com/\x26vt\x3d-6149671454343776068', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
Tuesday, June 06, 2006
Jreng-jreng

Aku perhatikan beberapa bulan terakhir ini aku lebih banyak bernyanyi. Aku jadi benar-benar membutuhkan gitar. Hmm aku nggak jago jreng-jreng sih. Tapi, aku bisa memainkan beberapa lagu dengan perpindahan kunci G, A, dan D saja, he he he.

Aku belajar gitar juga dari Hani, istri Abangku. Aku belajar cara memetik senar. Caranya sederhana banget, dimulai dengan dengan menggerakkan jari telunjuk, tengah, dan manis berurutan. Setelah luwes barulah aku mulai memetik dawai gitar. Dan, sampai sekarang aku nggak bisa jreng-jreng. Aneh kan, heheheh. Kalau kita PAA aku cuma bisa memetik gitar. Sahabat-sahabat kecilku suka menertawakanku. Dedy yang kelas dua SMP itu bahkan sering gemas melihat aku tidak bisa jreng-jreng juga.

Sebenarnya Ronny adikku sudah mengajariku. Pertama belajar bisa dong. Tapi, aku lebih senang memainkan gitar dengan memetik senar. Kedengarannya lebih jernih, tenang, nggak ramai, dan sangat personal. Tapi, lagu-lagu berirama cepat dan riang jadi sendu semua. Hello aku kan main untuk diriku sendiri, syukur-syukur kalau ada yang menikmati.

Dahulu di rumah kami ada gitar. Gitar itu milik Ronny, adikku. Karena dia lagi senang-senangnya berorganisasi dan menginap di markasnya, gitar itu juga ikut pindah rumah. Jadi, kalau ingin main gitar, ya, harus ke Bogor.

Di Bogor ada dua gitar. Yang gede punya Abangku. Senarnya agak kasar dan tajam. Dahulu sih, jariku agak kapalan, tapi sekarang sudah kembali normal. Jadi kalau main gitar nggak bisa lama, sakit. Nah, gitar Moses paling asyik. Ukurannya kecil dan senarnya juga mungil, lembut, dan nggak bikin jari perih.

Moses sih nggak tertarik main gitar. Dia memang sering ngejreng sendiri tapi lebih banyak menghabiskan waktu untuk membaca dan menonton film Ultraman dan teman-temannya. Jadi, aku dan Jenny bermaksud meminjam gitar dengan kain pembungkus kotak-kotak putih biru muda itu. Tapi, belum kesampaian. Soalnya, kasihan juga kalo Moses dan Nera--yang lebih sering mengobok-obok gitar itu--mau jreng-jreng harus pakai gitar gede Abangku.

Aku dan Jenny sepakat akan membeli gitar. Gitar gede dengan senar yang tidak membuat jari kami depresi. Kami berdua sudah bertekad untuk belajar gitar lebih sungguh. Bisa bermain untuk orang lain juga. Targetku sederhana saja, agar PAA tidak cuma penuh pujian saat ada Abang dan Ronny yang bermain gitar. Jenny dan aku juga bisa mengiringi sahabat-sahabat kecilku bernyanyi.

Jenny lebih jago dan menguasai beberapa kunci. Dia sudah berkali-kali mengajariku beberapa kunci. Tapi, aku suka nggak peduli, dan sering menyanyikan berbagai lagu dengan tiga kunci andalan itu. Sejauh ini berhasil, meski mereka sering menertawakanku. Nggak masalah, aku menyanyi buat diriku kan. Gengsi lagi kalau berhenti bermain gitar apalagi menyanyi karena tertawaan orang. Sorry nggak gue banget, he he he.

Dan, ini juga penting, kami juga bisa bermain gitar di rumah di Kupang. Jadi koleksi buku-buku lagu Mamaku nggak cuma berfungsi maksimal kalau ada Abangku dan Ronny di rumah. Kami juga nggak histeris mengetahui ada teman yang bisa main gitar apalagi piano. Selama ini kami begitu, he he.

Di rumah di Kupang, kami punya pengiring sejati, Arit. Dia itu sudah seperti adik kami yang paling bungsu. Tapi, dia lebih banyak memainkan lagu-lagu rohani. Aku sudah membayangkan untuk menunjukkan kemampuanku pada adikku Wisye dan kakakku Lita. Mereka juga bisa bermain gitar dengan tiga kunci saja. Mereka pasti iri.

Hmmm mulai deh muluk-muluk. Kapan beli gitarnya Non?

1 Comments :

Tina,pengen dong denger kamu lagi ngejrenk-ngejrenk...pgn deh ketemu. Nti kalo pas di Jakarta boleh dong mampir,hehe....

# by Anonymous Anonymous, at 4:49 PM  

--------------------

Post a Comment

home

my book
It's my first book!
messages
Name :
Web URL :
Message :


archives
February 2004
March 2004
April 2004
May 2004
June 2004
July 2004
August 2004
September 2004
October 2004
November 2004
December 2004
January 2005
February 2005
March 2005
April 2005
May 2005
June 2005
July 2005
August 2005
September 2005
October 2005
November 2005
December 2005
January 2006
February 2006
March 2006
April 2006
May 2006
June 2006
July 2006
August 2006
September 2006
October 2006
November 2006
December 2006
January 2007
February 2007
March 2007
April 2007
May 2007
June 2007
July 2007
December 2007
January 2008
February 2008
May 2008
July 2008
August 2008
November 2008
January 2009
February 2009
March 2009
August 2009
October 2009
April 2011
June 2011
July 2011
November 2011
December 2011
April 2012
June 2012
November 2013
December 2014

links
Detik
Desa-Pelangi
Tempo
Kompas
Liputan6
Journey
Christian Women

resources
Tagboard
Blogger
Google
SXC
HTML
Haloscan
Gettyimages

hit counter
Free Web Counter

BlogFam Community