Jujur Kacang Ijo
Berkata benar itu baik, tapi tidak semua kebenaran baik untuk dikatakan. Benar nggak? Aku sering menemukan masalah dalam hal berkata benar. Susah sekali bilang terus terang tentang sesuatu. Dalam bahasaku sehari-hari bicara jujur kacang hijau alias nggak bohong.
"Ne lo kangen gue nggak?" Hmmmm. Capek saya. Kenapa sih pake ada pertanyaan seperti itu. Kalau aku kangen, aku pasti bilang. Nggak perlu ditanya. Biasanya aku diam untuk menghentikan pertanyaan. Tapi, kadang-kadang ada juga yang memaksa agar aku bilang bahwa aku nggak kangen. Padahal, jawaban itu akan bikin dia sedih (nggak marah kan?) Aneh-aneh saja.
Aku lebih memilih diam daripada berbohong. Aku memilih berbicara jujur daripada omong kosong. Tak peduli risikonya. Ini aku lakukan bukan supaya aku tidak dibohongi. Memang lebih sakit, mengetahui seseorang berbohong. Sebab, aku pernah terjebak dalam harapan agar orang tidak berbohong padaku karena aku juga tidak berbohong padanya. Itu sudah kuno.
Sekarang aku berusaha untuk jujur kacang ijo karena itu lebih membuat aku bebas. Ini membuat aku lebih santai jika dibohongi. "Silakan berbohong, tapi aku tidak mau ikut-ikutan bohong."
Memang aku masih pontang-panting untuk belajar jujur kacang hijau. Kadang-kadang kebohongan itu keluar begitu saja tanpa proses edit. Jika satu kebohongan lolos, pasti teman-temannya ingin keluar juga. Belum lagi jika aku tak sadar bahwa aku sedang berbohong. Atau aku malah main mata dengan kebohongan itu, hiks.
Aku nyaris tahu kebohongan sahabat-sahabat kecilku. Dengan melihat mata atau gelagatnya aku tahu bahwa mereka sedang berbohong. Dari nada bicara aku juga tahu bahwa sedang dikadalin adik atau abangku. Kayaknya jagoan banget ya. Tapi, mereka juga tahu kalau aku sedang berbohong :). Gayanya kebaca. Dan, cepat atau lambat salah satu dari kita akan berkata jujur kacang ijo juga.
Beberapa hari silam aku bicara terus terang pada seseorang tentang pikiranku. Aku nggak menyangka dia tersinggung. Aku juga es termos, eh emosi melihat cara dia memperlakukanku. Bukannya bilang terus terang kalau marah atau sebal, malah menyindir. Ampun deh. Tapi, semuanya sudah beres. Meski aku nggak senang ending-nya. Masalah kita beres setelah aku balas menyindir, huuuu. Nggak apa-apa, bendera kuning tanda perdamaian sudah berkibar. Peace.
Berkata benar itu baik, tapi tidak semua kebenaran baik untuk dikatakan. Benar nggak? Aku sering menemukan masalah dalam hal berkata benar. Susah sekali bilang terus terang tentang sesuatu. Dalam bahasaku sehari-hari bicara jujur kacang hijau alias nggak bohong.
"Ne lo kangen gue nggak?" Hmmmm. Capek saya. Kenapa sih pake ada pertanyaan seperti itu. Kalau aku kangen, aku pasti bilang. Nggak perlu ditanya. Biasanya aku diam untuk menghentikan pertanyaan. Tapi, kadang-kadang ada juga yang memaksa agar aku bilang bahwa aku nggak kangen. Padahal, jawaban itu akan bikin dia sedih (nggak marah kan?) Aneh-aneh saja.
Aku lebih memilih diam daripada berbohong. Aku memilih berbicara jujur daripada omong kosong. Tak peduli risikonya. Ini aku lakukan bukan supaya aku tidak dibohongi. Memang lebih sakit, mengetahui seseorang berbohong. Sebab, aku pernah terjebak dalam harapan agar orang tidak berbohong padaku karena aku juga tidak berbohong padanya. Itu sudah kuno.
Sekarang aku berusaha untuk jujur kacang ijo karena itu lebih membuat aku bebas. Ini membuat aku lebih santai jika dibohongi. "Silakan berbohong, tapi aku tidak mau ikut-ikutan bohong."
Memang aku masih pontang-panting untuk belajar jujur kacang hijau. Kadang-kadang kebohongan itu keluar begitu saja tanpa proses edit. Jika satu kebohongan lolos, pasti teman-temannya ingin keluar juga. Belum lagi jika aku tak sadar bahwa aku sedang berbohong. Atau aku malah main mata dengan kebohongan itu, hiks.
Aku nyaris tahu kebohongan sahabat-sahabat kecilku. Dengan melihat mata atau gelagatnya aku tahu bahwa mereka sedang berbohong. Dari nada bicara aku juga tahu bahwa sedang dikadalin adik atau abangku. Kayaknya jagoan banget ya. Tapi, mereka juga tahu kalau aku sedang berbohong :). Gayanya kebaca. Dan, cepat atau lambat salah satu dari kita akan berkata jujur kacang ijo juga.
Beberapa hari silam aku bicara terus terang pada seseorang tentang pikiranku. Aku nggak menyangka dia tersinggung. Aku juga es termos, eh emosi melihat cara dia memperlakukanku. Bukannya bilang terus terang kalau marah atau sebal, malah menyindir. Ampun deh. Tapi, semuanya sudah beres. Meski aku nggak senang ending-nya. Masalah kita beres setelah aku balas menyindir, huuuu. Nggak apa-apa, bendera kuning tanda perdamaian sudah berkibar. Peace.