Kemarin aku terkekeh-kekeh mendengar cerita seorang teman tentang belis. Belis sama dengan mahar atau mas kawin. Sebagian orang NTT masih memegang kukuh adat soal belis ini. Tak sedikit pasangan yang gagal ke pelaminan karena kedua belah pihak tidak sepakat soal belis. Banyak juga pasangan yang nekat menikah meski tidak membayar belis dengan risiko siap-siap dikejar keluarga perempuan. Sebab, tidak membayar belis sama dengan berutang.
Yang membuat aku geli, temanku curiga Papanya sudah lama nggak pulang ke kampung halamannya di Kupang karena soal belis itu. Rupanya, ketika menikah, Papanya tidak memberikan belis ke keluarga Mamanya. Jadi, kalau balik, keluarga Mamanya bisa menagih belis berupa 10 ekor sapi.
Ayahku juga pernah cerita tentang belis. Tapi, yang aku ingat--karena bikin gondok-- belis ini sering dipakai untuk merendahkan perempuan di kampungnya. Jika terjadi konflik, keluarga laki-laki bisa mengeluarkan kata-kata yang menurutku nggak pantas. Dan, ayahku pernah mengatakan itu ketika ada masalah keluarga. "Apa itu perempuan, kita tukar dengan kerbau juga." Wah wah wah.
Dari cerita dengan teman-teman perempuan lain, aku tahu bahwa belis ini membuat ibu-ibu di Flores sering di-flungku atau dipukul. Sebab, si suami merasa berhak melakukan apa saja pada istrinya, seperti dia bisa berbuat sesukanya pada kerbau dan teman-temannya itu. Mengerikan.
Belis di NTT itu beragam bentuknya mulai dari hewan--sapi, babi, kuda, kerbau, kambing hingga gading. Ini di luar berbagai syarat mulai dari uang logam emas dan lainnya. Belum lagi dengan uang air susu. (Pamrih nggak sih, Mam?) Masing-masing daerah punya aturan berbeda.
Nah, soal gading, juga unik. Semua orang juga tahu bahwa di Flores itu nggak ada gajah. Ternyata aku baru tahu bahwa gading yang ada di Flores itu berputar-putar saja dari keluarga ke keluarga lain. Singkat kata, gading yang diterima kelurga perempuan akan dipakai oleh anak laki-laki di keluarga itu untuk belis bagi perempuan lain. Begitu seterusnya.
Beberapa waktu silam aku juga ikut acara pertunangan keponakanku. Dia perempuan. Dari situ aku juga belajar tentang belis ala Timor Timur. Hmmm aku lupa persis detailnya, capek saya he he. Tapi yang pasti aku juga tahu bahwa belis itu menunjukkan penghargaan keluarga laki-laki terhadap calon menantu dan keluarganya. Itu diwujudkan dengan barang.
Wajar saja jika muncul kalimat seperti ini, "Masak anak gadis saya cuma dihargai segini." Atau yang lebih mengerikan lagi, "Wah kalau begitu kemahalan, kita cari perempuan yang lain saja." "Jangan mau dengan perempuan dari keluarga itu, belisnya mahal."
Balik lagi ke temanku tadi, aku yakin dia cuma bercanda. Pasti ada alasan lain hingga Papanya tidak pulang ke kampung halamanya sekitar 15 tahun. Lagian, temanku ini sudah jadi warga negara Belanda. Keluarga besarnya pindah warga negara dan menetap di Negeri Kincir Angin itu sejak dia berusia dua tahun. Dan, 29 Maret kemarin, temanku ini ulang tahun yang ke-34 lo :).
Aku tidak bisa menahan ketawa karena cerita belis itu justru keluar dari temanku yang menurutku lebih dekat dengan budaya Eropa. O o jangan-jangan dia sedang mempersiapkan belis nih. Mudah-mudahan nggak bikin dia bankroet he he he.
Iya, ya, mungkin aku terlalu ekstrem. Tapi, menurut aku masalah ini harus dilihat dengan cara ini. Aku yakin, belis ini punya pesan bahwa pernikahan itu berharga dan tidak mudah. Karena itu, dibuatlah berbagai syarat yang kadang tidak masuk akal. Di salah satu daerah di Rote misalnya, yang aku dengar (bisa saja aku salah lo he he) calon menantu harus makan nasi setengah matang yang dimasak dengan minyak babi. (Apa hubungannya dengan perkawinan coba?)
Aku melihat belis sebagai salah satu adat yang perlu dilestarikan tapi dengan syarat yang masuk akal. Sapi, gading, atau uang perak itu memang sangat berharga. Tapi, itu bukan alasan untuk hitung-hitungan. Apalagi menjadikan perempuan seperti barang. Di sini, aku senang sekali dengan gerutuan J-Lo tentang Love Don't Cost A Thing.
Menurutku pernikahan sama dengan memberi diri. Itu melampaui segala hal. Terlalu berharga. Tidak ternilai.
Atau ada yang bisa mematok harga dirinya? Katakan, berapa? Bisa ditawar? Kok seperti pasar ya?????
3 Comments :
Ne, gw kira elo yang persiapan merid. Dah gw tungguin tuh undangan ga dateng2 juga. Dah siap2 pulang? Hari ini gw hepi bgt deh coz bisa ngasih oleh2 buat elo bawa pulang ke Kupang... :)
# by Ang Tek Khun, at 8:30 PM
--------------------Whuahhhh.... gw hepi banget bisa bikin heboh di kantor elo! En hepi bisa elo bawa ke Kupang. Thanks ya buat temans elo yg dah bantuin [salam gt]. Jangan lupa taruh di meja Mbak Rosiana dan ngasih bang Andy FN hehehe
# by Ang Tek Khun, at 11:44 AM
--------------------Tina, ini ada cerita lai ttg belis NTT: http://hurek.blogspot.com/2006/04/nikah-belis-gading.html
# by 6:14 AM
-------------------- , at