<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d6496619\x26blogName\x3d-::+L+O+V+E+will+S+E+T+you+F+R+E+E::\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://tinneke.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://tinneke.blogspot.com/\x26vt\x3d-6149671454343776068', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
Monday, October 17, 2005
Rumah Pelangi

AAku berdiri di depan Rumah Pelangi. Udara wangi. Bukan harum parfum, pengharum ruangan, atau aroma terapi. Seperti campuran bau tanah basah, harum jagung muda yang kulitnya baru dikoyak, roti panggang, dan susu cokelat yang diseduh air mendidih. Nikmat. Tenang. Bibirku tak mau terkatup.

Mataku mencari-cari anjing dan ayam di sekitar rumah. Tidak terdengar salakan. Tidak terdengar cicit anak ayam yang berkeliaran mencubit-cubit rumput. Induk ayam juga tidak nampak. Mungkin di rumah ini tidak ada hewan peliharaan.

Aku masih berdiri di depan Rumah Pelangi. Perhatianku beralih ke dua jalan setapak yang membelah rumput yang basah oleh hujan. Jalan sepanjang sekitar 16 kaki orang dewasa itu ditata dari batu-batu kali. Batu-batu itu dicat dengan warna cerah. Merah, biru laut, hijau pupus, oranye, kuning bunga matahari, dan ungu terong muda. Perpaduan warna di jalan setapak kanan dan kiri tidak seragam. Mungkin dicat oleh anak kecil si pemilik rumah.

Aku baru sadar Rumah Pelangi tidak memiliki pagar.

Aku masih belum bergeser dari pijakan. Rumah itu begitu sunyi. Gorden di dua jendela belum tersibak dari kaca yang masih berembun. Kotak jendela kiri berbentuk saku piyama tanpa jahitan. Bentuk kotak jendela kanan juga sama tapi lebih lebar sekitar satu jengkal dari kembarannya. Kotak jendela bercat putih menempel di tembok bercat hijau pupus. Sekali lagi aku mengira jendela ini dibuat oleh anak kecil.

Aku mundur satu langkah. Kakiku rada berat. Pelan-pelan aku mencabut kaki kiriku. Tanah basah dan rumput bayi ikut tercerabuk. Warna sandal jepitku tidak keruan. Kaki cokelatku melekat di sandal warna biru tua dengan strip kuning, ungu, merah, bercampur lumpur cokelat dengan irisan panjang pendek rerumputan. Aku mundur lagi beberapa langkah. Perlahan-lahan. Hati-hati. Tali sandal jepitku harus tetap dalam posisi merangkak antara kaki dan tubuh ibunya.

Aku kembali menatap rumah pelangi. Ha? Ada anak perempuan bertopi jerami yang mendekati jendela kanan. Aku tidak mendengar gerakannya. Sepertinya gadis kecil bertopi jerami itu juga tidak tahu aku sedang menatapnya.

Hop! Gadis kecil itu melompat. Rambut hitamnya yang diikat seadanya ikut terbang dan kembali mendarat di jaket kotak-kotak biru putihnya. Tangannya bertumpu di dagu jendela. Mengintip. Satu tangannya mengetuk kaca jendela beberapa kali.

Dia meloncat meninggalkan jendela. Kesepuluh jarinya dikibas-kibaskan. Hop! Hop! Tangannya kembali menempel di dagu jendela. Sebagian kaki kirinya yang telanjang bertumpu di tembok yang berlubang. Lutut kanannya mencium tembok dan kakinya membentuk sudut. Dia menggedor kaca jendela dengan kepalanya. Tak sabar.

Jendela perlahan terbuka. Horden jatuh begitu saja. Rupanya penutup jendela itu cuma disematkan begitu saja dari pintu. Tak lama kemudian pintu bercat merah muda itu terbuka. Sebelum masuk, gadis kecil itu menggaruk-garuk kakinya di keset. Sebuah tangan memberikan dia lap hitam. Si gadis masuk setelah membersihakan kaki dan membuka topi jeraminya.

Aku mendekati Rumah Pelangi. Tidak ada suara. Masih sunyi. Tapi bau harum itu makin terasa. Aku ingin sekali mengetuk pintu. Tapi, mereka tidak mengenalku. Aku orang asing. Aku mendekati jendela kiri yang masih tertutup, mencoba melihat isi rumah dari balik kaca. Tapi, tuan rumah belum menyingkap kain penutup jendela kaca.

Aku memberanikan diri untuk mengetuk pintu. Mungkin aku bisa berkenalan dengan si pemilik rumah. Tapi tidak ada sahutan. Sayup-sayup aku mendengar suara orang-orang bicara.

Aku membuka gerendel. Pintu tidak terkunci. Aku masuk dan langsung berhadapan dengan ruang tamu. Ada seperangkat sofa berwarna hijau daun pisang muda. Meja kecil diletakkan di tengah karpet berwarn pelangi dengan warna ungu muda yang dominan. Ada boneka beramput kuning tidur di meja...

***

Aku sedang menatap gambar rumah pelangiku. Rumah pelangi yang kugambar sendiri dengan krayon. Dibentuk dari enam garis hitam yang nyaris sama panjang. Bentuk segi empat dengan segi tiga di atasnya. Lima garis setengah lingkaran menudungi rumah itu. Garis bujur itu masing-masing berwarna ungu terong, biru muda, oranye, kuning, dan merah. Terereng, jadilah rumah pelangi kecilku...


0 Comments :

Post a Comment

home

my book
It's my first book!
messages
Name :
Web URL :
Message :


archives
February 2004
March 2004
April 2004
May 2004
June 2004
July 2004
August 2004
September 2004
October 2004
November 2004
December 2004
January 2005
February 2005
March 2005
April 2005
May 2005
June 2005
July 2005
August 2005
September 2005
October 2005
November 2005
December 2005
January 2006
February 2006
March 2006
April 2006
May 2006
June 2006
July 2006
August 2006
September 2006
October 2006
November 2006
December 2006
January 2007
February 2007
March 2007
April 2007
May 2007
June 2007
July 2007
December 2007
January 2008
February 2008
May 2008
July 2008
August 2008
November 2008
January 2009
February 2009
March 2009
August 2009
October 2009
April 2011
June 2011
July 2011
November 2011
December 2011
April 2012
June 2012
November 2013
December 2014

links
Detik
Desa-Pelangi
Tempo
Kompas
Liputan6
Journey
Christian Women

resources
Tagboard
Blogger
Google
SXC
HTML
Haloscan
Gettyimages

hit counter
Free Web Counter

BlogFam Community