Tuhan Masih Menjawab
"Ne, Yesus, ya?" Moses bertanya padaku di suatu malam. Kita mau tidur.
"Ha? Kenapa?"
"Tadi pagi Moses berdoa minta es krim, terus sorenya Moses minta burger, waktu malam Moses makan sate setelah minta sama Tuhan Yesus. Terus Ne beliin semuanya."
"Oh, itu...," kataku menarik napas dan memeluk Moses kecilku.
"Kira-kira siapa yang kasih Ne uang untuk beli itu semua, ya?"
"Dari Yesus," kata Moses tersenyum sambil memicingkan kedua matanya.
Pertanyaan Moses kadang-kadang membuat aku harus menarik dan membuang napas lamat-lamat. Tidak terduga dan selalu harus ada jawaban. Jika tidak puas dia akan terus bertanya dan bertanya, sampai aku pura-pura tidur :)
Sejak kecil tiga keponakanku, Wulan, 7 tahun, Moses, hampir 6 tahun, dan Nera, 4 tahun, diajarkan untuk berdoa. Mereka bisa cerita apa saja sama Tuhan. Seperti Minggu lalu, Wulan membisikkan doanya padaku ketika kita mau keluar gereja. "Wulan kasih tahu Tuhan Yesus, Wulan sudah kelas dua," kata dia memamerkan gigi kelincinya.
Mereka juga bisa minta apa saja, khususnya yang tidak ada di rumah. Daftar permintaan mereka tak jauh dari minta es krim, makan-makan di luar, ke tempat mainan anak-anak, sampai teh botol dan Bengbeng. Setiap meminta sesuatu padaku aku selalu meminta mereka masuk kamar dan berdoa. Kebayang dong, dalam sehari mereka bisa berapa kali bolak-balik masuk kamar :)
Agak susah memang mengajarkan tiga malaikatku tentang pentingnya berdoa. Termasuk mengajarkan bahwa tidak semua doa bisa dijawab. Apalagi, mereka sangat kritis dan selalu ingin jawaban yang memuaskan.
Suatu kali Moses kecilku membawa kertas gambar yang akan diwarnai di rumah kemudian dikembalikan ke sekolah. Dia akan mewakili taman kanak-kanaknya untuk lomba mewarnai. Kertas gambarnya cukup besar. Selama ini dia selalu mewarnai di kertas ukuran kuarto atau folio. Jadi dia memang rada kesulitan. Beberapa warna keluar dari garis. Moses mulai menggerutu, dia memang suka begini kalau bete. Aku mengingatkan dia untuk berdoa. "Memangnya bisa?" kata dia, cuek.
Aku kembali menonton televisi sambil sesekali memperhatikan Moses berusaha mewarnai dengan lebih hati-hati. Tiba-tiba dia menyeletuk. "Ih Ne, Moses kan berdoa dalam hati, eh, nggak keluar garis lo," kata dia takjub.
Aku memang ingin sekali anak-anak kesayanganku itu merasakan betul pentingnya berdoa. Bahwa doa bisa mengubah banyak hal. Bahwa hubungan mereka dengan Tuhan hanya sejauh doa. Namun, tidak mudah menjelaskan tentang ini. Karena itu, setiap ada kesempatan aku selalu mengajak mereka berdoa.
Aku senang memperhatikan wajah mereka ketika berdoa. Khususnya saat-saat mereka berdoa sendiri, entah mau makan, bangun tidur, sebelum tidur, atau mau pergi ke tempat yang agak jauh. Wajah mereka itu, hmmm, begitu damai. Mata dikatup, tangan dikatup, mulut dikatup, dan napasnya teratur. Itu kalau lagi adem.
Kalau mereka lagi malas, aduhhhhh, ampun deh. Bila berdoa berdua saja, Moses sering menaruh bantal kepala di antara kaki kita yang bersila. Kemudian kita berpegangan tangan di atas bantal. Tapi, di tengah-tengah doa, dia sering menarik salah satu tangannya, entah bagaimana dia sudah dalam posisi seperti main ski air.
Beberapa kali kita harus berdoa dalam kondisi panas. Moses tidak mau Nera, adiknya, ikut berdoa, karena Nera selalu berada di sebelahku persis, memegang salah satu tanganku. Dia nggak mau aku berbagi tangan dengan Nera, hanya dia dan Wulan yang boleh. Jika sudah begini, Nera dan Moses sama-sama memasang kuda-kuda standar. Duduk memeluk lutut erat-erat dengan dagu menempel di puncak lulut, memandang marah, dan bibir maju beberapa inci. Ketika Moses dan Wulan marahan lain lagi posisinya. Aku memegang salah satu tangan mereka, dan keduanya tidak mau bergandengan.
Sekarang Moses, Wulan, dan Nera tidak sering lagi menginap di tempatku. Mereka sudah pindah ke Bogor, Jawa Barat, dan bersekolah di sana. Kita bisa teleponan setiap hari, tapi tetap saja bertemu dan berbincang sambil melihat ekspresi dan bahasa tubuh mereka masing-masing itu tetap tak tergantikan.
Kemarin, aku menelepon mereka. Ternyata, Moses ikut lomba gambar yang diselenggarakan di perumahan tempat mereka tinggal. Kata Mamanya, Moses agak kecewa karena tidak juara. Maklum lawan-lawannya adalah anak-anak anggota sanggar yang teknik mewarnainya berada berapa tingkat dari dia. Anak sanggar geto lo :)
Tapi, Moses tidak pulang dengan tangan kosong. Dia justru mendapat door prize satu set meja belajar. "Moses kan tadi berdoa dalam hati, Moses mau hadiah yang itu. Tuhan masih menjawab doa Moses ya," kata Mamanya menirukan omongan Moses. "Aku tertawa dan membalas, iya, tolong bilangin Moses kecilku bahwa Tuhan pasti menjawab doanya."
Aku jadi kangen sama Moses. Ingin sekali mendengar ceritanya tentang apa saja yang dia obrolkan dengan Tuhan sepanjang lomba itu. Tapi, kira-kira dia mau cerita nggak ya...
"Ne, Yesus, ya?" Moses bertanya padaku di suatu malam. Kita mau tidur.
"Ha? Kenapa?"
"Tadi pagi Moses berdoa minta es krim, terus sorenya Moses minta burger, waktu malam Moses makan sate setelah minta sama Tuhan Yesus. Terus Ne beliin semuanya."
"Oh, itu...," kataku menarik napas dan memeluk Moses kecilku.
"Kira-kira siapa yang kasih Ne uang untuk beli itu semua, ya?"
"Dari Yesus," kata Moses tersenyum sambil memicingkan kedua matanya.
Pertanyaan Moses kadang-kadang membuat aku harus menarik dan membuang napas lamat-lamat. Tidak terduga dan selalu harus ada jawaban. Jika tidak puas dia akan terus bertanya dan bertanya, sampai aku pura-pura tidur :)
Sejak kecil tiga keponakanku, Wulan, 7 tahun, Moses, hampir 6 tahun, dan Nera, 4 tahun, diajarkan untuk berdoa. Mereka bisa cerita apa saja sama Tuhan. Seperti Minggu lalu, Wulan membisikkan doanya padaku ketika kita mau keluar gereja. "Wulan kasih tahu Tuhan Yesus, Wulan sudah kelas dua," kata dia memamerkan gigi kelincinya.
Mereka juga bisa minta apa saja, khususnya yang tidak ada di rumah. Daftar permintaan mereka tak jauh dari minta es krim, makan-makan di luar, ke tempat mainan anak-anak, sampai teh botol dan Bengbeng. Setiap meminta sesuatu padaku aku selalu meminta mereka masuk kamar dan berdoa. Kebayang dong, dalam sehari mereka bisa berapa kali bolak-balik masuk kamar :)
Agak susah memang mengajarkan tiga malaikatku tentang pentingnya berdoa. Termasuk mengajarkan bahwa tidak semua doa bisa dijawab. Apalagi, mereka sangat kritis dan selalu ingin jawaban yang memuaskan.
Suatu kali Moses kecilku membawa kertas gambar yang akan diwarnai di rumah kemudian dikembalikan ke sekolah. Dia akan mewakili taman kanak-kanaknya untuk lomba mewarnai. Kertas gambarnya cukup besar. Selama ini dia selalu mewarnai di kertas ukuran kuarto atau folio. Jadi dia memang rada kesulitan. Beberapa warna keluar dari garis. Moses mulai menggerutu, dia memang suka begini kalau bete. Aku mengingatkan dia untuk berdoa. "Memangnya bisa?" kata dia, cuek.
Aku kembali menonton televisi sambil sesekali memperhatikan Moses berusaha mewarnai dengan lebih hati-hati. Tiba-tiba dia menyeletuk. "Ih Ne, Moses kan berdoa dalam hati, eh, nggak keluar garis lo," kata dia takjub.
Aku memang ingin sekali anak-anak kesayanganku itu merasakan betul pentingnya berdoa. Bahwa doa bisa mengubah banyak hal. Bahwa hubungan mereka dengan Tuhan hanya sejauh doa. Namun, tidak mudah menjelaskan tentang ini. Karena itu, setiap ada kesempatan aku selalu mengajak mereka berdoa.
Aku senang memperhatikan wajah mereka ketika berdoa. Khususnya saat-saat mereka berdoa sendiri, entah mau makan, bangun tidur, sebelum tidur, atau mau pergi ke tempat yang agak jauh. Wajah mereka itu, hmmm, begitu damai. Mata dikatup, tangan dikatup, mulut dikatup, dan napasnya teratur. Itu kalau lagi adem.
Kalau mereka lagi malas, aduhhhhh, ampun deh. Bila berdoa berdua saja, Moses sering menaruh bantal kepala di antara kaki kita yang bersila. Kemudian kita berpegangan tangan di atas bantal. Tapi, di tengah-tengah doa, dia sering menarik salah satu tangannya, entah bagaimana dia sudah dalam posisi seperti main ski air.
Beberapa kali kita harus berdoa dalam kondisi panas. Moses tidak mau Nera, adiknya, ikut berdoa, karena Nera selalu berada di sebelahku persis, memegang salah satu tanganku. Dia nggak mau aku berbagi tangan dengan Nera, hanya dia dan Wulan yang boleh. Jika sudah begini, Nera dan Moses sama-sama memasang kuda-kuda standar. Duduk memeluk lutut erat-erat dengan dagu menempel di puncak lulut, memandang marah, dan bibir maju beberapa inci. Ketika Moses dan Wulan marahan lain lagi posisinya. Aku memegang salah satu tangan mereka, dan keduanya tidak mau bergandengan.
Sekarang Moses, Wulan, dan Nera tidak sering lagi menginap di tempatku. Mereka sudah pindah ke Bogor, Jawa Barat, dan bersekolah di sana. Kita bisa teleponan setiap hari, tapi tetap saja bertemu dan berbincang sambil melihat ekspresi dan bahasa tubuh mereka masing-masing itu tetap tak tergantikan.
Kemarin, aku menelepon mereka. Ternyata, Moses ikut lomba gambar yang diselenggarakan di perumahan tempat mereka tinggal. Kata Mamanya, Moses agak kecewa karena tidak juara. Maklum lawan-lawannya adalah anak-anak anggota sanggar yang teknik mewarnainya berada berapa tingkat dari dia. Anak sanggar geto lo :)
Tapi, Moses tidak pulang dengan tangan kosong. Dia justru mendapat door prize satu set meja belajar. "Moses kan tadi berdoa dalam hati, Moses mau hadiah yang itu. Tuhan masih menjawab doa Moses ya," kata Mamanya menirukan omongan Moses. "Aku tertawa dan membalas, iya, tolong bilangin Moses kecilku bahwa Tuhan pasti menjawab doanya."
Aku jadi kangen sama Moses. Ingin sekali mendengar ceritanya tentang apa saja yang dia obrolkan dengan Tuhan sepanjang lomba itu. Tapi, kira-kira dia mau cerita nggak ya...