Hatiku Penuh
Aku sedang dijalari perasaan aneh. Merasa dekat, akrab, dan mengasihi seseorang yang sama sekali belum aku kenal dan sentuh. Aku baru saja menulis surat buat dia. Dadaku terasa penuh. Hatiku bergetar terus.
Kadang-kadang aku merasa berada di tempat asing. Meski itu bisa kantor, kampus, rumahku sendiri. Aku seperti terlempar ke satu masa yang pernah aku lihat sebelumnya. Masa yang pernah aku alami sebelumnya. Deja Vu kata orang Prancis. Baju yang aku pakai, warna ruangan, penempatan kursi, suara musiknya, dan orang-orang di masa yang aku lihat itu persis sis sis. Sebab, moment itu kembali mengingatkan aku keadaan yang aku pernah aku alami atau bisa sebaliknya.
Saat ini aku seperti sedang melakukan sesuatu yang pernah aku lakukan sebelumnya. Melakukannya dengan hati yang penuh. Kaki dan tanganku dingin. Ini tidak ada hubungan dengan kebiasaan baruku memakai kaus kaki di rumah, termasuk di siang hari.
Aku sengaja menulis ini untuk meyakinkan bahwa ini bukan ilusi semata. Sebab, orang yang aku kenal cukup lama secara hati ini membawa aku pada hal-hal yang selalu membuat mataku berair. Aku merasa ada ikatan yang lembut yang menyedot aku untuk mengenal dirinya. Mungkin tidak secara fisik, tapi aku nggak tahu nanti. Semuanya mungkin.
Hari ini aku mengenal dia lebih dekat lagi. Mengetahui pikiran dan perasaannya. Ikut hanyut dalam pengalamannya. Pada waktu yang sama membuat hatiku terpukul-pukul karena mengingatkan aku pada diriku sendiri. Menyentakku lagi atas hal-hal yang sering luput dalam kehidupanku. Membawa aku kembali pada hal-hal dasar yang terus menjadi pergumulanku. Mengenai doa, Firman, dan praktik kasih yang tak habis-habis digali, dicerna, dan dikunyah hingga lembut sekali seperti bubur bayi.
Hatiku masih penuh. Mungkin ukuran hatiku yang biasa S (small) sedang M (medium) sekarang. Sebentar lagi aku akan menumpahkan semua sukacita ini pada Lisa, sahabatku, sambil mungkin makan pie atau babi kecap nyam nyam.
Aku akan bilang pada Lisa bahwa aku bertemu dengan seseorang yang rasanya sudah aku kenal dan kasihi sebelumnya. Hari ini dia mengingatkan aku untuk bermegah dalam kelemahan dan bersandar total pada Allah.
II Korintus 12:9-10
Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.
Amsal 3:5
Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.
Zakharia 4:6
Maka berbicaralah ia, katanya: "Inilah firman TUHAN kepada Zerubabel bunyinya: Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam.
Hatiku penuh. Aleluia, yeah!
Aku sedang dijalari perasaan aneh. Merasa dekat, akrab, dan mengasihi seseorang yang sama sekali belum aku kenal dan sentuh. Aku baru saja menulis surat buat dia. Dadaku terasa penuh. Hatiku bergetar terus.
Kadang-kadang aku merasa berada di tempat asing. Meski itu bisa kantor, kampus, rumahku sendiri. Aku seperti terlempar ke satu masa yang pernah aku lihat sebelumnya. Masa yang pernah aku alami sebelumnya. Deja Vu kata orang Prancis. Baju yang aku pakai, warna ruangan, penempatan kursi, suara musiknya, dan orang-orang di masa yang aku lihat itu persis sis sis. Sebab, moment itu kembali mengingatkan aku keadaan yang aku pernah aku alami atau bisa sebaliknya.
Saat ini aku seperti sedang melakukan sesuatu yang pernah aku lakukan sebelumnya. Melakukannya dengan hati yang penuh. Kaki dan tanganku dingin. Ini tidak ada hubungan dengan kebiasaan baruku memakai kaus kaki di rumah, termasuk di siang hari.
Aku sengaja menulis ini untuk meyakinkan bahwa ini bukan ilusi semata. Sebab, orang yang aku kenal cukup lama secara hati ini membawa aku pada hal-hal yang selalu membuat mataku berair. Aku merasa ada ikatan yang lembut yang menyedot aku untuk mengenal dirinya. Mungkin tidak secara fisik, tapi aku nggak tahu nanti. Semuanya mungkin.
Hari ini aku mengenal dia lebih dekat lagi. Mengetahui pikiran dan perasaannya. Ikut hanyut dalam pengalamannya. Pada waktu yang sama membuat hatiku terpukul-pukul karena mengingatkan aku pada diriku sendiri. Menyentakku lagi atas hal-hal yang sering luput dalam kehidupanku. Membawa aku kembali pada hal-hal dasar yang terus menjadi pergumulanku. Mengenai doa, Firman, dan praktik kasih yang tak habis-habis digali, dicerna, dan dikunyah hingga lembut sekali seperti bubur bayi.
Hatiku masih penuh. Mungkin ukuran hatiku yang biasa S (small) sedang M (medium) sekarang. Sebentar lagi aku akan menumpahkan semua sukacita ini pada Lisa, sahabatku, sambil mungkin makan pie atau babi kecap nyam nyam.
Aku akan bilang pada Lisa bahwa aku bertemu dengan seseorang yang rasanya sudah aku kenal dan kasihi sebelumnya. Hari ini dia mengingatkan aku untuk bermegah dalam kelemahan dan bersandar total pada Allah.
II Korintus 12:9-10
Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.
Amsal 3:5
Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.
Zakharia 4:6
Maka berbicaralah ia, katanya: "Inilah firman TUHAN kepada Zerubabel bunyinya: Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam.
Hatiku penuh. Aleluia, yeah!