U di Balik B
Ronny datang dengan piring ceper bundar penuh biskuit cracker yang diolesi mentega bertabur mesis cokelat. Aku dan Hani, istri abangku, sedang bercerita di pagi hari. Senang juga bercerita tanpa suara berisik tiga keponakanku. Moses dan Wulan ke sekolah. Si centil Nera lagi bermain di rumahnya.
Ronny datang lagi. Kali ini membawa teko teh dengan tiga cangkir lengkap dengan tatakan. Uap teh tampak berebut keluar dari belalai teko. Aku dan Hani berpandangan. Senyum-senyum kecil. Mau bilang tumben, nggak enak. Tapi kalau nggak berkomentar kok seperti nggak peduli pada adik bungsuku ini.
Aku mengatakan terima kasih dengan senyum lebar dan dibalas Ronny dengan senyum dengan lebar yang kurang lebih setara. Beberapa saat kemudian, dia datang lagi dengan beschuit met muisjes yang ditata rapi di piring datar bundar ukuran lebih kecil.
Biskuit dengan mesis ini penganan dalam kondisi kepepet. Bahannya pasti ada di toko sebelah rumah. Kudapan lezat dan memikat ini aku kenal pertama kali di pesta salah satu keponakan tanteku. Aku melihat Oma, mami tanteku, bercerita dengan tangan tak berhenti mengolesi biskuit Regal yang bulat itu dengan mentega kemudian menambahkan mesis cokelat di atasnya. Oma yang lebih sering bicara dalam bahasa Belanda ini memberikan pada setiap cucu yang datang dan pergi. Pembagian biskuit tidak berhenti selama ada cucu yang menadahkan tangan.
Salah seorang teman Belandaku bilang, di Negeri Ratu Juliana, beschuit met muisjes dihidangkan pada saat kelahiran bayi. Setiap tamu yang datang disuguhi kue kering yang ditaburi mesis atau butiran gula halus. Jika bayinya perempuan mesisnya berwarna merah muda. Kalau laki mesisnya biru muda.
Hmmm, membayangkan Ronny sibuk sendirian di dapur. Mengoles sekitar 20-an biskuit satu per satu. Membubuhi mesis dan menjaga agar tidak tumpah. Terus membuatkan teh buat dua kakaknya. Aku merasa seperti nyonya besar :)
Mamaku pasti menangis melihat ini. Jika tidak, pasti buru-buru ke dapur dan mengambil alih urusan ini. Kemudian Ronny disuruh duduk dan gantian melayani anak bungsunya yang dipanggil Papa Raja itu. Maklum semua laki-laki di rumahku diperlakukan bak raja.
Aku senang melihat adikku melayani kakak perempuannya. Dan ini bukan sekali dua kali dilakukan. Memang sih, pelayanan ini dilakukan dengan niat-niat tertentu. Pasti ada Udang di balik Batu. Sudah kebaca deh gayanya. Tapi, tak apalah.
Selama ini, semua laki-laki di rumahku adalah raja. Mereka selalu dilayani. Bisa jadi karena inilah Ronny dan abangku tidak pernah tahu pekerjaan rumah tangga, sama seperti ayahku. Bedanya, sekarang, Ronny dan abangku lebih punya banyak kesempatan untuk mengisi jam-jam "magang" yang terbuang bertahun-tahun itu :) Sedangkan ayahku masih tetap jadi raja minyak :)
Sejak bersama aku, adik bungsuku ini belajar banyak soal pembagian kerja. Tak ada pekerjaan baik yang pantang bagi manusia. Tak ada istilah tugas perempuan dan laki. Sebab, dengan pemikiran seperti itu, dia cuma kuliah saja. Benar kan. Coba deh, urusan dapur, perempuan. Beres-beres rumah perempuan. Lalu dia ngapain aja?
Sudah nggak zaman lagi dia harus mengantar aku dan Jenny ke sana ke mari. "Aku sering bercanda nanti siapa yang menjaga siapa?" Aku dan adikku juga sudah terbiasa pulang malam bahkan pagi tanpa takut. Masalah listrik juga tinggal panggil tukang. Urusan dengan pak RT dan segala hal administrasi juga aku yang maju. Lalu, dia ngapain aja?
Memang tidak mudah bagi aku dan adikku. Aku dibiasakan menjadi pelayan laki, perempuan, dan diriku sendiri sebagai manusia. Pengalaman ini membuat aku lebih mampu menyelesaikan beberapa pekerjaan di rumah sekaligus dalam satu jam. Sebaliknya Ronny bisa mengerjakan itu dalam sehari. Gondok banget kalau dalam kondisi begini. Tapi, mau bagaimana lagi ya, namanya juga berproses he he he.
Kita sering berdiskusi tentang masalah ini. Dia selalu mengeluh, meski dia tahu bahwa dalam hal itu ada perubahan yang lumayan. Sebaliknya, aku juga sadar terlalu sering melakukan banyak hal dengan caraku sendiri. Aku sering tidak sabar melihat sesuatu yang tidak beres dan segera mengambil tindakan. Padahal, ini mungkin bisa membuat dia tersinggung. Dan yang lebih buruk, adikku ini tidak punya kesempatan belajar.
Aku ingin sekali melihat adik laki-lakiku ini menjadi pemimpin, minimal bagi dirinya. Dia bisa menjadi tuan yang memberi perintah bukan menunggu perintah. Menurut aku ini bisa terjadi dengan latihan menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan kecil di rumah. Di sisi lain, kadang-kadang aku merasa dia sebal karena bekerja seperti pembantu rumah tangga. Please deh. Sakit nggak sih.
Heran deh, kenapa ada yang berpikir rendah tentang pekerjaan pembantu. Apakah gengsi seseorang bisa turun karena mencuci pakaian, menyapu rumah, dan mengepel lantai? Atau seseorang menjadi terhormat lantaran tak pernah mengurusi pekerjaan di dapur yang selama ini dianggap urusan perempuan? Kenapa melayani keluarga dengan urusan-urusan di dapur lebih banyak dilakukan oleh perempuan? Lantas kapan perempuan dilayani?
Aku sangat bangga pada adikku yang mau belajar. Aku melihat banyak hal yang berubah darinya. Mamaku juga sependapat denganku. Ronny tidak sungkan lagi masuk dapur, membersihkan rumah, dan mengurusi berbagai urusan dapur. Tapi, dia memang belum pernah ke pasar membeli sayur. Aku dan dia memang sampai sekarang nggak pintar-pintar memilih sayur yang bagus, ikan yang masih baru, dan daging yang apa ya... menulis saja bingung :)
Pernah sekali dia bercerita bahwa teman-teman perempuannya heran melihat dia langsung ambil posisi mencuci piring saat ada pesta di organisasinya. Dia juga tidak sungkan-sungkan menyapu dan membersihkan markas mereka. Menyenangkan sekali mendengar ini.
Aku selalu mendorongnya untuk menjadi pemimpin. Dia laki-laki. Pemimpin itu tahu yang dia mau. Tak gagap mengambil keputusan dan selalu siap dengan segala risiko. Pemimpin itu juga harus siap ditolong. Tapi di atas semuanya itu, pemimpin adalah pelayan.
Saat minum teh dan makan biskuit met mesis aku berdoa agar Ronny--dan semua laki-laki--diberi hati untuk mau berbagi tugas rumah tangga. Aku juga berdoa agar dia menjadi pemimpin dan pelayan yang baik bagi siapapun terutama bagi perempuan yang selalu kebagian menjadi pelayan. Aku juga berdoa agar makin banyak pelayanan kecil yang dibuat adikku, meski ada U di balik B sekalipun :)
(Happy Women`s Day to Me and You!)
Ronny datang dengan piring ceper bundar penuh biskuit cracker yang diolesi mentega bertabur mesis cokelat. Aku dan Hani, istri abangku, sedang bercerita di pagi hari. Senang juga bercerita tanpa suara berisik tiga keponakanku. Moses dan Wulan ke sekolah. Si centil Nera lagi bermain di rumahnya.
Ronny datang lagi. Kali ini membawa teko teh dengan tiga cangkir lengkap dengan tatakan. Uap teh tampak berebut keluar dari belalai teko. Aku dan Hani berpandangan. Senyum-senyum kecil. Mau bilang tumben, nggak enak. Tapi kalau nggak berkomentar kok seperti nggak peduli pada adik bungsuku ini.
Aku mengatakan terima kasih dengan senyum lebar dan dibalas Ronny dengan senyum dengan lebar yang kurang lebih setara. Beberapa saat kemudian, dia datang lagi dengan beschuit met muisjes yang ditata rapi di piring datar bundar ukuran lebih kecil.
Biskuit dengan mesis ini penganan dalam kondisi kepepet. Bahannya pasti ada di toko sebelah rumah. Kudapan lezat dan memikat ini aku kenal pertama kali di pesta salah satu keponakan tanteku. Aku melihat Oma, mami tanteku, bercerita dengan tangan tak berhenti mengolesi biskuit Regal yang bulat itu dengan mentega kemudian menambahkan mesis cokelat di atasnya. Oma yang lebih sering bicara dalam bahasa Belanda ini memberikan pada setiap cucu yang datang dan pergi. Pembagian biskuit tidak berhenti selama ada cucu yang menadahkan tangan.
Salah seorang teman Belandaku bilang, di Negeri Ratu Juliana, beschuit met muisjes dihidangkan pada saat kelahiran bayi. Setiap tamu yang datang disuguhi kue kering yang ditaburi mesis atau butiran gula halus. Jika bayinya perempuan mesisnya berwarna merah muda. Kalau laki mesisnya biru muda.
Hmmm, membayangkan Ronny sibuk sendirian di dapur. Mengoles sekitar 20-an biskuit satu per satu. Membubuhi mesis dan menjaga agar tidak tumpah. Terus membuatkan teh buat dua kakaknya. Aku merasa seperti nyonya besar :)
Mamaku pasti menangis melihat ini. Jika tidak, pasti buru-buru ke dapur dan mengambil alih urusan ini. Kemudian Ronny disuruh duduk dan gantian melayani anak bungsunya yang dipanggil Papa Raja itu. Maklum semua laki-laki di rumahku diperlakukan bak raja.
Aku senang melihat adikku melayani kakak perempuannya. Dan ini bukan sekali dua kali dilakukan. Memang sih, pelayanan ini dilakukan dengan niat-niat tertentu. Pasti ada Udang di balik Batu. Sudah kebaca deh gayanya. Tapi, tak apalah.
Selama ini, semua laki-laki di rumahku adalah raja. Mereka selalu dilayani. Bisa jadi karena inilah Ronny dan abangku tidak pernah tahu pekerjaan rumah tangga, sama seperti ayahku. Bedanya, sekarang, Ronny dan abangku lebih punya banyak kesempatan untuk mengisi jam-jam "magang" yang terbuang bertahun-tahun itu :) Sedangkan ayahku masih tetap jadi raja minyak :)
Sejak bersama aku, adik bungsuku ini belajar banyak soal pembagian kerja. Tak ada pekerjaan baik yang pantang bagi manusia. Tak ada istilah tugas perempuan dan laki. Sebab, dengan pemikiran seperti itu, dia cuma kuliah saja. Benar kan. Coba deh, urusan dapur, perempuan. Beres-beres rumah perempuan. Lalu dia ngapain aja?
Sudah nggak zaman lagi dia harus mengantar aku dan Jenny ke sana ke mari. "Aku sering bercanda nanti siapa yang menjaga siapa?" Aku dan adikku juga sudah terbiasa pulang malam bahkan pagi tanpa takut. Masalah listrik juga tinggal panggil tukang. Urusan dengan pak RT dan segala hal administrasi juga aku yang maju. Lalu, dia ngapain aja?
Memang tidak mudah bagi aku dan adikku. Aku dibiasakan menjadi pelayan laki, perempuan, dan diriku sendiri sebagai manusia. Pengalaman ini membuat aku lebih mampu menyelesaikan beberapa pekerjaan di rumah sekaligus dalam satu jam. Sebaliknya Ronny bisa mengerjakan itu dalam sehari. Gondok banget kalau dalam kondisi begini. Tapi, mau bagaimana lagi ya, namanya juga berproses he he he.
Kita sering berdiskusi tentang masalah ini. Dia selalu mengeluh, meski dia tahu bahwa dalam hal itu ada perubahan yang lumayan. Sebaliknya, aku juga sadar terlalu sering melakukan banyak hal dengan caraku sendiri. Aku sering tidak sabar melihat sesuatu yang tidak beres dan segera mengambil tindakan. Padahal, ini mungkin bisa membuat dia tersinggung. Dan yang lebih buruk, adikku ini tidak punya kesempatan belajar.
Aku ingin sekali melihat adik laki-lakiku ini menjadi pemimpin, minimal bagi dirinya. Dia bisa menjadi tuan yang memberi perintah bukan menunggu perintah. Menurut aku ini bisa terjadi dengan latihan menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan kecil di rumah. Di sisi lain, kadang-kadang aku merasa dia sebal karena bekerja seperti pembantu rumah tangga. Please deh. Sakit nggak sih.
Heran deh, kenapa ada yang berpikir rendah tentang pekerjaan pembantu. Apakah gengsi seseorang bisa turun karena mencuci pakaian, menyapu rumah, dan mengepel lantai? Atau seseorang menjadi terhormat lantaran tak pernah mengurusi pekerjaan di dapur yang selama ini dianggap urusan perempuan? Kenapa melayani keluarga dengan urusan-urusan di dapur lebih banyak dilakukan oleh perempuan? Lantas kapan perempuan dilayani?
Aku sangat bangga pada adikku yang mau belajar. Aku melihat banyak hal yang berubah darinya. Mamaku juga sependapat denganku. Ronny tidak sungkan lagi masuk dapur, membersihkan rumah, dan mengurusi berbagai urusan dapur. Tapi, dia memang belum pernah ke pasar membeli sayur. Aku dan dia memang sampai sekarang nggak pintar-pintar memilih sayur yang bagus, ikan yang masih baru, dan daging yang apa ya... menulis saja bingung :)
Pernah sekali dia bercerita bahwa teman-teman perempuannya heran melihat dia langsung ambil posisi mencuci piring saat ada pesta di organisasinya. Dia juga tidak sungkan-sungkan menyapu dan membersihkan markas mereka. Menyenangkan sekali mendengar ini.
Aku selalu mendorongnya untuk menjadi pemimpin. Dia laki-laki. Pemimpin itu tahu yang dia mau. Tak gagap mengambil keputusan dan selalu siap dengan segala risiko. Pemimpin itu juga harus siap ditolong. Tapi di atas semuanya itu, pemimpin adalah pelayan.
Saat minum teh dan makan biskuit met mesis aku berdoa agar Ronny--dan semua laki-laki--diberi hati untuk mau berbagi tugas rumah tangga. Aku juga berdoa agar dia menjadi pemimpin dan pelayan yang baik bagi siapapun terutama bagi perempuan yang selalu kebagian menjadi pelayan. Aku juga berdoa agar makin banyak pelayanan kecil yang dibuat adikku, meski ada U di balik B sekalipun :)
(Happy Women`s Day to Me and You!)