Agen Rahasia
Merry berbicara pelan-pelan dari ujung telepon. Aku sampai beberapa kali menutup salah satu telinga agar bisa mendengar kata-katanya. Gagal. Merry memang berbicara setengah berbisik, terlalu pelan. Sementara ruangan kantorku begitu bising. Akhirnya dia memutuskan meneleponku lagi nanti. Namun, baru saja duduk, Merry kembali menelepon. Penting nih.
"Tin, gue udah dapat informasi..." Merry pun berbicara panjang. Aku mendengar dengan konsentrasi penuh. Meski suara-suara di ruangan kantor tak juga tenang. "Kamu nggak apa-apa kan. Sorry ya," kata dia, menutup pembicaraan. Kalimat ini diulang beberapa kali sampai gagang telepon diklik ke mulutnya.
Saat itu aku bingung harus sedih atau ketawa. Yang aku tahu, aku harus menulis email buat Lisa. Dia juga harus tahu isi pembicaraan kami. Tanpa sadar aku menulis dengan air mata menetes.
Aku, Merry, dan Lisa memiliki kebiasaan unik. Kami sering menjadi agen rahasia bagi satu sama lain. Aksi kita memang nggak semengkilap "gula-gula" Bond :) Tapi lumayanlah untuk amatir. Informasi tentang apa saja yang memenuhi unsur 5 W + 1 H (What, Who, When, Where, Why + How) pasti akan terbongkar. Tinggal sebut saja. Meski jawabannya tidak pakai tenggat. Namanya juga proyek thank you, ya, tergantung si agen. Kalau si agen lupa, maklumlah. Makanya yang butuh jangan bosan mengingatkan.
Menjadi agen rahasia memang membuat kita bergairah. Pencarian informasi bisa disedot lewat lingkaran pertemanan, internet, atau kadang tanpa sengaja datang di atas bus, pasar, mal, di mana saja dan dari sembarang orang. Kita tinggal melempar satu dua kata kunci atau pertanyaan dan siap-siap ternganga sendiri saat informasi datang bak banjir.
Pernah sekali, Mamaku yang tanpa sengaja menjadi agen rahasiaku. Waktu itu aku puyeng berat memikirkan sesuatu gitu. Merry dan Lisa sudah angkat tangan. Di suatu Minggu, Mamaku dengan ceria menelepon dan mengatakan informasi yang bikin aku sesak napas itu. Sama seperti Merry, Mamaku juga bilang, "Nona nggak apa-apa kan?" Ya, nggak lah..., dong..., deh!
Aktivitas rahasia ini membuat aku, Lisa, dan Merry seperti punya mata dan telinga terhadap masing-masing. Dengan begitu kita tidak pernah merasa sendirian. Setiap ada pertanyaan atau masalah pasti ada seseorang di antara kita yang siap menjalankan misi rahasia. Dalam kasus-kasus besar dan menyangkut masalah rada pribadi biasanya kita bahas bertiga. Setelah itu kita bubar dengan catatan-catatan kecil entah di atas kertas atau terekam dalam ingatan.
Mungkin karena prestasi masing-masing kita tak jelek-jelek amat :) proyek ini berkembang. Para klien juga bisa dari kakak, adik, teman, atau siapa saja. Saat ini, aku sedang menjalankan misi buat temanku. Aku sudah berkali-kali mencatat nama orang yang dimaksud. Tapi, berkali-kali kertas itu hilang. Aku cuma ingat nama depannya E. Sampai detik ini misi itu belum jalan he he.
Kadang-kadang kita menyimpan rahasia sendiri. Tapi, sepanjang umur persahabatan kita, apa yang sudah terucap meski tanggung--maksudnya menarik ucapan karena belum mau cerita--pasti akan terbongkar juga. Entah dari diri sendiri atau orang lain, pokoknya pasti semuanya akan jelas.
Sering juga satu dari kita di tengah jalan menghentikan misi rahasia. Sebagai agen kita sepakat untuk patuh dan tidak ngotot jalan di luar perintah. Sebab, kita percaya tidak ada rahasia di kolong langit yang tidak akan terungkap. Itu cuma masalah waktu dan pada siapa. Jika informasi itu tidak datang dari kita bertiga, pasti dari orang lain. Simpel.
Namun, suatu kali aku menabrak kesepakatan tidak tertulis itu. Aku menjalankan misi rahasia untuk Lisa. Sebenarnya rencana ini sudah digodok matang oleh kita bertiga. Aku juga sudah dijejali banyak pesan sponsor agar beraksi cantik alias tidak sampai ketahuan. Padahal, selama ini, aku tidak bercacat cela dalam hal itu :) Tapi, di tengah jalan Lisa membatalkan rencana. Padahal, aku sudan memulai beberapa langkah pemanasan.
Biasanya kita selalu memberi kabar setelah satu urusan selesai atau nyaris rampung. Tapi, aku ingin mengubah kebiasaan. Seperti agen benaran, aku ingin memberi laporan berkala. Dalam satu gebrakan saja aku sudah mendapat informasi yang lumayan. Tapi, aku nggak menyangka reaksi Lisa membaca laporan pertamaku.
Tineeeeeeeee............. Auhhhhhhhh bandel banget sih ngana...!!!!! Aku kan udah bilang jangan bergerilya..... Please, misi rahasianya ngana jalankan dengan berdoa dulu ya.... Thanks Tine, i have to end this letter before i cry. Wah. Mengerikan.
Tanpa ba bi bu lagi aku menutup kasus itu. Meski aku tahu dia sama sekali tidak melarang aku melanjutkan misi itu. Tapi, aku sebel banget. Aku hanya ingin membantu dan tinggal satu dua langkah lagi bisa beres urusannya. Tapi, kasihan Lisa. Aku jadi merasa jahat banget. Perlu waktu sekitar 45 menit menelepon untuk minta maaf karena begitu lancang sekaligus meyakinkan Lisa bahwa aku benar-benar berhenti bergerilya. Untung Merry nggak tahu. Kalau tahu Merry bisa saja mendukung aku atau malah ikut memarahiku hiks.
Senin silam, aku seharian dengan Lisa. Ternyata, misi rahasia yang sudah tutup buku itu seolah datang sendiri padanya. Dia bercerita dengan gembira tentang perkembangan indah misi rahasianya. Iya, lucu deh, kadang-kadang kasus yang kita anggap tak ada ujungnya justru seolah-olah menampilkan sendiri akhirnya :)
Merry berbicara pelan-pelan dari ujung telepon. Aku sampai beberapa kali menutup salah satu telinga agar bisa mendengar kata-katanya. Gagal. Merry memang berbicara setengah berbisik, terlalu pelan. Sementara ruangan kantorku begitu bising. Akhirnya dia memutuskan meneleponku lagi nanti. Namun, baru saja duduk, Merry kembali menelepon. Penting nih.
"Tin, gue udah dapat informasi..." Merry pun berbicara panjang. Aku mendengar dengan konsentrasi penuh. Meski suara-suara di ruangan kantor tak juga tenang. "Kamu nggak apa-apa kan. Sorry ya," kata dia, menutup pembicaraan. Kalimat ini diulang beberapa kali sampai gagang telepon diklik ke mulutnya.
Saat itu aku bingung harus sedih atau ketawa. Yang aku tahu, aku harus menulis email buat Lisa. Dia juga harus tahu isi pembicaraan kami. Tanpa sadar aku menulis dengan air mata menetes.
Aku, Merry, dan Lisa memiliki kebiasaan unik. Kami sering menjadi agen rahasia bagi satu sama lain. Aksi kita memang nggak semengkilap "gula-gula" Bond :) Tapi lumayanlah untuk amatir. Informasi tentang apa saja yang memenuhi unsur 5 W + 1 H (What, Who, When, Where, Why + How) pasti akan terbongkar. Tinggal sebut saja. Meski jawabannya tidak pakai tenggat. Namanya juga proyek thank you, ya, tergantung si agen. Kalau si agen lupa, maklumlah. Makanya yang butuh jangan bosan mengingatkan.
Menjadi agen rahasia memang membuat kita bergairah. Pencarian informasi bisa disedot lewat lingkaran pertemanan, internet, atau kadang tanpa sengaja datang di atas bus, pasar, mal, di mana saja dan dari sembarang orang. Kita tinggal melempar satu dua kata kunci atau pertanyaan dan siap-siap ternganga sendiri saat informasi datang bak banjir.
Pernah sekali, Mamaku yang tanpa sengaja menjadi agen rahasiaku. Waktu itu aku puyeng berat memikirkan sesuatu gitu. Merry dan Lisa sudah angkat tangan. Di suatu Minggu, Mamaku dengan ceria menelepon dan mengatakan informasi yang bikin aku sesak napas itu. Sama seperti Merry, Mamaku juga bilang, "Nona nggak apa-apa kan?" Ya, nggak lah..., dong..., deh!
Aktivitas rahasia ini membuat aku, Lisa, dan Merry seperti punya mata dan telinga terhadap masing-masing. Dengan begitu kita tidak pernah merasa sendirian. Setiap ada pertanyaan atau masalah pasti ada seseorang di antara kita yang siap menjalankan misi rahasia. Dalam kasus-kasus besar dan menyangkut masalah rada pribadi biasanya kita bahas bertiga. Setelah itu kita bubar dengan catatan-catatan kecil entah di atas kertas atau terekam dalam ingatan.
Mungkin karena prestasi masing-masing kita tak jelek-jelek amat :) proyek ini berkembang. Para klien juga bisa dari kakak, adik, teman, atau siapa saja. Saat ini, aku sedang menjalankan misi buat temanku. Aku sudah berkali-kali mencatat nama orang yang dimaksud. Tapi, berkali-kali kertas itu hilang. Aku cuma ingat nama depannya E. Sampai detik ini misi itu belum jalan he he.
Kadang-kadang kita menyimpan rahasia sendiri. Tapi, sepanjang umur persahabatan kita, apa yang sudah terucap meski tanggung--maksudnya menarik ucapan karena belum mau cerita--pasti akan terbongkar juga. Entah dari diri sendiri atau orang lain, pokoknya pasti semuanya akan jelas.
Sering juga satu dari kita di tengah jalan menghentikan misi rahasia. Sebagai agen kita sepakat untuk patuh dan tidak ngotot jalan di luar perintah. Sebab, kita percaya tidak ada rahasia di kolong langit yang tidak akan terungkap. Itu cuma masalah waktu dan pada siapa. Jika informasi itu tidak datang dari kita bertiga, pasti dari orang lain. Simpel.
Namun, suatu kali aku menabrak kesepakatan tidak tertulis itu. Aku menjalankan misi rahasia untuk Lisa. Sebenarnya rencana ini sudah digodok matang oleh kita bertiga. Aku juga sudah dijejali banyak pesan sponsor agar beraksi cantik alias tidak sampai ketahuan. Padahal, selama ini, aku tidak bercacat cela dalam hal itu :) Tapi, di tengah jalan Lisa membatalkan rencana. Padahal, aku sudan memulai beberapa langkah pemanasan.
Biasanya kita selalu memberi kabar setelah satu urusan selesai atau nyaris rampung. Tapi, aku ingin mengubah kebiasaan. Seperti agen benaran, aku ingin memberi laporan berkala. Dalam satu gebrakan saja aku sudah mendapat informasi yang lumayan. Tapi, aku nggak menyangka reaksi Lisa membaca laporan pertamaku.
Tineeeeeeeee............. Auhhhhhhhh bandel banget sih ngana...!!!!! Aku kan udah bilang jangan bergerilya..... Please, misi rahasianya ngana jalankan dengan berdoa dulu ya.... Thanks Tine, i have to end this letter before i cry. Wah. Mengerikan.
Tanpa ba bi bu lagi aku menutup kasus itu. Meski aku tahu dia sama sekali tidak melarang aku melanjutkan misi itu. Tapi, aku sebel banget. Aku hanya ingin membantu dan tinggal satu dua langkah lagi bisa beres urusannya. Tapi, kasihan Lisa. Aku jadi merasa jahat banget. Perlu waktu sekitar 45 menit menelepon untuk minta maaf karena begitu lancang sekaligus meyakinkan Lisa bahwa aku benar-benar berhenti bergerilya. Untung Merry nggak tahu. Kalau tahu Merry bisa saja mendukung aku atau malah ikut memarahiku hiks.
Senin silam, aku seharian dengan Lisa. Ternyata, misi rahasia yang sudah tutup buku itu seolah datang sendiri padanya. Dia bercerita dengan gembira tentang perkembangan indah misi rahasianya. Iya, lucu deh, kadang-kadang kasus yang kita anggap tak ada ujungnya justru seolah-olah menampilkan sendiri akhirnya :)