<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d6496619\x26blogName\x3d-::+L+O+V+E+will+S+E+T+you+F+R+E+E::\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://tinneke.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://tinneke.blogspot.com/\x26vt\x3d-6149671454343776068', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
Tuesday, January 25, 2005
Oknum B

Menulis, menulis, dan menulis, itulah kerjaanku saban hari. Tapi, sebenarnya ada terlalu banyak variasi di antara huruf, kata, dan kalimat itu. Ada begitu banyak tantangan dan cobaan. Dan, SELALU dan ini HARUS diusahakan: ada keceriaan dan sukacita di antara pekerjaan rutin ini.

Di antara segerobak kegembiraan itu adalah chatting. Lucu juga kalau diingat-ingat. Dulu aku alergi banget yang namanya berkomunikasi tanpa melihat mata. Sebab, tak jarang persahabatan atau rasa dekat itu menguap begitu saja begitu ketemu atau saling mengirimkan foto.

Hal yang sama juga terjadi saat aku sedang senang-senangnya ngebreak. Pembicaraan yang biasa lancar dan mengalir justru mandek setelah copy darat. Sayang sekali. Masak obrolan harus dibatasi suara, usia, tampang, latar belakang keluarga, pendidikan, dan masih banyak lagi, tinggal sebut saja. Padahal, setiap orang punya kelebihan yang harus dibagi dan punya kekurangan yang mesti diperbaiki. Proses membagi dan memperbaiki hanya bisa terjadi jika masing-masing pihak berhubungan tanpa memasang pagar dan rambu yang ribet. Seperti hubungan ibu dan anak saja. Kenapa coba mereka bertahan puluhan tahun dengan begitu banyak perbedaan yang membawa kesenangan dan kejengkelan? Lo kok melebar.

Dengan pemikiran di atas aku mulai merambah dunia chatting. Mula-mula menyebalkan. Pembicaraan lebih banyak berfokus pada asl (age, sex, and location). Belum lagi dengan obrolan yang mengarah ke ck ck ck seks. (Maaf, kalau agak nendang he he he).

Di antara sederet teman chat, aku justru bertahan dengan teman-teman yang sering "marah-marah". Iya benar. Ini serius. SEMUA teman chatku pernah pergi tanpa da dah :). Aku juga soalnya he he he. Ada juga yang buru-buru pamit atau off begitu pembicaraan tidak menyenangkan. Aku juga begitu he he he. Pokoknya jika ada yang tidak mengenakkan atau menuju ke arah itu, termasuk tidak ingin ketemu salah satu teman, tinggal pilih invisible. Toh beberapa menit atau jam lagi bisa bicara dan melupakan semua yang terjadi.

Aku belajar dari setiap teman chatku--sebut saja semua teman chatku oknum B--(ya, oknum B, pinjam istilah ZAQ). Btw, oknum dalam Kamus Besar Bahas Indonesia edisi ketiga adalah kata benda dengan tiga pengertian. 1 Penyebut diri Tuhan dalam agama Katolik; pribadi: kesatuan antara Bapak, Anak, dan Roh Kudus sebagai tiga--keesaan Tuhan; 2. orang seorang; perseorangan; 3 orang atau anasir (dengan arti yang kurang baik)--yang bertindak sewenang-wenang itu sudah ditahan.

Aku belajar tentang Leonardo da Vinci dengan segudang talentanya dari oknum B di Belanda. Aku juga belajar memahami seorang Ateis yang akrab dengan tradisi Kristen--termasuk merasa tak lengkap tanpa pohon terang saat Natal--dan juga membaca Bible. Setiap ketemu kita selalu membahas Bible meski dia ogah diajak berdoa karena merasa nggak merasa mendapat apa-apa dari doa, hiks.

Aku juga tersentuh banget waktu bencana di Aceh, dia berkali-kali kirim pesan offline menanyakan kabarku dan keluarga. Bahkan, dia minta maaf karena sempat mengkhawatirkan hal yang buruk tentang ayahku. Ini memang luar biasa, mengingat dia tidak pernah berbicara dengan kakak kandungnya. Tapi, begitu peduli dengan ayah temannya yang tidak pernah dia lihat.

Sejak pesan bertubi-tubi itu, kita belum mengobrol panjang lagi, sih. Tapi, tetap saja dia adalah salah satu oknum B terdekat yang mula-mula berkali-kali menolak berteman denganku. Dasar keras kepala, semakin ditolak aku semakin penasaran ingin berteman. Dan, memang tidak sia-sia, oknum B-ku yang satu ini bahkan sudah menjadi semacam diari bagiku. Aku bercerita apa saja. Tak ada rahasia. Hal yang paling menyenangkan dari oknum B ini aku bisa merasakan kegembiraan hanya dengan berganti mengirim icon di YM (Yahoo Messanger). Aneh memang. Tapi begitu menyenangkan.

Ada lagi oknum B yang ketemu dua hari saja. Waktu itu Senin dan Selasa sekitar jam 08.00 WIB sampai 10.00 pagi. Selama dua hari berturut-turut kita membahas suatu masalah yang memang sedang membuat aku puyeng berat. Dengan penjelasan yang begitu sederhana, dia mengajak aku untuk melihat suatu persoalan seperti anak-anak. Sampai akhirnya kita tutup pembicaraan dengan pertanyaan pilihan: aku mau dibaptis selagi anak-anak atau setelah dewasa. Dia cuma teman mengobrol selama dua hari tapi dengan pesan yang tak terlupakan. Aku bahkan mengkopi obrolan kita untuk mengingat bahwa aku punya oknum B yang bertukar pikiran hanya empat jam dalam dua hari. Seperti guru kursus sangat-sangat singkat geto lo.

Ada juga oknum B yang guru komputer anak-anak. Dia selalu mengeluh tentang ruwetnya mengurusi anak-anak remaja. Aku pernah mengusulkan dia untuk meminta anak-anaknya memberikan testimoni tentang dirinya tanpa menyebut nama. Tapi, dia menolak dengan alasan dia tidak peduli dengan pendapat anak-anaknya. Bagi dia yang terpenting adalah berusaha memberi yang terbaik bagi anak-anaknya. Tentu saja ada begitu banyak obrolan khas perempuan, tapi tetap saja isu ini yang paling melekat dalam ingatanku tentang oknum B-ku dari Nigeria ini.

Ada juga oknum B yang pernah menyebut dirinya calon doktor ndablek yang sering menggunakan bahasa seperti begitu saat chatting. Untunglah teman-temanku ada yang mengerti bahasa Jawa sehingga bisa menjelaskan kata-kata asing yang dia ucapkan. Lagipula kadang-kadang aku mengajak beberapa teman untuk membaca lelucon yang dia berikan. Atau meneruskan pembahasan suatu masalah dengan teman-temanku, termasuk kamu, ZAQ :). Dengan oknum B yang satu ini aku belajar banyak hal mulai dari bikin soto, terus pemandangan (yang indah-indah) di beberapa negara Eropa yang selalu bikin nglier nyam, nyam, nyam, sampai apa ya, terlalu banyak bahasannya.

Ada juga oknum B yang membuat aku sedikit melek informasi teknologi, aku bahkan tahu tentang cisco. Kita nyaris ketemu lima hari dalam sepekan. Kadang-kadang kita--gue dan oknum B ini, lagi--membahas betapa baik-Nya Tuhan dan betapa tak berartinya kita tanpa kasih Tuhan. Meski kadang kita cuma sekadar mengatakan, "Hai!" Kemudian, "Gue ngantuk nih! Tidur dulu ah."

Ada juga oknum B yang muncul hanya dengan informasi tentang semua hal yang berbau perkawinan. Pokoknya setiap kali chat kita selalu menyinggung topik begituan. Oknum B yang menikah dengan pria AS ini memang ingin sekali punya teman Indonesia yang tinggal sekompleks dengan dia di Negeri Paman Sam sana [Motif banget :)]. Ada juga oknum B yang mengaku agnostik dan minggu ini akan diwisuda. (Mudah-mudahan sukses brother!) Ada juga yang sampai sekarang masih lesu darah karena batal menikah dengan gadis Filipina dan bergumul untuk mendapatkan pekerjaan baru. Dan, masih banyak lagi.

Begitulah. Berbicara dengan oknum-oknum B ini menjadi salah satu kegiatan yang ditunggu-tunggu. Tak terhitung berapa kali aku tersenyum, tertawa sendiri, diam-diam menghapus air mata atau memasang muka cemberut. Tak jarang aku begitu serius sampai-sampai nggak mendengar panggilan atau malah di buzz berulang kali karena lebih asyik membahas sesuatu dengan teman-temanku dan melupakan si pelempar isu di YM.

Masing-masing oknum B punya kekuatan yang sama untuk mewarnai hari-hariku. Makanya, aku agak sedikit senewen ketika salah satu temanku nekat mengirim pesan-pesan offline pada salah satu oknum B-ku. Soalnya, aku tak mau pesan-pesan itu ditanggapi lain sehingga kita jadi tidak berteman gara-gara itu. Meski kalau memang itu harus terjadi, so what geto lo. Aku toh bisa memilih untuk mempertahankan teman seberapa baik dan buruknya dia--sama seperti aku.

Sebaliknya aku juga bisa memilih untuk melepaskan salah satu teman (mudah-mudahan ini tidak akan terjadi). Sebab, aku ingin memperlakukan semua oknum B-ku seperti pesan singkat yang dikirim salah satu temanku:
FRIENDS are like balloons;
once you let them go,
you can't ever bring them back,
that`s why I'll tie you
tight to my HEART!
You are too precious to loose!


(Special to my ZAQ, miss you friend)


0 Comments :

Post a Comment

home

my book
It's my first book!
messages
Name :
Web URL :
Message :


archives
February 2004
March 2004
April 2004
May 2004
June 2004
July 2004
August 2004
September 2004
October 2004
November 2004
December 2004
January 2005
February 2005
March 2005
April 2005
May 2005
June 2005
July 2005
August 2005
September 2005
October 2005
November 2005
December 2005
January 2006
February 2006
March 2006
April 2006
May 2006
June 2006
July 2006
August 2006
September 2006
October 2006
November 2006
December 2006
January 2007
February 2007
March 2007
April 2007
May 2007
June 2007
July 2007
December 2007
January 2008
February 2008
May 2008
July 2008
August 2008
November 2008
January 2009
February 2009
March 2009
August 2009
October 2009
April 2011
June 2011
July 2011
November 2011
December 2011
April 2012
June 2012
November 2013
December 2014

links
Detik
Desa-Pelangi
Tempo
Kompas
Liputan6
Journey
Christian Women

resources
Tagboard
Blogger
Google
SXC
HTML
Haloscan
Gettyimages

hit counter
Free Web Counter

BlogFam Community