<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d6496619\x26blogName\x3d-::+L+O+V+E+will+S+E+T+you+F+R+E+E::\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://tinneke.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://tinneke.blogspot.com/\x26vt\x3d-6149671454343776068', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
Saturday, October 09, 2004
Kado

Hari ini kakak perempuanku ulang tahun. Untuk pertama kalinya aku memberi dia kado. Ya, baru kali ini aku memberi dia hadiah yang dibungkus dengan kertas kado berwarna ungu muda. Tak ada pita sih. Bungkusannya juga tidak rapi-rapi amat. Lumayan buat pemula :). Di dalam kado aku selipkan kartu ucapan yang intinya aku diberkati punya kakak seperti dia.

Adikku yang lain protes. "Kok aku nggak pernah dikasih kado," kata dia sewot. Ulang tahun dia baru lewat dua pekan. Aku memberi dia uang biar dia sendiri yang membeli barang yang dia mau. Efektif dan nggak repot, begitu aku pikir.

Selama ini aku memang kurang peduli dengan kado. Meski berkali-kali menerima kado. Setiap membuka kado aku selalu bicara dalam hati, kenapa harus dibungkus. Toh, pembungkusnya yang indah sebentar lagi sobek sana sini. Begitu juga dengan pitanya pasti ke keranjang sampah juga.

Tak semua pemberian itu berguna sehingga tidak jarang aku berikan lagi pada orang lain. Biasanya aku langsung bilang pada si pemberi hadiah bahwa aku kurang suka atau berbagai komentar seperti itu. (Jahat ya? Tapi itu jujur. Gimana dong?)

Ibuku yang paling sering memberiku hadiah. Tapi, aku lebih bersemangat mendapat hadiah dari ayah. Sebab, meski jarang sekali, bisa dihitung dengan jari, apa yang diberi selalu bisa dipergunakan, fungsional. Mulai dari jam tangan, setelan kaos olah raga berwarna krem, buku Ensiklopedia Orang Kudus, dan izin untuk jalan-jalan keliling Flores. (Tuh kan, aku hafal semuanya). Hadiahnya juga diberikan tanpa pembungkus. Tapi, setiap pemberian aku terima dengan bersorak-sorak setelah mencium dan memeluk ayahku. Setelah itu, aku keliling memamerkan hadiah itu dan selalu mengatakan pada setiap tamu yang datang. Seru.

Sebaliknya, aku berkali-kali mengingatkan Ibu agar tidak memberiku hadiah, maksudnya dengan bungkusan yang indah-indah itu. Kalau aku ulang tahun, cukup misa pagi saja. Aku tidak mau Ibuku kecewa karena responsku standar setiap menerima kado. Tersenyum, mencoba barang yang dikasih, mencium dan memeluk Ibu, selesai. Saat menulis ini, aku sedang berpikir keras apa ya hadiah Ibu yang masih aku ingat. (Masih berpikir... benar-benar lupa... :)

Sampai sekarang ada beberapa hadiah yang tidak pernah aku pakai. Termasuk satu set perhiasan yang diatur manis dalam kotak beludru berwarna biru. Itu hadiah ulang tahun dari my lovely best friend, Lisa. Aku sudah menolak, tapi dia malah marah (memberi kado kok pake adegan melotot segala sih Lis). Dan, memang aku memang tidak pernah memakai kalung, cincin, dan gelang itu. Tapi, aku juga belum rela memberikan pada orang lain.

Bisa jadi karena itu, aku benar-benar tidak peduli sekali pada kado. Aku selalu membeli hadiah sesuai permintaan. Tak ada kejutan. Setiap ulang tahun, Natal, dan acara-acara lain, aku selalu bertanya mau uang atau barang. Tak jarang aku mengajak orang yang berbahagia itu ke toko untuk memilih apa saja yang dia mau atau ke tempat makan mana saja yang dia ingin. Jika tidak punya uang dan waktu, aku sering (kalau ingat) mengirim kartu ucapan atau menelepon memberi ucapan selamat. Yang pasti, aku selalu berusaha untuk misa pada hari menyenangkan itu.

Terus, kenapa aku memberi kado pada kakakku?

Bulan Mei kemarin, Moses kecilku ulang tahun yang kelima. Sebulan sebelumnya dia sudah minta dibelikan Alkitab. Ajaib kan. Makanya, sebelum hari ulang tahun, aku sudah membelikan dia buku "My First Bible". Beberapa hari sebelum tanggal 21 Mei, aku menelepon lagi bahwa aku cuma datang dengan kue ulang tahun.

Tapi, pada hari H, Mosesku marah-marah karena aku tidak membawa kado. Dia menangis keras. Ternyata dia mau diberi hadiah dengan bungkusan yang manis-manis itu. Aku bingung. Untuk pertama kalinya dalam hidup aku memarahi diri karena tidak memberi kado dengan pita dan kertas warna-warni itu.

Moses diam setelah kuberi uang seribu perak untuk membeli Chicky--makanan ringan yang ber-monosodium glutamate (msg) tinggi itu. "Moses boleh beli Chicky?," kata dia. Begitu aku bilang iya, dia langsung meloncat, mencium dan memelukku. "Hore aku boleh beli Chicky." (Ternyata reaksi menerima kado yang disenangi bisa menular juga)

Selama ini, aku tidak pernah memberi dia uang seperak pun. Setiap melihat dia makan Chicky dan makanan tak bermutu sejenis itu aku selalu mengacungkan jari kelingking: tanda marahan. Dia sering membuang makanan itu atau makan diam-diam di luar rumah. Ternyata di hari ulang tahun yang ke-5 itu, dia girang karena menerima dua hal yang tidak pernah dia dapatkan.

Sebulan kemudian, aku mencari kado buat salah satu sepupuku di toko buku. Aku pergi bersama Lisa. Setelah putar sana, putar sini, aku menemukan hadiah buat sepupku itu. Waktu ulang tahun sepupuku dengan Lisa berdekatan, sama-sama bulan April. Seperti biasa aku meminta Lisa memilih apa saja yang dia suka.

Lisa menarik tanganku ketika aku mendekati kasir. "Beli pita dulu," kata dia. Aku ikut meliha-lihat pita meski ogah-ogahan. Pada saat itulah tanpa sengaja aku mendengar Lisa bergumam "Kapan ya, gue dikasih hadiah dengan kertas kado dan pita." Pelan sih tapi dalam.

Lihat, setelah bertahun-tahun bersahabat, aku tidak tahu apa yang Lisa inginkan. Betapa egoisnya aku. Membungkus kado dengan pita tidak akan membuat aku putus napas. Persoalan sepele malah. Tinggal kasih barang, kertas kado, dan pita pada petugas pembungkus kado yang ada di setiap toko. Apalagi coba, tidak ada alasan untuk mengelak.

Begitulah, hari itu aku melihat sesuatu yang lain dari kado yang dibungkus manis-manis itu. Memberi itu untuk menyenangkan orang lain bukan untuk memuaskan diri sendiri. Terserah kalau aku tidak peduli dengan kertas kado dan pita. Tapi itu bukan alasan untuk tidak memberikan itu pada orang lain--seperti Lisa, Moses, dan masih banyak lagi--yang benar-benar menyukai itu.


0 Comments :

Post a Comment

home

my book
It's my first book!
messages
Name :
Web URL :
Message :


archives
February 2004
March 2004
April 2004
May 2004
June 2004
July 2004
August 2004
September 2004
October 2004
November 2004
December 2004
January 2005
February 2005
March 2005
April 2005
May 2005
June 2005
July 2005
August 2005
September 2005
October 2005
November 2005
December 2005
January 2006
February 2006
March 2006
April 2006
May 2006
June 2006
July 2006
August 2006
September 2006
October 2006
November 2006
December 2006
January 2007
February 2007
March 2007
April 2007
May 2007
June 2007
July 2007
December 2007
January 2008
February 2008
May 2008
July 2008
August 2008
November 2008
January 2009
February 2009
March 2009
August 2009
October 2009
April 2011
June 2011
July 2011
November 2011
December 2011
April 2012
June 2012
November 2013
December 2014

links
Detik
Desa-Pelangi
Tempo
Kompas
Liputan6
Journey
Christian Women

resources
Tagboard
Blogger
Google
SXC
HTML
Haloscan
Gettyimages

hit counter
Free Web Counter

BlogFam Community