Meniru Moses
Aku tersadar oleh ciuman lembut di pipi kiri. Tapi kelopak mataku belum rela berkembang. Aku memang mengantuk berat sehabis shift malam. Aku baru tidur pukul 02.00 WIB dan cuma tidur dua jam setengah... Sekarang pipi kananku yang dicium.
Tanpa melihat pun aku tahu itu pasti Moses, keponakanku. Usianya lima tahun. Namun, mataku tetap pada posisi semula. Meski aku tahu Moses sedang memandangiku. Tak lama kemudian dia pergi. Mataku menganga kecil. Ampun! Moses masuk lewat jendela kamar.
Aku kembali terlelap. Gedebuk di dekat jendela kembali menyedot seperempat kesadaranku. Moses lagi. Hati-hati dia mendekatiku. Pelan-pelan bocah taman kanak-kanak itu tidur berbantal perutku. Tangan mungilnya memegang tangan kananku. Tak berapa lama dia pergi. Aku cuma melihat dia sekilas dan merem lagi.
"Moses, Moses. Yuk main lagi!" Teriakan kencang itu kembali membangunkanku. "Moses!" Sekarang kor cempreng dua tiga bocah itu lebih nyaring. Sumber bunyinya sangat dekat dari arah jendela. Duh. Kali ini, aku terbangun. Moses tidur di sampingku. Ngos-ngosan dan berkeringat. "Tidur ya," kata Moses tersenyum setengah bertanya. Aku menciumnya dan menyuruh dia pergi, bermain dengan teman-temannya. Sebelum menemui temannya Moses meminta agar aku tidak menutup jendela. "Nanti kepanasan," kata dia. Padahal, aku tahu pasti dia akan masuk lagi.
Aksi Moses membuat rencana melunasi jam tidur di rumah Abangku buyar. Padahal, Abangku sengaja meminta aku tidur dan berangkat kerja lagi dari rumahnya. Tapi, bagaimana bisa tidur, Moses berkali-kali merusak jam lelapku.
Sebenarnya bukan itu yang benar-benar membunuh semangat tidurku. Aku tahu Moses hanya ingin memastikan bahwa aku tidur nyaman di rumahnya. Dia melakukan itu justru pada saat aku tertidur. Aku sangat yakin dia tidak bermaksud membangunkanku.
Moses kecilku. Cara dia menemuiku di tengah berbagai kesenangan kanak-kanaknya benar-benar membuat aku merasa dicintai dengan tulus. Tanpa alasan.
Kepergian Moses membuat aku merenung. Moses mengingatkan aku pada hubunganku dengan Tuhan. Aku ingin meniru Moses. Berapa banyak sih anak-anak yang mau meninggalkan permainan dan teman-temannya?
Aku ingin seperti Moses. Meninggalkan permainan. Melupakan teman-teman. Kabur sejenak dari jam-jam produktif. Berlari sebentar dari kesibukan. Menyelinap dari berbagai kesenangan untuk bertemu Tuhan.
Selama ini aku lebih sering memanggil Tuhan saat menghadapi masalah. Berlutut di kaki Tuhan cuma di masa-masa sulit. Datang ke Tuhan semata-mata karena membutuhkan pertolongan. Bahkan, tak jarang saya menjalankan proyek "cari muka" dengan novena dan pantang. Pokoknya mendekati Tuhan dengan berbagai motif. Kebanyakan semuanya demi diriku.
Aku ingin meniru cara Moses. Menunjukkan kasih dengan menarik diri dari segala kesenangan. Aku ingin terus-terusan menemui Tuhan. Hanya ingin berdekatan. Berdiam dalam sukacita. Merasakan kasih Tuhan lebih dalam dan lebih dalam lagi. Tidak untuk minta ini atau itu. Cuma menunjukkan bahwa aku benar-benar mengasihi Tuhan. Dan, Tuhan merasa dicintai. Itu saja.
Bedanya, mungkin Moses tidak sadar bahwa aku mengetahui semua ulahnya. Dia pikir aku tidur. Sebaliknya, Tuhan tidak pernah mengantuk dan pura-pura tidak melihat aku. Tuhan, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau mengetahui kalau aku duduk atau berdiri; Engkau mengerti pikiranku dari jauh; Engkau memeriksa aku kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kau maklumi. (Mazmur 139: 1-3)
Aku tersadar oleh ciuman lembut di pipi kiri. Tapi kelopak mataku belum rela berkembang. Aku memang mengantuk berat sehabis shift malam. Aku baru tidur pukul 02.00 WIB dan cuma tidur dua jam setengah... Sekarang pipi kananku yang dicium.
Tanpa melihat pun aku tahu itu pasti Moses, keponakanku. Usianya lima tahun. Namun, mataku tetap pada posisi semula. Meski aku tahu Moses sedang memandangiku. Tak lama kemudian dia pergi. Mataku menganga kecil. Ampun! Moses masuk lewat jendela kamar.
Aku kembali terlelap. Gedebuk di dekat jendela kembali menyedot seperempat kesadaranku. Moses lagi. Hati-hati dia mendekatiku. Pelan-pelan bocah taman kanak-kanak itu tidur berbantal perutku. Tangan mungilnya memegang tangan kananku. Tak berapa lama dia pergi. Aku cuma melihat dia sekilas dan merem lagi.
"Moses, Moses. Yuk main lagi!" Teriakan kencang itu kembali membangunkanku. "Moses!" Sekarang kor cempreng dua tiga bocah itu lebih nyaring. Sumber bunyinya sangat dekat dari arah jendela. Duh. Kali ini, aku terbangun. Moses tidur di sampingku. Ngos-ngosan dan berkeringat. "Tidur ya," kata Moses tersenyum setengah bertanya. Aku menciumnya dan menyuruh dia pergi, bermain dengan teman-temannya. Sebelum menemui temannya Moses meminta agar aku tidak menutup jendela. "Nanti kepanasan," kata dia. Padahal, aku tahu pasti dia akan masuk lagi.
Aksi Moses membuat rencana melunasi jam tidur di rumah Abangku buyar. Padahal, Abangku sengaja meminta aku tidur dan berangkat kerja lagi dari rumahnya. Tapi, bagaimana bisa tidur, Moses berkali-kali merusak jam lelapku.
Sebenarnya bukan itu yang benar-benar membunuh semangat tidurku. Aku tahu Moses hanya ingin memastikan bahwa aku tidur nyaman di rumahnya. Dia melakukan itu justru pada saat aku tertidur. Aku sangat yakin dia tidak bermaksud membangunkanku.
Moses kecilku. Cara dia menemuiku di tengah berbagai kesenangan kanak-kanaknya benar-benar membuat aku merasa dicintai dengan tulus. Tanpa alasan.
Kepergian Moses membuat aku merenung. Moses mengingatkan aku pada hubunganku dengan Tuhan. Aku ingin meniru Moses. Berapa banyak sih anak-anak yang mau meninggalkan permainan dan teman-temannya?
Aku ingin seperti Moses. Meninggalkan permainan. Melupakan teman-teman. Kabur sejenak dari jam-jam produktif. Berlari sebentar dari kesibukan. Menyelinap dari berbagai kesenangan untuk bertemu Tuhan.
Selama ini aku lebih sering memanggil Tuhan saat menghadapi masalah. Berlutut di kaki Tuhan cuma di masa-masa sulit. Datang ke Tuhan semata-mata karena membutuhkan pertolongan. Bahkan, tak jarang saya menjalankan proyek "cari muka" dengan novena dan pantang. Pokoknya mendekati Tuhan dengan berbagai motif. Kebanyakan semuanya demi diriku.
Aku ingin meniru cara Moses. Menunjukkan kasih dengan menarik diri dari segala kesenangan. Aku ingin terus-terusan menemui Tuhan. Hanya ingin berdekatan. Berdiam dalam sukacita. Merasakan kasih Tuhan lebih dalam dan lebih dalam lagi. Tidak untuk minta ini atau itu. Cuma menunjukkan bahwa aku benar-benar mengasihi Tuhan. Dan, Tuhan merasa dicintai. Itu saja.
Bedanya, mungkin Moses tidak sadar bahwa aku mengetahui semua ulahnya. Dia pikir aku tidur. Sebaliknya, Tuhan tidak pernah mengantuk dan pura-pura tidak melihat aku. Tuhan, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau mengetahui kalau aku duduk atau berdiri; Engkau mengerti pikiranku dari jauh; Engkau memeriksa aku kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kau maklumi. (Mazmur 139: 1-3)