<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d6496619\x26blogName\x3d-::+L+O+V+E+will+S+E+T+you+F+R+E+E::\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://tinneke.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://tinneke.blogspot.com/\x26vt\x3d-6149671454343776068', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
Monday, January 23, 2006
Serak Oh Serak

Nggak enak ternyata kehilangan suara. Ini nggak ada hubungannya dengan pemilihan kepala daerah. Aku benar-benar nggak bisa bicara. Seperti ada spons kasar yang mengganjal tenggorokanku. Sulit sekali mengeluarkan suara.

Aku pikir, ah ini pasti gara-gara kecapekan. Tenggorokanku memang selalu ngambek kalau aku kurang tidur. Suaraku akan normal kalau sudah cukup tidur. Tapi, kali ini rada beda. Masak aku kehilangan suara dari Sabtu pagi sampai sekarang. Jenny, adikku, yang sering cari makan jual suara malah sehat-sehat saja. "Emang lo abis nyanyi berapa ratus lagu," kata Jenny, Sabtu malam. Dia baru pulang menyanyi di salah satu pesta pernikahan. Aku hanya bisa mengepalkan tangan ke arahnya.

Hari Minggu juga begitu. Suaraku juga belum mau keluar. Aku memang nggak minum obat tapi vitamin dan banyak minum air putih. Aku bicara juga tapi agak sulit. Jadi adikku yang lebih banyak bicara, aku cuma menggeleng dan mengangguk. Dia juga yang melayaniku dengan sangat-sangat baik. Padahal, aku cuma kehilangan suara.

Waktu kita makan di warung dekat rumah, Jenny langsung berdiri melihat aku cemberut menatap air tawar yang dibawa Mbak warung. "Kurang panas?" kata dia sambil mengambil gelas itu dan menukarnya dengan air panas. Hmmm kesempatan jadi nyonya besar nih he he he.

Mustinya aku beristirahat saja di rumah. Tapi, aku tetap menemani Jenny ke mal. Soalnya, dia memasang tampang memelas supaya aku mengiyakan kemauannya. Aku juga mau lagi :)

Suaraku masih tidak normal ketika kita balik ke rumah. Bahkan, aku masih sempat bicara dengan Moses dan Wulan yang tak percaya aku tidak mau bicara dengan mereka karena tak ada suara. "Ih aneh suara Ne," kata Wulan. "Ini Ne? Suaranya kok berubah?" kata Moses. Aku masih harus mengobrol dengan dua teman lain. Benar-benar capek.

Ternyata penderitaanku bertambah waktu misa. Aku baru sadar bahwa aku tidak bisa bernyanyi. Hanya lipsing. Aduhhhh. Setiap memaksa mengeluarkan suara, seperti ada sesuatu yang mau putus di tenggorokan. Aku membayangkan apa yang terjadi dengan pita suaraku. Apakah dia berapi, memerah, atau malah sedang terjepit.

Aku belum pernah kehilangan suara sampai tidak bisa bernyanyi. Bersenandung saja sulit. Aku berusaha menyanyi dalam hati. Tapi, saat kehilangan suara, bernyanyi dalam hati tidak menyenangkan sama sekali. Tersiksa. Masak aku nggak bisa memuji Tuhan dengan suaraku. Menakutkan. Benar.

Di saat tak berdaya begini aku sadar bahwa lebih baik bernyanyi memuji Tuhan dengan suara sumbang dari pada lipsing karena tidak ada suara. Aku juga menyesal karena sering menertawakan orang bernyanyi dengan not yang lari sana sini, sudah begitu kencang lagi. Maaf ya.

Ternyata memuji Tuhan dengan suara itu indah. Tak peduli sumbang atau harmoni. Lebih baik serak oh serak karena bernyanyi memuji Tuhan daripada tidak bisa memuji Tuhan karena kehilangan suara. Sungguh.

Tuesday, January 17, 2006
Tanpa Bertanya

Senang banget punya teman baru. Hal baru banyak bermunculan. Sabtu kemarin, misalnya, aku kenalan dengan Vi, temannya teman, di tempat pemakaman. Kita pulang bareng selesai pemakaman dan sempat cerita-cerita. Baru beberapa jam saja sudah banyak hal baru yang aku temui. Yang menarik dari temanku ini, dia begitu cepat menilai diriku. "Hmmmm bagus banget, hebat banget," kata Vi mengolok-olokku karena berkali-kali mengucapkan kata-kata itu.

Komentar Vi ini membuat aku segera menghentikan gerakan bibir setiap ingin mengucapkan kata-kata itu. Padahal, memang benar. Aku mengucapkan itu sebagai reaksi atas hal-hal bagus dan hebat yang dia lontarkan. Sebaliknya dia merasa itu cuma masalah biasa yang tidak perlu direspons dengan begitu. Akhirnya aku capek juga harus berhenti mengucapkan kata-kata itu. "Biarin napa, mulut-mulut gue," kataku akhirnya.

Aku dan Vi sudah bertukar nomor telepon dan berjanji akan lebih sering ketemuan. Tentu saja dengan atau tanpa temanku yang temannya Vi. Soalnya begitu ngrobrol kayaknya kita langsung klik klek. Dia juga berjanji mengajariku menulis skenario. Saat ini dia adalah mahasiswa jurusan skenario di IKJ.

Kemarin, Kwan, salah satu teman baru mengirim pesan yang cukup mengejutkan. Kita berkenalan sejak minggu kedua Desember. Sejak itu, dia sering mengirimiku e-mail. Pernah dalam sehari dia menulis enam surat elektronik. Udah begitu pesannya pendek-pendek lagi. Tapi, pelan-pelan frekuensi pengiriman suratnya berkurang. Dia selalu mengirim pesan setiap Senin.

Aku merasa masih belum nyambung dengan Kwan. Maksudnya, beda dengan Vi yang langsung bisa akrab sekali ketemu, dengan Kwan aku masih dalam tahap meraba-raba seperti apa dia. Lagian, dia baik banget rajin mengirim surat padaku.

Hari ini, dua kali aku menerima e-mail dari dia. Pertama, seperti biasa, dia cuma datang untuk menyapa. Aku membalasnya dan minta dia mendoakanku. Ini hanya akal-akalan saja, karena bingung mau bilang apa ke dia :)

Eh, dia membalas cepat dengan pesan yang singkat seperti biasa. "Absolutely... (aku sensor dikit ya hehhe) Without question, I pray for your strength and confidence."

Kok bisa? Aku memang dalam kondisi butuh banget kekuatan dan lagi kurang (banget) percaya diri. Kenapa bisa pas begini? Hmmm, mungkin hanya teman baik yang bisa begitu.


Monday, January 09, 2006
Lima Huruf

Dia tahu cintaku
Aku tahu cintanya

Dia rasa cintaku
Aku rasa cintanya

Dia pikir cintaku
Aku pikir cintanya

Dia buat cintaku
Aku buat cintanya

Dia bilang cintaku
Aku bilang cintanya

Dia di sana dan tetap di sana
Aku di sini dan tetap di sini

Dia punya hari esok
Aku punya hari kemarin
Hari ini adalah lima huruf


Thursday, January 05, 2006
Belajar Menikmati


Suara lembut itu menggetarkan aku di ujung tahun. "Nikmati apa yang sudah kau miliki."

"Apa yang sudah kumiliki?"

"Banyak banget. Nggak cukup waktu untuk menyebut dengan detail."

"Apa yang sudah kunikmati?"

"Banyak banget juga. Nggak terhitung."

Eh....... Tapi, benar juga. Setelah dipikir-pikir, aku memang belum menikmati semua yang aku miliki. Iya. Benar. Ih, kok bisa, sih? Ke mana aja aku selama ini? Wah wah wah. Aneh.

Tiba-tiba aku jadi ingat tanaman bambu emeraldku. Aku juga tidak yakin sudah memberi tanaman hias itu minum yang cukup. Rasanya, bambu hoki di pot kobokan plastik itu ada di dapur, di samping kompor. Tuh kan, benar. Aku bahkan tidak tahu persis letak tanaman hiasku yang daunnya tumbuh lebih rimbun ketimbang bambu keberuntungan di rumah Abangku. Kapan aku benar-benar menikmati kecantikannya?

Tadi malam tiba-tiba mataku tertumpu pada sebuah buku di rak buku. Buku dengan cover mata itu menarik perhatianku karena berdiri tidak seragam dengan teman-temannya. Buku itu belum disampul, tak ada tanda tanganku, dan belum diberi stempel Taman Bacaan Efraim. Kok aku belum baca ya? Tuh, kan benar lagi. Hmmmm, ada banyak buku yang belum aku baca... Ada beberapa yang aku titipkan di Lisa...

Aduh, aku kan punya dua hiasan dinding "cewek banget" yang masih terbungkus. Hiasan art deco yang aku bopong sendiri--berat lagi--dari Bogor itu ada dalam kardus....

O o. Masih banyak barang di rumahku yang belum pernah kunikmati. Aku jadi ingat lagi, lagi, dan lagi satu per satu yang sudah kumiliki di rumah dan belum kunikmati, hiks. Helloooo. Anybody home?

Iya, benar. Itu kan baru benda-benda yang tampak dengan mata telanjang, di dalam rumahku. Kapan terakhir aku menikmati [benar-benar menikmati] bulan, bintang, hangat matahari, hujan...?

Bagaimana dengan hal-hal tidak tersentuh yang sudah kumiliki atau kuterima? Senyum, perhatian, teguran, mimpi, gelap, terang, mendung, udara, oksigen...

Aduhhhh, aku harus belajar keras untuk menikmati semua yang kumiliki, hiks. Bukan mengucap syukur saja...


home

my book
It's my first book!
messages
Name :
Web URL :
Message :


archives
February 2004
March 2004
April 2004
May 2004
June 2004
July 2004
August 2004
September 2004
October 2004
November 2004
December 2004
January 2005
February 2005
March 2005
April 2005
May 2005
June 2005
July 2005
August 2005
September 2005
October 2005
November 2005
December 2005
January 2006
February 2006
March 2006
April 2006
May 2006
June 2006
July 2006
August 2006
September 2006
October 2006
November 2006
December 2006
January 2007
February 2007
March 2007
April 2007
May 2007
June 2007
July 2007
December 2007
January 2008
February 2008
May 2008
July 2008
August 2008
November 2008
January 2009
February 2009
March 2009
August 2009
October 2009
April 2011
June 2011
July 2011
November 2011
December 2011
April 2012
June 2012
November 2013
December 2014

links
Detik
Desa-Pelangi
Tempo
Kompas
Liputan6
Journey
Christian Women

resources
Tagboard
Blogger
Google
SXC
HTML
Haloscan
Gettyimages

hit counter
Free Web Counter

BlogFam Community