<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d6496619\x26blogName\x3d-::+L+O+V+E+will+S+E+T+you+F+R+E+E::\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://tinneke.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://tinneke.blogspot.com/\x26vt\x3d-6149671454343776068', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
Thursday, September 30, 2004
Overmars dan Ronaldo

Yang satu dari Belanda dan yang lain dari Portugal. Yang satu sudah gantung sepatu, yang lain tengah bersinar. Terakhir, Marc Overmars dan Cristiano Ronaldo berlaga di Semi Final Piala Eropa 2004. Belanda dan Portugal sama-sama kesebelasan favorit. Di atas segalanya, menurut saya, Marc dan Ronaldo seperti jargon iklan minuman ringan "ku tahu yang ku mau". Keduanya bermain dan bekerja dengan hobi: sepakbola.




Cedera di kaki yang tidak sembuh-sembuh bikin pemain sayap yang mampu menusuk barisan belakang lawan dengan kecepatan lari yang luar biasa ini mengucapkan daag, good bye, pada sepakbola usai Piala Eropa 2004. Tidak ada lagi Speedy Gonzales, Flying Dutchman, dan Marc Overdrive. Tapi, aku yakin, dia tidak akan berhenti bermain bola.





Nama lengkapnya Cristiano Ronaldo dos Santos Aveiro. Kelahiran Funchal, Madeira, Portugal, 5 Februari 1985 ini menjadi pemain muda termahal dalam sejarah sepak bola Inggris. Dia dikontrak Manchester United dengan nilai transfer 22,2 juta euro. Nyam nyam nyam. Ketika bermain di Sporting Lisbon (2002-2003) gelandang yang kata arsitek MU, Alex Ferguson, bisa bermain bagus di kedua sayap bahkan di tengah ini cuma digaji 400 euro. Aku yakin, dia merumput tidak semata-mata karena uang, tapi memang karena cinta sepakbola.





Tuesday, September 28, 2004
For Your Pruning
Kahlil Gibran

When Love speaks to you, believe in him,
though his voice may shatter your dreams,
as the north wind lays waste the garden.
For even as love crowns you, so shall he crucify you.
Even as he is for your growth, so is he for your pruning.
Even as he ascends to your height and
caresses the tender branches that quiver in the sun,
so shall he descend to your roots
and shake them in their clinging to the earth.


Friday, September 24, 2004
Selalu Baru

Pagi lagi. Apa yang paling menarik dari pagi? Kicauan burung. Kukuruyuk ayam jago yang kencang banget. Dingin. Suara siraman air di kamar mandi tetangga yang sedang mengambil wudu. Melamun panjang. Membiarkan pikiran berpiknik ke wilayah-wilayah yang tidak tersentuh di jam-jam sibuk.

Tapi hal yang paling menarik adalah menanti-nanti apa yang akan terjadi hari ini. "Tuhan, apa yang akan aku alami hari ini?" "Apa yang ingin Engkau sampaikan padaku?" "Siapa yang akan aku temui?" "Cobaan dan tantangan apa yang akan aku hadapi?" Pertanyaan-pertanyaan ini membuat aku penasaran. Tapi jujur saja, mengharapkan kejutan-kejutan di antara 24 jam yang akan aku alami membuat aku berdoa dengan tersenyum.


Wednesday, September 22, 2004
Tak Jemu-Jemu

HAMPIR satu tahun lebih Tuhan belum juga menjawab doaku. Padahal yang aku minta tidak muluk-muluk. Aku ingin bekerja lagi. Saat krisis moneter, perusahaan memecatku karena belum sarjana. Anehnya, saat diterima bekerja, perusahaan sama sekali tidak mempedulikan selembar kertas itu.

Sampai suatu saat, aku benar-benar tidak bisa menahan emosi. Aku protes pada Tuhan di tempat doa Bunda Maria di kompleks Gereja Katedral, Jakarta. Aku bertanya kenapa sih Tuhan tega begitu lama membiarkan aku menganggur. Akhirnya, dengan menangis aku cuma bilang, "Oke deh Tuhan. Aku nggak peduli, mau dikasih kerja atau tidak, aku tetap cinta Tuhan. Memangnya dengan masalah aku akan jauh dari Tuhan? Nggak. Aku malah semakin cinta Tuhan! Kalau mau, Tuhan bisa kasih masalah lain lagi. Biar Tuhan lihat apakah aku tetap setia atau malah berpaling!"

Setelah lebih tenang, aku masuk ke gereja untuk mengikuti misa. Misa masih 15 menit lagi. Saat itu aku duduk sambil memandang ornamen di altar. "Altar di sini bagus, tapi altar di Gereja St Petrus lebih bagus lagi," kata seseorang mengagetkanku. Suara itu datang dari perempuan berambut pendek yang duduk tepat di samping kananku. Usianya sekitar 40 tahun. Dia menyebut dirinya Tante Joice. Aku tersenyum dan dia terus berbicara.

Dengan bersemangat Tante Joice menggambarkan keindahan Gereja St Petrus di Roma, Italia. Dia baru kembali dari Roma dan Lourdes, Prancis. Dia pergi berziarah dalam kondisi sekarat. Dokter di Rumah Sakit Carolus angkat tangan menghadapi kanker payudaranya yang sudah stadium empat. Dokter menyarankan keluarga untuk memenuhi permintaan terakhirnya. Tante Joice minta diberi kesempatan berziarah ke Lourdes dan Roma sebelum meninggal. Dia berangkat ditemani tantenya yang datang dari Belanda.

Dia pergi dengan harapan hidup yang tipis dan kesakitan yang mendalam. Namun, dia tetap berdoa agar tidak dipanggil sebelum menginjak Lourdes dan Roma. Sesampai di Lourdes, dia juga berdoa meminta mukjizat ketika berendam di Kolam Grotto Messabielle. Saat berendam, dia merasakan kesakitan yang luar biasa. Namun, saat keluar, dia merasa ada yang hilang dari dirinya. Dia merasa lebih ringan.

Setelah kembali ke Indonesia dia diperiksa di dokter yang merawat. Ya, benar, dia sembuh total. Saat berbicara denganku dia memang terlihat sangat sehat. "Jadi Non, kalau berdoa jangan berhenti, terus, siang dan malam. Jangan bosan. Ingat perumpamaan Yesus tentang janda dan hakim yang lalim itu (Lukas 18:1-8)," kata dia berbisik sebab misa akan dimulai.

Aku benar-benar tertusuk. Aku sedih dan sangat menyesal. Sepanjang misa aku cuma minta ampun. Aku bahkan tak berani mengangkat muka. Kalau bisa aku ingin tiarap di kolong kursi. Aku malu sekali.

Ternyata Tuhan begitu sayang padaku. Sampai mengirimkan Tante Joice untuk mengingatkan aku supaya berdoa dengan tidak jemu-jemu. Berarti kan Tuhan ingin aku terus berbicara, terus kontak, tidak putus-putus. Tuhan ingin aku terus dekat pada-NYA.

Yang membuat aku sedih, Tante Joice bicara begitu hanya beberapa menit setelah aku mengomeli Tuhan berjam-jam. Aku bahkan lupa mengucapkan terima kasih pada Tante Joice yang menghilang di antara umat ketika misa selesai.


Monday, September 20, 2004
Detachment From Things
Thomas Merton

The importance of detachment from things, the importance of poverty, is that we are supposed to be free from things that we might prefer to people. Wherever things have become more important than people, we are in trouble. That is the crux of the whole matter.



Friday, September 17, 2004
Bapa, Engkau Sungguh Baik

Bapa, Engkau sungguh baik
KasihMu melimpah di hidupku
Bapa, kubert'rima kasih
BerkatMu hari ini
Yang Kau sediakan bagiku

Kunaikkan syukurku
Buat hari yang Kau b'ri
Tak habis-habisnya
Kasih dan rahmatMu
S'lalu baru dan tak pernah
Terlambat pertolonganMu
Besar setiaMu
Di s'panjang hidupku


Wednesday, September 15, 2004
The Question
Henri J.M. Nouwen

Our lives as we live them seem like lives that anticipate questions that never will be asked. It seems as if we are getting ourselves ready for the question "How much did you earn during your lifetime?" or "How many friends did you make?" or "How much progress did you make in your career?" or "How much influence did you have on people?" or "How many conversions did you make?"

Were any of these to be the question Christ will ask when he comes again in glory, many of us could approach the judgment day with great confidence. But nobody is going to hear any of these questions. The question we all are going to face is the question we are least prepared for. It is: "What have you done for the least of mine?" As long as there are strangers; hungry, naked, and sick people; prisoners, refugees, and slaves; people who are handicapped physically, mentally, or emotionally; people without work, a home, or a piece of land, there will be that haunting question from the throne of judgment: "What have you done for the least of mine?"


Tuesday, September 14, 2004
The Story Of Rose


THE first day of school our professor introduced himself and challenged us to get to know someone we didn't already know. I stood up to look around when a gentle hand touched my shoulder. I turned around to find a wrinkled, little old lady beaming up at me with a smile that lit up her entire being.

She said, "Hi handsome. My name is Rose. I'm eighty seven years old. Can I give you a hug?" I laughed and enthusiastically responded, "Of course you may!" and she gave me a giant squeeze.

"Why are you in college at such a young, innocent age?" I asked. She jokingly replied, "I'm here to meet a rich husband, get married, have a couple of children, and then retire and travel." "No seriously," I asked. I was curious what may have motivated her to betaking on this challenge at her age. "I always dreamed of having a college education and now I'm getting one!" she told me. After class we walked to the student union building and shared a chocolate milkshake. We became instant friends. Every day for the next three months we would leave class together and talk nonstop. I was always mesmerized listening to this "time machine" as she shared her wisdom and experience with me.

Over the course of the year, Rose became a campus icon and easily made friends wherever she went. She loved to dress up and she reveled in the attention bestowed upon her from the other students. She was living it up.

At the end of the semester we invited Rose to speak at our football banquet and I'll never forget what she taught us. She was introduced and stepped up to the podium. As she began to deliver her prepared speech, she dropped her three by five cards on the floor. Frustrated and a little embarrassed she leaned into the microphone and simply said "I'm sorry. I'm so jittery. I gave up beer for Lent and this whiskey is killing me! I'll never get my speech back in order so let me just tell you what I know." As we laughed she cleared her throat and began:

"We do not stop playing because we are old; we grow old because we stop playing. There are only four secrets to staying young, being happy, and achieving success.

"You have to laugh and find humor every day. You've got to have a dream. When you lose your dreams, you die. We have so many people walking around who are dead and don't even know it!"

"There is a huge difference between growing older and growing up. If you are nineteen years old and lie in bed for one full year and don't do one protective thing, you will turn twenty years old. If I am eighty seven years old and stay in bed for a year and never do anything I will turn eighty eight. Anybody can grow older. That doesn't take any talent or ability. The idea is to grow up by always finding the opportunity in change." "Have no regrets. The elderly usually don't have regrets for what we did, but rather for things we did not do. The only people who fear death are those with regrets."

She concluded her speech by courageously singing "The Rose." She challenged each of us to study the lyrics and live them out in our daily lives.

At the years end Rose finished the college degree she had begun all those years ago. One week after graduation Rose died peacefully in her sleep.

Over two thousand college students attended her funeral in tribute to the wonderful woman who taught by example that it's never too late to be all you can possibly be.

Remember, GROWING OLDER IS MANDATORY GROWING UP IS OPTIONAL

Author Unknown


Friday, September 10, 2004
Really Important
Antoine de St. Exupery

The only really important time in our lives
is the time we waste with those we love.



Email buat Tuhan

Apa kabar Tuhan? Ini surat pertamaku. Aku sengaja menulis karena aku pikir berbicara saja tidak cukup.

Hari ini aku sedih sekali. Jakarta dibom lagi. Bom meledak di depan Kedutaan Besar Australia di Kuningan, Jakarta Selatan. Aku menyaksikan ceceran daging berserakan. Mobil-mobil penyok dan rusak. Kaca-kaca gedung-gedung bertingkat rontok. Wajah dan tubuh penuh darah. Benar-benar mengerikan. Keluarga para korban menangisi korban yang tewas dan yang luka-luka.

Tuhan, aku bingung sekali. Apa yang salah dengan korban-korban itu? Apa yang salah dengan pengebom itu? Apa yang salah dengan aparat keamanan? Apa yang salah dengan kebijakan pemerintah? Apa yang salah dengan gedung-gedung? Apa yang salah dengan Kedubes Australia? Apa yang salah dengan jalan di Kuningan? Apa yang salah dengan Indonesia? Apa yang salah dengan sekitar? Apa yang salah?

Tuhan, hari ini aku bersyukur sekali. Sebab, sahabatku tidak jadi mengurus visa di ke Kedubes Australia hari ini. Padahal, sekitar pukul 09.00 WIB, temannya mengingatkan dia untuk buruan ke Kedubes. Tapi, aku sedih lagi melihat mereka yang menderita. Kenapa sih aku harus bergembira dan bersedih pada saat yang sama?

Tuhan, aku pikir pasti banyak yang salah dengan kita,
karena itu, Tuhan, tolong ajari kami untuk berbuat benar.
Pasti banyak yang salah dengan doa kita,
karena itu, Tuhan, ajari kami berdoa yang benar bagi para korban dan mereka yang mengebom.
Pasti banyak yang salah dengan cara kita menangani bom?
karena itu, Tuhan, ajari kami mencegah semua pengeboman dengan cara-MU
Pasti banyak yang salah dengan cara kita menuduh dalang pengeboman?
karena itu, Tuhan, ajari kami berbicara yang benar saja
Pasti banyak yang salah dengan cara kita menjaring tersangka?
karena itu, Tuhan, ajari kami menyelidiki dengan hikmat-MU
pasti banyak yang salah dengan sistem keamanan kita?
karena itu, Tuhan, ajari kami berjaga-jaga dengan ENGKAU

Tuhan, September ini begitu banyak yang jadi korban kekerasan. Ratusan orang tewas di Beslan, Rusia, dan banyak di antaranya adalah anak-anak. Begitu juga dengan korban kelaparan dan korban perang di mana saja. Sekarang ditambah lagi dengan korban bom di Jakarta. Aku hanya berharap mereka semua bertemu dan berbahagia bersama para malaikat dan orang kudus di surga? Amin.


Thursday, September 09, 2004
I Think I Can

If you think you are beaten you are;
If you think you dare not, you don't;
If you want to win but think you can't;
It's almost a cinch you won't.

If you think you'll lose you're lost;
For out of the world we find
Success begins with a fellow's will;
It's all in a state of mind.

Life's battles don't always go
To the stronger and faster man,
But sooner or later the man who wins
Is the man who thinks he can.

Author Unknown


Tuesday, September 07, 2004
Because of You



Aku benci lagu cengeng. Mengiba-iba. Mendayu-dayu. Merayu-rayu. Merindu-rindu. Capek.

Temanku yang rajin memutar lagu sentimentil mengatakan dia menikmati semua masa-masa itu. Terakhir dia buka rahasia sengaja mengoleksi lagu-lagu begituan agar disebut romantis (?) Satu dua lagu okelah. Silakan. Lebih dari itu, please deh! Capek.

Aku mengagumi semua karya. Tapi aku punya pilihan dan siap dengan segala risikonya. Termasuk ditertawakan karena sedang kesengsem lagu cengeng, Because of You yang dinyanyikan Keith Martin. Sekarang gantian mereka yang bilang: "Capek!"

Sebenarnya lagu ini sudah basi di kafe-kafe. Adikku mengaku mau muntah menerima request lagu ini. Abangku juga begitu. Sebaliknya, adikku yang lain selalu memainkan lagu ini dengan irama dan melodi yang berubah-ubah. Namun, dengan tidak mengurangi rasa hormat, dia selalu bermain dengan pelan, paling tidak selama aku di rumah. Perjanjian ini cukup adil. Waktuku di rumah lebih banyak untuk tidur.

Pertama kali mendengar saat salah seorang peserta Indonesian Idol menyanyikan lagu ini di babak penyisihan. Dia tersingkir. Tapi, cara dia membawakan lagu ini membuatku penasaran. Adikku dengan bersemangat menceritakan tentang lagu ini. Stop. Cukup. Capek.

Baru-baru ini, Keith Martin ke Indonesia. Aku pun mulai mencari tahu siapa sih penyanyi berkulit hitam ini. Tak banyak yang aku dapat. Yang pasti dia berangkat dari musik gospel. Dia mulai bernyanyi di gereja dan acara-acara lain saat berusia 12-13 tahun. Dalam salah satu wawancara, dia mengatakan dibesarkan dari keluarga musisi. Ibunya penyanyi dan ayahnya musisi. Rumahnya selalu penuh dengan musik. Jangan heran jika dia bisa bermain piano, keyboard, bass gitar, drum, dan perkusi.

Ketertarikanku bertambah ketika dia bercerita tentang lagu Because of You. Dia bilang, lagu ini berkisah tentang cinta tanpa pamrih. Arti cinta yang lebih dalam. Oh begitu.

Aku kembali mencari-cari keterangan tentang dia. Ternyata, Keith Martin disebut-sebut pembawa musik Nu Soul. Ini adalah bentuk paling pop dari musik soul yang mulai marak pada pertengahan 1999-an. Because of You adalah salah satu contoh musik Nu Soul yang ada dalam album terbarunya Love of My Life.

Dia menuturkan panjang lebar tentang sejarah Nu Soul. Intinya, Nu Soul adalah perpaduan semangat soul gaya lama yang merupakan ramuan R&B dan gospel. Para penyanyi kebanyakan artis-artis keturunan Afrika-Amerika.

Dalam era manapun, penyanyi soul yang berbasis gospel akan tampil dengan ciri khasnya: penghayatan total. Cara artis Nu Soul menyanyi tetap mengacu pada tradisi old soul yang spontan, improvisatif, dan ekspresif. Penyanyi soul tulen tampak seperti trance jika sedang beraksi, paling tidak aku baru menyadarinya ketika melihat Keith Martin membawakan Because of You. Meski itu cuma di televisi dengan sistem suara yang ampun-ampunan deh.

Atau mungkin karena selama ini aku cuma memperhatikan judulnya: Because of You (apaan sih, mendewakan manusia banget, capek). Rupanya, Keith Martin perlu ke Jakarta dulu baru aku diberkati dengan lagu yang kental nuansa religius ini. Aku mulai menyimak liriknya dan bernyanyi dengan pikiran terarah pada satu wajah, YESUS

If ever You wondered if You touched my soul, yes You do
Since I met You I'm not the same. You bring life to everything I do
Just the way You say hello. With one touch I can't let go
Never thought I'd fallen in love with You

Because of You
My life has changed
Thank you for the love and the joy You bring
Because of You I feel no shame
I'll tell the world it's because of You

Sometimes I get lonely and all I gotta do is think of You
You captured something inside of me
You make all of my dreams come true
It's not enough that You love me for me
You reached inside and touched me internally
I love you best explains how I feel for You

The magic in your eyes, true love I can't deny
When You hold me I just lose control
I want You to know that I'm never letting go
You mean so much to me, I want the world to see it's because of You

Because of You
My life has changed
Thank you for the love and the joy You bring
Because of You I feel no shame
I'll tell the world it's because of You.


Leaders vs. Followers

When leaders make a mistake, they say, "I was wrong."
When followers make mistakes, they say, "It wasn't my fault."

A leader works harder than a follower and has more time;
a follower is always "too busy" to do what is necessary.

A leader goes through a problem;
a follower goes around it and never gets past it.

A leader makes and keeps commitments;
a follower makes and forgets promises.

A leader says, "I'm good, but not as good as I ought to be;"
a follower says, "I'm not as bad as a lot of other people."

Leaders listen;
followers just wait until it's their turn to talk.

Leaders respect those who are superior to them and tries to learn something from them;
followers resent those who are superior to them and try to find chinks in their armor.

Leaders feel responsibile for more than their job;
followers say, "I only work here."

A leader says, "There ought to be a better way to do this;"
followers say, "That's the way it's always been done here."


Monday, September 06, 2004
Bonty

HAMPIR semua anggota keluargaku punya kisah sendiri-sendiri tentang anjing. Dari kecil kita memang memelihara anjing. Lumayan banyak. Sepertinya si betina tak pernah beristirahat melahirkan. Setiap melahirkan, aku dan saudara-saudaraku memilih sendiri anjing yang akan kita pelihara.

Kita yang memperhatikan makanannya, alas tidurnya, menggendong ke mana-mana dan memamerkan anjing baru kami. Meski itu tidak akan berlangsung lama. Pasti ada saja keluarga yang datang untuk membawa anjing-anjing lucu itu. Orang tuaku memang tidak mau ada banyak anjing di rumah.

Anjing kecil memang merepotkan. Menangis malam-malam. Kencing dan buang kotoran seenaknya. Kita harus membersihkan sendiri. Setelah sedikit besar, giginya gatal dan mulai menggigiti semua barang. Tas, sepatu, kaus kaki, keset, handuk, dan apa saja hingga rusak.



Saat ini, tiga keponakanku sedang keranjingan Bonty. Anjing kampung berbulu broken white. Umurnya baru hampir empat minggu. Tubuhnya gendut dan selalu minta perhatian. Wajar saja. Setiap saat pasti ada yang mencowel, menggendong, mencubit, mencium, dan membawa Bonty jalan-jalan. Tak jarang mereka menghardik dia agar menyalak. Mereka tertawa-tawa senang melihat Bonty balas menyalak marah.

Mungkin Abangku sengaja menghadiahkan anak anjing agar anak-anaknya merasakan pengalaman kecilnya. Meski dia tidak pernah bercerita tentang kenangannya dengan anjing tertentu.

Di rumah orang tuaku sekarang tinggal dua anjing di rumah. Bossy dan Lerong anaknya yang baru berumur satu bulan. Bossy dan Lerong adalah anjing campuran kampung dan Peking. Tubuh mereka pendek dan padat tapi lebih tinggi beberapa sentimeter dari Dingo induknya yang Peking asli. Sekarang Dingo ada di rumah salah satu tanteku agar dikawinkan dengan anjing jantannya. Namun, sampai sekarang Dingo belum juga dikembalikan.

Setiap bicara tentang Dingo, adikku tak pernah berhenti menyalahkan ibuku yang mau saja meminjamkan anjing bertinggi sekitar 20-25 cm sampai pundak dan badannya lebih panjang sedikit dari tinggi tubuhnya. Wela memang favorit. Bentuk hidungnya kecil dan pendek. Pesek malah. Matanya besar, bulat, dan hitam. Bulu ekornya lebat dan melengkung ke atas melebihi punggung. Rambut badannya sangat lebat. Di sekitar leher, rambutnya tebal, panjang, dan lurus.

Adikku yang satu ini memang pecinta anjing sejati. Dia pasti menangis dan marah-marah kalau anjingnya tidak ada di rumah saat pulang kantor. Dia tidak peduli orang lain melihat air matanya ketika mencari-cari anjingnya di sekitar rumah. Para tetangga juga sudah paham kayaknya.

Ketika pemberkatan rumah, pastor yang memimpin misa sempat terkejut melihat pemandangan aneh di kamar ayah dan ibuku. Dingo sedang tiduran santai di tempat tidur. Dia juga tidak beranjak ketika pastor memercikkan air suci. Semua yang melihat tidak dapat menahan senyum.

Ibu dan adikku ini juga sudah beberapa kali menjadi bidan buat anjing-anjing kami. Mengerikan. Mungkin ibu dan adikku ini punya bakat jadi bidan atau dokter kandungan. Dingo dan saudara-saudaranya memang harus dibantu setiap melahirkan. Tidak boleh dimandikan di minggu-minggu kehamilan tertentu. Ibu kelihatan bersemangat betul pada saat-saat "anak-anaknya" melahirkan.

Ibuku sudah menyediakan kain-kain bekas untuk seprei. Mereka percaya bahwa pemilik kamar yang dipilih jadi "ruang bersalin" akan mendapat rezeki. Setelah itu, ibu dan adikku akan berselisih paham. Seperti biasa, pasti ada yang mengetuk pintu rumah untuk meminta anjing. Termasuk terakhir ketika Coki--anak Bossy yang sekarang menghilang dalam kondisi hamil besar-- melahirkan tujuh anjing yang gendut-gendut dan jalannya megol-megol seperti neneknya, Dingo. Ini sudah menjadi siklus.

Ada begitu banyak kisah menarik tentang anjing yang kami koleksi. Mulai dari kesetian hingga sinyal-sinyal aneh yang diberikan guguk-guguk itu agar kita semua berhati-hati. Anjing-anjing itu selalu menangis dan berlari ke sana ke mari dengan tempo cepat jika ada sesuatu yang tidak menyenangkan.

Aku sendiri punya pengalaman tak terlupakan dengan Belang, anjing kampung yang ketika aku pelihara paling kurus dan sakit-sakitan. Dia agak rewel dengan makanan. Belang hanya mau makan kue. Sikapnya ini yang justru membuat teman-teman Abangku tertarik. Pada saat istirahat sekolah, mereka berbondong-bondong ke rumah untuk membuktikan cerita Abangku. Betul, Belang tidak akan menyentuh nasi jika ada kue. Dan, mereka akan menertawakan Belangku. Kasihan sekali.

Memasuki umur satu tahun lebih, Belang dibikin erwe. Aku melihat dia dimasukkan ke dalam karung dan dibantai... Aku sampai meloncat karena kaget. Aku tidak bisa memprotes karena terlau banyak orang di rumah. Ada pesta. Tapi, sejak itu aku berjanji tidak akan pernah makan RW. Aku juga tidak mau memelihara anjing lagi.

Keinginan kecilku untuk memiliki anjing muncul kembali melihat Bonty. Pada saat yang sama sisi lain dari diriku mencegah. Bisikan agar tidak memelihara anjing lebih besar. Selain tidak ada yang merawat, aku juga tidak mau perhatianku tersita penuh buat anjing. Sama seperti yang aku rasakan sekarang. Moses kecilku memilih mengurusi Bonty daripada bicara di telepon denganku. Hiks!


Sunday, September 05, 2004
Homelessness
Mother Teresa

God has identified himself with the hungry, the sick, the naked, the homeless; hunger, not only for bread, but for love, for care, to be somebody to someone; nakedness, not of clothing only, but nakedness of that compassion that very few people give to the unknown; homelessness, not only just from a shelter made of stone, but that homelessness that comes from having no one to call your own.



Saturday, September 04, 2004
Hugs
Unknown

Happy hugs
Powder hugs
Big round squishy hugs
Guy hugs
Girl hugs
Twitchy twatchy spaztic hugs
Flower hugs
Sented hugs
Tall skiny beanpol hugs
Crunchy hugs
Veggie hugs
I'll never let you go hugs
Cow hugs
Kitty hugs
Falling in the snow hugs
Hugs Hugs Happy Hugs
I realy really like Hugs

Thursday, September 02, 2004
Love is the Bridge
Thornton Wilder

Soon we shall die and all memory of those we have known will have left the earth, and we ourselves shall be loved for a while and forgotten. But the love will have been enough; all those impulses of love return to the love that made them. Even memory is not necessary for love. There is a land of the living and a land of the dead and the bridge is love, the only survival, the only meaning.

home